
“MASYARAKAT KERINCI BISA TERANCAM KELAPARAN“
Daerah Irigasi (D.I.) Air Sungai Siulak Deras, (Batang Merao), ini Irigasi, teknis, red, yang dibangun Pemerintah melalui Departemen PU RI sekitar 23 tahun silam seharusnya sudah berfungsi normal, tanpa kendala yang crusial, faktanya justru sebaliknya, sebagaimana dipantau Wartawan BEO.co.id (29 Mei 2025), 27 hari silam.

Ini masalah prinsip, kata Afra, warga petani setempat kepada Tim Catatan “Dewan Rakyat Jalanan” BEO.co.id – saluran penghantar yang kian dangkal itu, tidak di aliri air secara normal. Mulai dari bangunan induk / penghantar sebelah kanan, sampai kedalam bangunan tertutup (masyarakat) menyebutnya gorong-gorong besar. Jika tidak Sidemen yang hampir penuh, atau telah dibersihkan bisa berdiri didalam bangunan itu, ujar warga.
Dampak krisis air, sebagian besar jaringan (salurannya) tidak berfungsi, tak heran ratusan hektar lahan fungsional dari 5001 hektar kekeringan bukan akibat kemarau, melainkan air yang masuk tidak cukup (tidak normal) akibat akibatnya saluran penghantar bagian kanan itu
Dangkal, diwilayah Desa Lubuk Nagodang, Kecamatan Siulak Kerinci, Jambi ribuan meter kubik Sidemen yang belum diangkat (dibersihkan), dampaknya kian jelas air tidak cukup (tidak normal) masuk dari Pintu Intake (B.0) kanan.
Dari keterangan masyarakat kepada tim Investigasi, sedikitnya lebih 300 hektar Sawah Fungsional, berubah fungsi untuk waktu tertentu menjadi Sawah Tadah Hujan, masyarakat petani suka tidak suka, menunggu hujan turun dari langit baru bisa turun menjalankan musim tanam (MT), keluh warga.
Yang jelas setiap terjadi pendangkalan (Sidemen) tinggi otomatis air tidak bisa dialirkan normal. Dan jika paksakan air naik 100 persen dari Pintu Intake, bisa menimbulkan banjir dan menghancur sawah-sawah masyarakat, karena dangkal.
Dari investigasi Tim, temuan tingkat kerusakan bangunan D.I. Siulak Deras Kerinci cukup banyak termasuk pada jaringan kiri, didaerah persawahan Mukai Tinggi sebagaimana diberitakan sebelumnya. Didaerah tersebut juga sawah fungsional yang kekeringan luasnya juga ratusan hektar.
Dampak paling menyakitkan bagi para Petani, baik dijalur kanan maupun kini, penghasilan masyarakat turun drastic, dan sebagian ada yang tidak turun ke Sawah lagi. Seharusnya Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi, bisa mendatanya secara riil dan rinci, melalui Koordinator lapangan di tingkat pengamat diKabupaten dan kecamatan yang mewakili aparat dari Balai BWSS VI Jambi.
Dan para Juru Pengairan (Koordinator) lapangan tidak satupun yang berani memberikan keterangan resmi, alasan mereka itu bukan domennya mereka, silakan Tanya pihak yang berwenang BWSS VI Jambi, ungkap mereka berdalih.
Menurut sumber kompeten itu, jangankan kami dilapangan buka mulut, akan dikenakan sangsi berat “kami dianggap membuka rahasia dinas, bisa-bisa dipecat tegas sumber itu,” yang kami lindungi namanya berdasarkan, UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Ditegaskan sumber, terkadang ada juga rasa cemburu, ketika dana Operasional dan Pemeliharaan (OP) diterapkan, kami di kasih tahu saja tidak, “tau-tau sudah bekerja dilapangan” sebagai juru dan Penjaga Pintu Air (PPA), jadi penontonlah dengan sopan.
Dan pekerjanya kebanyakan dari daerah Semurup Kecamatan Air Hangat, jarang yang dari Siulak, Ia kita diam saja, namanya “penonton yang baik?” Ini kami sampaikan supaya Bapak/Ibu Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Jambi tahu.
Dan agak lebih ironis, ada bangunan yang patah dan hancur justru tidak direhab saat dana OP diturunkan, kita tidak mengerti jelas sumber. Dan mungkin perintah atasan dari Kepala Balai ? Kita tidak tahu, jelas sumber kompeten dari Juru dan PPA, tersebut.
Dari dokumen diperoleh, D.I. Sungai Air Siulak Deras, akan mengairi wilayah persawahan Fungsional kini dan kanan wilayah Kerinci termasuk Kota Sungai Penuh, dengan panjang rencana pengembangannya mencapai ke Danau Kerinci, sekitar 53 km dari bangunan Induk.
Banyaknya daerah tertentu yang tidak dapat diairi secara normal, tidak semata kesalahan dalam pemeliharaannya secara rutin, ada dampak dari pendangkalan Sungai Batang Merao (Sungai) Air dari Siulak Deras, patut diduga akibat penggundulan hutan pada bagian hulu, Siulak Deras Kecamatan Gunung Kerinci, yang senyawa dengan Kecamatan Siulak. Siulak Mukai, Depati Tujuh, dan Kecamatan Air Hangat, Air Hangat Barat dan Timur.
Dan para Penambang di Siulak Deras, antara lain milik “Pak Remon” Arwiyanto (anggota DPRD Jambi), di Sungai Cumbadak Desa Siulak Deras Mudik, yang hulunya di Danau Belibis, Kecamatan Kayu Aro di kaki Gunung Kerinci, gunung tertinggi di Sumatera yang hutannya pada bagian kaki gunung sudah lama berubah fungsi jadi Ladang (Kebun) masyarakat.
Dan berikutnya Tambang Pasir Pak Torik, bekerjasama dengan Irwandri, Ketua DPRD Kerinci, saat ini. Dua tambang Pasir ini, patut diduga keras melanggar UU Lingkungan Hidup, karena sudah menahun mengbaikan kerusakan lingkungan didaerah Siulak Deras dan sekitarnya.
Tapi ironisnya pihak Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Propinsi Jambi, diduga tanpa selekstif memperpanjang Izin tambang tersebut. Kendati sudah diadukan oleh sejumlah LSM, ternyata mentok ditengah jalan, nah ada apa…? Dan pada akhirnya sejumlah oknum LSM dan Wartawan, justru memilih diam, sampai berita ini diturunkan.
Mengenai pengawasan Hutan, Tanaman Nasional Kerinci Sebelat, (TNKS), kehancuran Lingkungan, Pendangkalan Sungai Batang Merao, ada di Komisi III DPRD Propinsi Jambi, dan DPRD Daerah Pemelihan IV, Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Data dewan Jambi dari Dapil IV Kerinci dan Kota Sungai Penuh, 2025 – 2030 yakni : AFUAN YUZA PUTRA (PAN), APT RUCITA ARFIANISA (PDIP), EDMINUDDIN (GERINDRA), ARWIYANTO (PKB), DARMAYANSYAH (DEMOKRAT), AMRIZAL (GOLKAR), DPRD DAPIL iv JAMBI.
Selain masyarakat bisa melapor ke DPRD Jambi, menyangkut kewenangan tingkat Propinsi, dan Kabupaten ke DPRD Kerinci, yang wilayah pengawasan alam dan lingkungan dalam kewenangan kabupaten.
Guna menyelamatkan kepentingan masyarakat Kerinci yanglebih besar, menyelamatkan 5001 ha, lahan persawahan Kabupaten Kerinci diluar Kota Sungai Penuh, kedepannya sangat tergantung selamat tidaknya akibat lingkungan yang hancur, akibat penebangan hutan dalam wilayah rimba TNKS, Tambang Pasir, yang mengabaikan keselamatan Lingkungan. (*** / mm).
Penulis / Editor : Gafar Uyub Depati Intan. (Redaktur Pembangunan, Peristiwa dan Hukum).