MAJELIS PERS Sebut Keputusan Presiden Soal Pengangkatan Dewan Pers Kangkangi UU Pers

JAKARTA -19 September 2019 – Formulasi yang dibangun sejumlah organisasi kewartawan sebelum di Sahkannya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, tertulis dalam rumusan tersebut akan dibentuknya Dewan Pers independen.
Sejarah itu mengukir perkembangan Pers di tanah air, meski pada kenyataannya jarang sekali di dengar dengan memakai kata “*independennya*”.
Namun, umat pers juga meletakan keberadaan Dewan Pers yang berada saat ini adalah produk Reformasi dan merupakan amanah dari Undang Undang No.40.Thn1999.
Tentang Pers.
Dewan Pers juga dibentuk sebagai pengejawantahan dari Ruh dan Nafas para pejuang Pers Reformis yang menamakan wadahnya “Majelis Pers”. Berkat perjuangannya telah memeberi Ruang Kemerdekaan Pers seperti yang dirasakan hingga saat ini.
Menurut Sekjen Majelis Pers, Ozzy Sulaiman Sudiro, amanah Reformasi dan Demokrasi terhempas oleh upaya pengekangan, secara massif dan sistemik untuk memasung kembali kemerdekaan Pers itu.
“Majelis Pers telah memberikan andil dan memberikan kontribusi positif yang sangat besar. terutama didalam memperjuangkan hak-hak jurnalis hingga meraih kemerdekaan dan kebebasan Pers dengan menumbangkan tirani kekuasaan. Hal ini tentu melalui proses yang cukup panjang melalui perjuangan dan pergerakan dalam dimensi dan dinamika Pers pada masa transisi Reformasi. “Papar Ozzy di Sekber Majelis Pers, Jl. Kebon Sirih No. 32-34, Lt. 5, Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2019).
Dijelaskan Ozzy, salah satu wujud nyata, Majelis Pers telah membuat dan merekomendasikan RUU PERS ke DPR RI yang telah Melahirkan UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers. “Itu merupakan maha karya “masterpiace” buah fikiran para pejuang Pers Reformis yang ingin adanya Perubahan bagi umat Pers untuk mengembalikan akal sehat dari bentuk dan gaya Peodalisme alumnus Penjajah. “Ucapnya.
Disamping itu, Ozzy juga mengatakan Peran Majelis Pers yang terdiri dari 28 Organisasi Kewartawanan dan media telah mebuat Kode Etik wartwan (KEWI) dan kemudian diratifikasi kembali menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Artinya, kami telah memberikan Penguwatan – Penguwatan terhadap Dewan Pers. Yang tentu diharapkan mampu menjaga dan merawat marwah kemerdekaan Pers kedepan, meski dalam fakta perjalannya, Dewan Pers justru yang mengkebiri kemerdekaan Pers itu sendiri. “Singgung Ozzy.
Dikatakannya, keberadaan dewan pers saat ini sangat berbeda dengan Dewan Pers saat dibentuk pertama kalinya pada tahun 1968, berdasarkan Undang – Undang No. 11 Tahun 1966 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno kala itu.
Selanjutnya masuk diera Rezim Orde Baru melalui Undang Undang No.21 Tahun 1982. atas perubahan Undang Undang No.11 Tahun 1966. Sebagaimana yang telah diubah menjadi Undang Undang No. 4 Tahun 1967 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto tanggal 20 September 1982 bahkan semakin menjadi rapuh dan peran Dewan Pers menjadi tunadaya.
Dewan Pers. Produk dari dua Rezim tersebut pada hakekatnya sama, bahwa Dewan Pers sesuai kedudukannya berfungsi sebagai *”underBow”* dan corong pemerintah, apalagi di era Orde Baru menteri penerangan memilik standar ganda yang juga merangkap jabatan sebagai Ketua Dewan Pers.
Majelis Pers menilai bahwa Dewan Pers yang dibidani saat kelahirannya itu, saat ini sudah salah asuhan, kebablasan dan (“Superiority Complex”*. Merasa diatas segalanya, yang seenak jidatnya membuat aturan – aturan yang tidak berpedoman pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Wajar saja, karna komisionernya tidak paham alias tidak membaca sejarah lahirnya dewan pers atas produk amanah UU No.40 tahun 1999 tentang Pers itu,” Sindir Ozzy.
Majelis Pers menilai Dewan Pers sudah tidak bisa lagi bekerja sesuai marwahnya, sesuai cita cita semula yaitu agenda reformasi dan Demokrasi, terlebih sudah tidak lagi independen, tidak sejalan dengan peran dan fungsinya sesuai amanah undang undang No.40 tahun 1999 tentang Pers.
“Itu fakta kan? Dewan Pers sudah tidak lagi membela Hak-Hak jurnalis sebagai wujud kebebasan pers yang bertanggung jawab. Akan tetapi justru malah dikebiri oleh aturan-aturannya sendiri yang berpotensi menghambat kemerdekaan Pers itu sendiri.
Ozzy juga menyerukan kepada seluruh umat Pers untuk menggelorakan seruan mendorong Presiden Joko Widodo untuk mencabut Keppres RI.No.33/M 2019 Tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers Periode Tahun 2019 – 2022.
Ia menilai bahwa Dewan Pers dibentuk oleh *”Stakeholder”* yaitu para oragnisasi Pers dan Media. Hal itu sebagai wujud independensi Pers dengan kemandiriannya.
“Dengan Keputusan Presiden (Keppres) itu adalah pertanda buruk. karena Dewan Pers bukan dibentuk oleh Pemerintah. Keppres dalam hal ini sudah menyalahi dan bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Sesuai fungsi dan peran dewan Pers. Yaitu” menjaga kemerdekaan Pers bebas dari campur tangan pihak manapun.” Lah kok pemerintah turut campur mengeluarkan Keppres. Bahkan kementrian kominfo saat ini menjadi fasilitator Dewan Pers, turun intervensi dalam menentukan dan kebijakan dewan pers. “Urai Ozzy.
Ozzy menduga, Keppres itu sebagai bentuk perselingkuhan terselubung, dan dimanfaatkan oleh pengurus Dewan Pers periode 2019 – 2022 maupun Priode sebelumnya untuk menghabiskan dan menghambur – hamburkan uang Rakyat dengan meminta uang negara melalui APBN malalui Kementerian Kominfo setiap tahun anggaran, yang justru tidak dimanfaatkan untuk pembinaan Pers Nasional.
“Selayaknya BPK mengaudit sirkulasi dana negara tersebut. Padahal dulu, Dewan Pers priode awal, murni tidak menggunakan uang negara, akan tetapi mampu bekerja melindungi para wartawan di seluruh Indonesia dan menjaga dinamika Pers nasional yang kondusif. Jarang terjadi delik dan sengketa terhadap Pers dari jeratan hukum pidana,” namun bisa diselesaikan dengan cara Hak jawab. “Lanjut Ozzy,
Ozzy menuding pasal karet yang menjerat dan menjebak teman-teman pers, saat ini banyak yang duduk dibangku pesakitan karna berita, masuk penjara tanpa perlindungan apapun dari Dewan Pers. Malahan Dewan Pers lah yang memberikan Rekomendasi kepihak kepolisian untuk diproses secara Hukum. Dengan dalil bukan karya jurnalistik.
“Sesuai UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers,bahwa sebuah karya jurnalistik tidak menganut kriminalisasi. Bila terjadi delik pers dapat diselesaikan melalui hak jawab dan itu jelas pakemnya,” tegas Ozzy.

Sumber : jakartamedia.co.id

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org