Oleh : Rizal Djalil
Politisi Senior, Eks Ketua BPK RI & Penulis Buku Akuntabilitas Dana Politik di Indonesia
Perbincangan tentang dana partai politik bersumber APBN bukanlah hal baru. Karena secara eksplisit sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan secara teknis implementasinya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan kedua atas PP Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Berdasarkan kan PP Nomor 1 Tahun 2018 setiap Partai Politik yang lolos ke Senayan diberi Bantuan Keuangan Rp.1.000,- per suara.
Kalau kita melihat data Audited, tampak jelas berapa total bantuan partai politik yang diterima oleh setiap Parpol (realisasi tahun 2023). PDIP memperoleh Rp 27,1 milyar; Gerindra Rp 17,6 milyar ; Golkar Rp 17,2 milyar; PKB Rp 13,6 milyar ; Nasdem Rp 12,7 milyar ; PKS Rp 11,5 milyar ; Demokrat Rp 10,9 milyar ; PAN Rp 9,6 milyar dan PPP Rp 6,3 milyar. Lantas apa yang menjadi soal ? Apakah nilai Bantuan yang ada sekarang sudah dianggap tidak relevan atau tidak cukup?
Kalau kita menyimak pernyataan para politisi tidak ada pernyataan secara tegas meminta dana bantuan partai politik dinaikan. Bahkan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada Media (26 Mei 2025) hanya menyatakan ” kenaikan dana partai politik harus mempertimbangkan kemampuan anggaran Negara agar tidak membebani APBN “. Politisi Senior Mahfudz Abdurrahman, yang juga Bendahara Umum PKS mengatakan kepada Media ( 24 Mai 2025) ” idealnya paling tidak Rp. 10.000,- persuara”. Walaupun tidak disebut secara kuantitatif mengapa harus menjadi Rp. 10.000,-.
Sebelum membahas lebih lanjut terkait prospek dana bantuan partai politik kedepan ada baiknya kita melihat bagaimana ” unessai ” Negara lain terkait pendanaan partai politik
Pengalaman Negara Lain
Pada umumnya pendananaan kegiatan partai politik diberbagai negara berasal dari Tiga sumber ; Pertama, iuran anggota partai politik. Kedua, sumbangan dari individu, dan perusahaan . Ada Negara yang membuat batasan tegas terhadap besarnya sumbangan dan ada juga negara yang agak longgar, terkait jumlah sumbangan.
Ketiga, bantuan dari Negara. Swedia, Austria, Turkiye dan Meksiko tergolong Negara-negara yang memberikan bantuan dana partai politik yang relatif tinggi (sekitar 70 %). Sedangkan Jerman, Italia, dan Nikaragua memberikan bantuan sekitar 30 – 60% untuk partai politik. Berbeda terbalik dengan Amerika Serikat kegiatan partai politik terutama kampanye politik sangat tergantung kepada sumbangan individu dan perusahaan swasta.
Di Perancis selain ada bantuan dari Negara untuk partai politik , yang mengacu perolehan suara dalam pemilu legislatif dan perolehan kursi riel di parlemen. Besaran dana bantuan untuk partai politik di Perancis sekitar 40%. Perancis tergolong Negara yang ketat terkait sumbangan pribadi dan perusahaan.
Kasus eks Presiden Sarkozy yang diduga keras menerima bantuan dana bersumber dari pimpinan asing bergulir bertahun-tahun di Pengadilan Perancis. Berbeda dengan Jerman yang relatif ” la^che ” terhadap sumbangan dari pihak individu bahkan dari pihak asing.
Kasus Partai AFD (Alternatif untuk Jerman) pada pemilu legislatif Febuari 2025 terdeteksi menerima sumbangan dana pribadi dari eks Pejabat Partai Sayap Kanan Austria Freeiheitliche Partei Osterreichs (FPO) sebesar 2,3 juta Euro dan dilaporkan ke Bundestag (Parlemen Jerman) – sesuai aturan di Jerman Bundestag yang se harusnya memproses – tapi ternyata tidak dipermasalahkan oleh Bundestag. (*)