“Pers bukan Babu Penguasa, melainkan Pembantu Rakyat, yang (seharusnya) terus dan terus menerus memperjuangkan Hak Asasi, Kebodohan, Kemiskinan dan Ketidakadilan sang Penguasa. itulah sejatinya Pers.”
JAKARTA, Ozzy Sulaiman Sudiro SH MSc, Ketum KWRI sekaligus Sekjen Majelis Pers (MP) menyorot langsung perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia yang dinilainya sudah tak idealis dan tak independen lagi. Menurut Ozzy banyak wartawan dan perusahaan saat ini yang keblinger.
“Memang sangat ironi dan sungguh memperihatinkan Pers Nasional saat ini, entah mereka terlalu pinter jadi keblinger, apa masih awam jadi gagal paham atau lugu hingga terbelenggu.” Sergah Ozzy dalam keterangan resminya kepada redaksi Lapan6online, Jumat (21/5/2020).
Dalam pandangannya, di era “Kemerdekaan Pers“, justru banyak umat Pers dengan sengaja telah meninggalkan Kemerdekaannya, Netralitas, Independen, Harga diri, dengan menggadaikan idealismenya menjadi alat komoditas Penguasa dan Partai Politik tertentu.
Wartawan Bermental Jongos
Ozzy menyebutnya saat ini banyak wartawan bermental Jongos, menjadi cleaning service alias Pembersih Kotoran dan sampah Penguasa alias babu penguasa.
“Pers bukan Babu Penguasa, melainkan Pembantu Rakyat, yang (seharusnya) terus dan terus menerus memperjuangkan Hak Asasi, Kebodohan, Kemiskinan dan Ketidakadilan sang Penguasa. itulah sejatinya Pers.” tegasnya.
Dengan geram Ozzy mengungkap bagaimana peristiwa di pemilu 2019 lalu dimana Pers menurut Ozzy, telah menjadi korban pemerkosaan penguasa dan pengusaha perusahaan pers.
“Fenomenal yang berujung Monumental kita bisa rasakan saat Pilpres 2019 lalu, dimana Media menjadi korban Pemerkosaan antara Penguasa dan Pengusaha Pers yang sudah menguasai nafsu syahwatnya, untuk kepentingan dicatas kepentingan Pribadi, kroni dan golongan,” kata Ozzy.
Tidak hanya sampai disitu, hingga kini faktanya sebagian besar umat Pers menjadi korban dan masih belum sadar karna nalar liar terancam lapar, dipecat perusaahaan tak berkutik bisa keluar.
“(Imbasnya), Ketika Media sudah dikuasi Penguasa, jangan harap Kebenaran akan terlihat jelas, samar dan sulit dibedakan, karna disitulah antara kebenaran dan kebohongan diputar balikan,” kata Ozzy.
Dominasi Media Kapitalis
Dibeberkan Ozzy, dominasi media yang dilakukan para kapitalis dan politikus sudah barang tentu dipastikan ada pretensi, yaitu “ada udang dibalik Lembu”, karena terjadinya perselingkuhan yang melahirkan berita dengan gagasan haram, menyesatkan dan tidak mencerdaskan.
“Kini sepatutnya kita sadar dengan tujuan yang benar, berjuang untuk meneruskan dan meluruskan kemerdekaan Pers, sebagai amanah reformasi dan demokrasi untuk kepentingan bangsa dan negara dengan mengembalikan ‘ ‘Pers Barmartabat dan Berdaulat’, dengan intuisi yang sama yaitu roh bobot kejiwaannya, bukan sekedar ueforia.” Imbuhnya.
Ozzy menyayangkan, kemerdekaan pers yang sudah diraih dan diperjuangkan telah dibajak oleh para perompak intelektual yang memiliki standar ganda menyamar. Pagi relawan, malam wartawan.
“Inilah pelacur profesi, itu adalah sebuah keniscayaan dan penghianatan nurani,” kata Ozzy.
Ancaman bagi Pekerja Pers
“Seharusnya kita prihatin dan miris dengan nuansa kebatinan yang sama atas kasus-kasus delik dan sengketa persoalan pers yang berahir di Hotel Prodeo (dipenjara), dan atas kasus beberapa wartawan yang menjadi korban kriminalisasi, intimidasi hingga teror, baik secara fisik maupun Psikis yang terus mengancam jiwa raganya dalam melaksanakan tugas mulia, yaitu pembawa amanah berita kebenaran yang mencerdaskan.” tandasnya.
Menurut dia, bukan hanya itu saja, lagi-lagi ancaman gempuran bagi wartawan begitu masif juga sistemik melalui aturan dalam merevisi sejumlah undang-undang yang berlaku saat ini, termasuk UU Pers dalam Omnibus Law yang banyak dipertentangkan dan menuai polemik.
“Pers bukan cari perhatian , kita fokus terhadap apa dan bagaimana perjuangan ini terukur secara konseptual, konstruktif dan elegan.” terangnya.
Kembalikan Marwah Kemerdekaan Pers
Untuk meraih itu semua, Ozzy menegaskan, dibutuhkan langkah langkah cerdas dengan mengkanalisasi zona-zona pergerakan dengan berbagai kemampuan, yang pada akhirnya bermuara pada titik centrum, yaitu mengembalikan kemerdekaan pers pada titah jatidiri yaitu, ‘Pers Perjuangan’ dan ‘Pers Perlawanan’.
Menurut dia, perjuangan terhadap hak asasi manusia “Natural Rights” yang telah diberikan oleh sang pencipta Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, sesuai Pancasila dan amanah konstitusi UUD 1945 dan perlawanan terhadap ketidakadilan, kebodohan dan kemiskinan.
“itulah (seharusnya) wajah pers Indonesia dalam perjalanan pers nasional, baik pra kemerdekaan hingga berhasil merebut tirani kekuasaan kolonial alumnus penjajah,” katanya.
Dituturkan, perjalanan politik bangsa ini telah tuntas dibayar mahal oleh darah, keringat dan air mata, dimana pers juga bagian yang tidak terpisahkan, Pers seorang Pejuang sekaligus tokoh pergerakan yang terbukti banyak memberikan andil atas merebut kemerdekaan Republik Ini.
Namun sayangnya, lagi-lagi pers bungkam menjadi tuna daya, terpasung, diberangus dan dikebiri baik dimasa Orde Lama (Or-la) dan diperparah lagi pada masa Orde Baru (Or-ba), Pers sudah terkooptasi system kekuasaan sehingga negara menjadi aktor dominasi. Faktor determinan dengan dalih stabilitas negara, kini sejarah terulang kembali karena Revolusi mental menjadi dangkal di era rezim minim akal ini.
“Bahwa, Pers, Seniman, Kaum Cendikiawan, intelektual, ahli fikir, Ustad, Kyai, Alim Ulama, Rakyat Jelata jika mengkritik dianggap provokatif, sesat dan tidak waras alias tidak memilki akal sehat. Karena yang dianggap memiliki akal sehat hanya militeristik sebagai bentuk pengejawantahan dari sapto pandito ratu yang mulia, penguasa orba kala itu.” terangnya.
Lahirnya Majelis Pers
Dia kembali menjelaskan, akumulasi umat pers meledak, beriring persamaan nasib rakyat yang ingin adanya perubahan, yaitu revolusi hanya takut diucapkan hingga malu reformasi dikumandangkan.
Menurut dia, Majelis Pers lahir dari rahim reformasi, yang turut membidani kelahiran Dewan Pers independen, sesuai amanah UU No.40 thn 1999, yang dilegalisasi DPR RI sebagai buah pemikiran para pejuang Pers reformis yang telah merumuskan RUU Pers, reformasi bertujuan untuk mengembalikan akal sehat dari segala bentuk tirani kekuasaan stereotip seperti sajarah Pers masa masa sebelumnya.
“Saya tidak bernostalgia apalagi romantisme, namun sekedar mengingatkan yang lupa akan ingatannya untuk sadar dan kembali ke jalan yang benar, setidaknya menjadi bahan renungan dan agar tidak melupakan sejarah.” tandasnya.
Hari Kemerdekaan Pers
“Selamat hari kemerdekaan Pers ke 22 Tahun, Tanggal 22 Mei 1998-22 Mei 2020. Satu Hati, Satu Rasa Untuk Pers Indonesia,” pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, Ozzy Sulaiman Sudiro SH MSc, Ketum KWRI sekaligus Sekjen Majelis Pers (MP) berharap semoga para pekerja Pers dan Masyarakat Indonesia tetap sehat lahir bathin menggunakan akal sehat di tengah pandemi Covid-19 dan keperihatinan bangsa dan negara.
“Sekaligus Mohon Maaf Lahir-Bathin Selamat hari Raya Idul Fitri 1 syawal 1441 H/ 2020.” kata Ozzy.
“Apabila dalam tulisan ini mengusik alam sadar untuk tujuan yang benar walau hanya segelitir orang.tetap semangat untuk berjuang kita kita-lah benteng terkhir keadilan Rakyat, untuk menjaga melindungi keutuhan Negeri, yang harus terus menerus menyuarakan kebenaran, agar terpenuhi rasa keadilah hakiki dalam Persfektif Pers sebagai Pilar Demokrasi.” demikian Ozzy Sulaiman Sudiro SH MSc, Ketum KWRI sekaligus Sekjen Majelis Pers (MP).
Sumber : PERS BERDAULAT