LEBONG, BEO.CO.ID – Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Lebong, Erik Rosadi, SSTP, M.Si, melalui Kabid Pendapatan BKD Lebong, Monginsidi, S.Sos, menerangkan, khusus pajak reklame berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Dia menjelaskan, di paragraf 11 di pasal 60 ayat 3 yang dikecualikan objek pajak reklame salah satunya di poin E reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial.
“Sudah barang tentu, dikeluarkannya UU nomor 1 tahun 2022 (HKPD) pada UU nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tidak menyebutkan pengecualian untuk kegiatan politik, partai atau calon legislatif, calon pemilihan kepala daerah itu tidak bisa dipungut lagi pajak reklame,” terang Monginsidi, (6/5) lalu.
Tentu dibedakan, Monginsidi menyebutkan, jika dia (Red – baliho bakal calon / balon DPD RI Dapil Provinsi Bengkulu, Elisa Ermasari, S. Mn) ditempat disediakan oleh pemerintah adalah sewa baliho, bukan dikenakan pajak tapi dikenakan retribusi sewa tempat pasang baliho (biliboard).
“Pasti itu bayar didepan, perhitungannya berdasarkan lebar, tempat, memiliki perhitungan sendiri yang disediakan pemerintah, ada 5 titik yang disewa berkisaran 9 juta untuk 5 bulan, didepan Kejaksaan, didepan Rumdin (Red – Rumah dinas Bupati Lebong), Talang Ulu, di Tes dan Puskemas Muara Aman,” jelasnya kepada wartawan media ini.
Monginsidi juga menegaskan, bahwa di 5 titik biliboard baliho yang terpasang wajah Elisa Ermasari tidak dikelola oleh pihak ketiga langsung dikelola oleh Pemkab Lebong. Dan dia juga menuturkan, untuk sewa – menyewa itu urusannya ke Kominfo-SP Lebong sudah koordinasi kesana baru bayar kesini (Red-BKD Lebong).
“Untuk hitungannya, berdasarkan sudut pandang, nilai jual objek baliho dan ada rumusnya di aplikasi kami,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Kominfo – SP) Saprul, SE yang berhasil dibincangi oleh media ini disela kesibukannya akan mengikuti sosialisasi pengendalian gratifikasi di lingkungan pemerintahan kabupaten Lebong, saat ditanya soal pemasangan baliho di 5 titik biliboard diwilayah kabupaten Lebong.
“Bukan kami yang pasang, kami tidak tahu siapa yang memasang, pihak kami hanya memasang baliho kegiatan pemerintah daerah, soal baliho itu kami tidak tahu,” singkat Saprul enggan berkomentar lebih jauh.
Media ini belum berhasil mengkonfirmasikan ke pihak KPU Lebong dan Bawaslu Lebong, ketika di hubungi kantornya, 3 Juli 2023 seluruh aktor penyelenggara Pemilu sedang tidak berada ditempat. “komisioner di Jakarta belum pulang,” sampai salah satu pengawai Bawaslu Lebong. Dan sebaliknya hal senada juga disampaikan, Satpam (security) KPU Lebong, “komisioner tidak masuk masih di Jakarta kini belum pulang,” bincangnya kepada media ini. (Eluban RI/Sbong Keme)
Baca Juga :
- Perintahkan Camat & Pjs Kades Pasang Baliho Balon DPD – RI, Bupati Lebong Diminta Tak Jatuhkan
- Patrice Rio Capella Minta Bupati Kopli, Tak Remehkan Warning KPK – RI
- MT II Dikritik, Ini Kata Kadis Perkan Lebong
Dikutip dari laman resmi siak.bawaslu.go.id
Beda Dengan KPU, Bawaslu Bolehkan Bakal Caleg Pasang Spanduk Untuk Sosialisasi Begini Penjelasannya
Bawaslu Siak – Merujuk dari Aturan Perundangan-perundangan tentang Pemilu tepatnya Undang-Undang 7 tahun 2017 dapat dijelaskan bahwa yang disebut dengan Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
Dengan demikian, Pernyataan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja yang memperbolehkan warga yang mengaku bakal caleg untuk memasang spanduk sosialisasi dirinya jelang masa kampanye Pemilu 2024 tentu sah-sah saja.
Dihimpun dari Media Online KOMPAS.com, Hal tersebut diungkapkan Bagja saat menghadiri Agenda Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Buruh pada Senin (16/1/2023) di Hotel Ciputra, Jakarta.
“Yang jelas, Bapak dan Ibu boleh pasang spanduk tidak? Boleh. Bapak/Ibu boleh pasang foto tidak? Boleh,” kata Bagja.
Menurut dia, para bakal caleg hanya perlu memperhatikan aturan ketertiban di daerah masing-masing dalam hal pemasangan spanduk dan alat peraga lainnya.
“Kami harapkan Bapak/Ibu menikmati sebagai calon untuk melakukan sosialisasi dan nanti 28 November kampanye. Masak Bapak/Ibu mau kita diam-diam saja sekarang? Saya enggak mau,” kata Bagja.
“Kami untuk sosialisasi dipersilakan semua,” ujar dia. Bagja bahkan mengungkapkan bahwa para bakal caleg juga diperkenankan melakukan sosialisasi di tempat-tempat umum, kecuali rumah ibadah dan tempat pendidikan.
“Boleh nggak Bapak/Ibu sosialisasi di pasar? Boleh-boleh saja. Boleh enggak Bapak/Ibu buat pertemuan? Silakan yang penting izin keramaiannya diurus ke kepolisian, ke Bawaslu untuk pemberitahuan,” kata dia.
Ia juga tak mempermasalahkan seandainya kader partai politik tertentu memasang atribut partai politik di rumahnya masing-masing meskipun tampak mencolok, semisal bendera. Batasan bagi sosialisasi ini, yang membedakannya dengan kampanye, menurut dia, hanya dalam ajakan memilih.
Bagja menegaskan bahwa ajakan memilih merupakan ciri utama kampanye, sehingga selama sosialisasi para bakal caleg diminta tidak memasukkan ajakan memilih.
“Namanya sosialisasi mengajak atau tidak? Tidak,” kata Bagja.
Namun demikian, Bagja mengakui bahwa ketentuan resmi terkait sosialisasi ini masih dibicarakan bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, untuk nantinya disusun lewat peraturan/surat keputusan KPU RI.
Ia mengaku sedikit berbeda pendapat dengan KPU RI dalam hal rambu-rambu sosialisasi peserta pemilu ini. Sebelumnya, KPU RI ingin melarang siapa pun mendaku sebagai caleg sebelum penetapan caleg. Hal ini termasuk larangan memasang alat peraga “sosialisasi” walaupun tanpa ajakan memilih.
“Kalau ada orang wallahu’alam statusnya, apakah jadi calon atau tidak, lalu pasang fotonya dan namanya dengan background tanda gambar partai dengan menyebut misalkan ‘Saya calon DPR’ atau apa begitu ya, pusat atau kabupaten/kota dari partai ini atau itu,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari kepada wartawan.
“Itu belum boleh karena belum saatnya. Kenapa? Kan pendaftaran calon saja belum, bagaimana dia bisa menyebut dirinya sebagai calon?” kata dia. Hal yang sama, kata dia, berlaku untuk orang-orang yang mendaku capres-cawapres.
“Pencalonan presiden itu dijadwalkan masih pada bulan Oktober 2023. Jadi sekarang ini belum ada yang namanya capres,” ujar Hasyim. Menurut dia, sosialisasi ini dibatasi. Parpol hanya boleh menampilkan gambar partai, nomor urut, dan visi-misi.
“Misalkan nanti daerah tertentu visinya tentang pertanian dan didaerah lain tentang pendidikan. Nah itu boleh,” ujar Hasyim. Lalu, sosok yang dapat tampil dalam “sosialisasi” semacam ini hanyalah ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik untuk kepengurusan tingkat pusat. Baca juga: Jelang Pemilu 2024, maka hanya ketua dan sekretaris yang boleh tampil.
“Karena Beliau-beliau lah sebagai personifikasi partai yang akan mendaftarkan kepada KPU, supaya publik tahu bahwa Beliau-beliau ini adalah pimpinan partai politik yang akan menandatangani dokumen pencalonan yang akan diantarkan kepada KPU,” kata dia.
Sosialisasi ini, menurut Hasyim, dapat pula dilakukan di media sosial tak berbayar, tetapi dilarang dilakukan di media elektronik, cetak, atau siar. “Yang dilarang atau tidak boleh adalah ajakan. Tidak boleh (menyebut) ‘Pilih partai kami’, namanya partai apa, nomor apa, itu juga belum boleh. Karena salah satu esensi kampanye adalah ajakan memilih dirinya. Sekarang ini belum saatnya kampanye,” kata dia. (***)