Menghebohkan jagat raya, seontara Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah, (Propinsi Jambi), apa lagi Negeri Sakti alam Kerinci, sebutan lain Kabupaten Kerinci, pelaku dugaan korupsi lebih 50 orang Pimpinan dan anggota DPRD Kerinci, bernasib baik belum tersentuh hukum? Benarkah mereka tidak terlibat, dan belum tersentuh Hukum???
Hebohnya, sejak keberhasilan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, Jambi mengungkapkan kasus tunjangan jabatan DPRD Kerinci untuk sewa rumah dinas (Rumdis), setiap anggota dan pimpinan yang dicairkan dari tahun 2017 s/d 2021, dalam keterangan Pers Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, beberapa waktu lampau menyatakan kerugian Negara Rp4, 9 miliar.
Dalam pencairan dan tunjangan rumdis itu, untuk Ketua Rp. 9.3 juta/ bulan, Wakil Ketua Rp. 8.2 juta/ bulan dan anggota Rp. 7 juta perbulan. Tak heran kerugian Negara menurut catatan penyidik menjadi Rp. 4, 9 miliar. Dasar hukum yang dipakai Peraturan Bupati (Perbup) Kerinci No.20 tahun 2016 maka uang tunjangan lebih itu bisa dicairkan oleh pimpinan dan anggota DPRD Kerinci, selama 5 tahun.
Kita perlu sedikit merunut (membaca kilas baliknya) sebelum kasus ini di sidangkan di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi ditahun 2023 ini.
Kerja keras Tim Penyidik Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, berhasil mengungkap secara terang benderang dari tahun 2022 lalu. Dan penyidik Kejaksaan Negeri Sungai Penuh menetapkan tiga tersangka Adli Mantan Sekretaris Dewan Kerinci, Benny mantan PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) dan Loly, dari Kajian kantor KJPP.
Kerugian yang disebutkan Rp. 4, 9 miliar telah diumumkan terbuka oleh pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, kepada masyarakat luas, melalui keterangan persnya, (terbuka dan transparan), tidak yang ditutup-tutupi?.
Uniknya Pimpinan dan anggota DPRD Kerinci, baik yang masih aktif maupun mantan dari periode 2014-2019, yang diketuai Arfan Kamil dan anggotanya serta DPRD Kerinci periode 2019-2024, sepakat mengembalikan kerugian Negara tersebut, artinya diakui mengambil (mencairkan) dana tunjangan diduga melebihi jumlah yang seharusnya.
Bahkan DPRD Kerinci melalui Ketuanya Edminuddin Cs mengambil inisiatif mengembalikan, “uang korupsi itu, justru lebih dari yang diumumkan pihak kejaksaan setempat” dengan kata lain, “tidak merugikan negera” menurut versi mereka?
Mereka hanya menikmati sementera, sepanjang belum terbongkar. Kasus ini selain menjadi sorotan masyarakat Pers, juga menjadi sorotan masyarakat Kerinci, bahkan menggelinding dari mulut kemulut diwarung-warung kopi, dan masyarakat miskin, didusun dan kampung dampak percepatan informasi.
Singkat cerita kasus ini, bergulir kesidang tindak Pidana Tipikor PN Jambi, sejak beberapa bulan lampau ditahun 2023. Dan menjadi sorotan Pers, local dan nasional.
Tepatnya, 2 September 2023 lalu, sebuah Mediaonline Siasatinfo.co.id, pimpinan Jamris Montavia, menulis dan mengkritisi putusan Majelis Hakim Tipikor PN Jambi. Berikut petikan dan kutipannya.
Pasca Vonis 3 Terdakwa, Pimpinan DPRD Kerinci 2017-2021 Penikmat Tunjangan Rumdis, Diminta Diusut Kejaksaan
Pasca Vonis Pengadilan Tipikor Jambi tentang Korupsi Rumah Dinas Anggota dan Pimpinan DPRD Kerinci tahun anggaran 2017-2021 lalu, kini merebak penikmat ataupun penerima uang tunjangan Rumdis yakni, DPRD Kerinci mulai disorot publik seperti melenggang diatas vonis Majelis Hakim Tipikor Jambi terhadap 3 Terdakwa.
Anggota dan unsur Pimpinan DPRD Kerinci kini diminta diusut kembali, sebab mereka dianggap penerima uang tunjangan Rumdis malah terkesan kebal hukum tanpa mampu dijerat ke kursi pesakitan.
Berkaca dengan kasus suap ketuk palu anggaran pada kasus Zomi Zola selaku Gubernur Jambi, setelah Zomi Zola di Vonis Majelis Hakim Tipikor, semua anggota Dewan dan Pimpinan yang terima uang di seret Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Harusnya penikmat atau penerima uang tunjangan perumahan dinas pimpinan dan anggota DPRD Kerinci juga diusut secara hukum oleh penyidik Kejaksaan Sungai Penuh.
“Karena tiga terdakwa sudah terbukti sebagai pemberi uang yang juga menguntungkan anggota dan pimpinan DPRD melalui tunjangan Rumdis.
Pertanyaannya, kenapa pasca putusan hakim Tipikor Jambi, pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh belum melakukan pemeriksaan terhadap DPRD Kerinci sebagai penerima,”tandas Zoni Aktifis senior kepada Siasatinfo.co.id, Senin (11/9/2023) pukul 12:15 WIB.
Ditambahkan Zoni, bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus di pidananya pelaku tindak pidana korupsi, sesuai dengan pasal 2 dan 3, undang-undang nomor 31 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2021.
“Saya berharap pihak Kejaksaan mampu menjadikan tersangka baru terhadap kasus dugaan korupsi Rumdis DPRD Kabupaten Kerinci.
Mereka yang terlibat dalam unsur pimpinan DPRD pada tahun 2017-2021, diduga ikut menggodok Peraturan Bupati (Perbub) sekaligus sebagai penerima tunjangan Rumdis,”tegas Zoni Irawan.
Terhadap 3 Terdakwa sudah terbukti bersalah merugikan Rp.4,6 Miliar uang negara di kasus Rumdis DPRD Kabupaten Kerinci yang akhirnya mendapatkan vonis ringan dari Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi.
Padahal ketiga terdakwa terlibat langsung korupsi tunjangan Rumah Dinas (Rumdis) pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci tahun anggaran 2017-2021dan terbukti merugikan keuangan Negara pada sidang yang digelar Jum’at 01 September 2023.
Majelis Hakim Menjatuhkan vonis Kepada 3 terdakwa masing-masing, Adli mantan Sekwan DPRD Kerinci divonis 1 Tahun 2 Bulan, Beni Staf Sekretariat DPRD 1 Tahun 2 Bulan dan Lolli yang mengakui pihak ketiga dari KJPP 1 Tahun dan denda 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sungai Penuh yang sebelumnya menuntut terdakwa, Adli 2 tahun 6 bulan, Beni 2 tahun 6 bulan dan Loli 1 tahun 6 bulan.
Menurut keterangan Kuasa Hukum Beni mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan musyawarah bersama tim kuasa hukum lainnya. Sementara Adli mengatakan banding.
“Adli mengatakan banding, Beni dan Loli masih pikir -pikir,” kata Oktir Nebi kepada awak media Sabtu, (02/09/2023).
Terkait uang titipan dari pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci senilai Rp. 4,6 Milyar yang sebelumnya dititipkan di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh disita oleh Negara.
Selain vonis 1 tahun 2 bulan denda 50 juta subsider 1 bulan, terdakwa Adli juga membayar uang pengganti sebesar 300 juta rupiah, tentu saja dengan vonis ini menimbulkan pertanyaan miring dari publik.(Ded/Al/Red), dikutif kembali.
Untuk lebih jelasnya kami kutif, UU No.31 tahun 1999, yang terkait dengan tindak Pidana Korupsi, sebagian pasal yang diperlukan:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945;
b. bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi;
c. bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, karena
itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang yang baru tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA- 2 – BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2. Pegawai Negeri adalah meliputi :
a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian;
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuang negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 2
- Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA-3-(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 4 Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian Negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 30, dikutif kembali cukup jelas dan terang.
Namun demikian keputusan majelis Hakim menetapkan putusannya lebih rendah dari tuntutan jaksa kewenangannya hakim, entah pertimbangan apa?. (***)
Penulis / Editor : Gafar Uyub Depati Intan.