- Asal Nama Dharmasraya
Oleh: San Akuan
Pagi itu, selepas shalat subuh bersama di Masjid di area Sikabau Kabupaten Dharmasraya Provinsi Sumatra Barat. Sambil mengajak sarapan pagi bersama di kedai sarapan pak Wit di simpang Sikabau, Azwir Datuk Rajo Malano (67) atau lebih akrab di sapa dengan Buya Malano bertutur kepada jurnalist Bidik07 Elang Oposisi.
Beliau menyampaikan kekhawatirannya perihal kurangnya minat generasi muda untuk mengenal sejarah daerah dan bangsanya.Lalu dari bibir sang Buya pun mengalirlah cerita tentang asal kata Dharmasraya.
Bermula di abad ke – 7,ketika armada laut dari kerajaan Chola (Bangladesh saat ini) berlayar menuju ke pulau sumatera untuk menyerang kerajaan Sriwijaya yang kala itu di pimpin oleh raja SamaraTungga dari dinasty Syailendra yang gaungnya sampai ke daratan Asia.Jauh mereka mengangkat jangkar dari teluk Benggala dengan maksud menyerang Sriwijaya.
Namun karena kurangnya pemahaman geografis, yang di awalnya mereka ingin menuju muara sungai Musi di Palembang, yang terjadi adalah mereka justru masuk ke selat Berhala di Muara Sungai Batanghari Jambi (sekitar muara Sabak dan Kuala Dendang).
Dalam perjalanan rombongan pasukan kerajaan Chola tersebut,yang menyusuri menuju hulu sungai Batanghari.Hingga sampailah mereka di Teluk Kayu Putih sekitar daerah Tujuh Koto sekarang.
Mereka memasuki daerah suatu kerajaan yang bernama Swarnabhumi.Pasukan Chola yang minim pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan di pulau sumatra kala itu menyangka Swarnabhumi adalah Sriwijaya yang mereka tuju.
Hingga pasukan Chola pun menyerang sekelompok kecil pasukan kerajaan Swarnabhumi yang bertemu mereka di aliran sungai Batanghari.
Kelompok kecil pasukan kerajaan Swarnabhumi tersebut sebenarnya sedang dalam perjalanan untuk memberi pengawalan terhadap Pasukan dari kerajaan Singhasari dari Pulau Jawa yang sedang melakukan ekspedisi Pamalayu yang merupakan rombongan tamu kerajaan.Pasukan Ekspedisi Pamalayu di pimpin oleh Panglima Wiswarupakumara yang menginap di Balai Raja, yang merupakan tempat kerajaan Swarnabhumi menerima tamu-tamu dari kerajaan lain. Balai Raja tersebut berada di sekitar utara pasar Rimbo Bujang saat ini.
Kembali kepada serangan salah sasaran pasukan kerajaan Chola terhadap kelompok pasukan kerajaan Swarnabhumi, karena kalah jumlah pasukan kerajaan Swarnabhumi terdesak hebat dan mundur menuju Balai Raja, yang saat itu pasukan dari Ekspedisi Pamalayu kerajaan Singhasari sedang menginap.Pasukan kerajaan Chola terus mengejar mereka hingga sampai Balai Raja di utara pasar Rimbo Bujang saat ini.
Pasukan Ekspedisi Pamalayu yang terdiri dari para prajurit pilihan dan terlatih, membantu tuan rumah. Keadaan pun jadi berbalik 180 derajat, pasukan Chola tercerai berai karena mendadak kalah jumlah dan kelelahan karena telah bertempur sebelumnya dengan pasukan Swarnabhumi.
Terpecahlah pasukan kerajaan Chola, sebagian kecil melarikan diri menuju hulu sungai Batanghari, sebagian kelompok yang lebih besar melarikan diri ke arah Ibul, ada pula yang mengikuti anak sungai Batanghari dengan menyusuri sungai Batang Timpeh dan Panyuberangan.
Ada yang berhenti dan bersembunyi di sekitaran Panyuberangan. Lalu sisa kelompok yang lebih besar yang menuju Ibul terus di kejar oleh gabungan pasukan Swarnabhumi dan ekspedisi Pamalayu dari Singhasari, sampai ke daerah Air Molek di hilir Pranap atau utara daerah Ibul.
Yang masih selamat terus di kejar hingga daerah Lirik, bertahan di sebuah pulau delta di Muara Sungai Kampar di teluk Meranti saat ini di provinsi Riau. Daerah sekitar delta tempat sisa pasukan Chola bertahan itulah yang saat ini di sebut Pelelawan. Berasal dari kata “Pulau Lawan”.
Sedangkan sisa pasukan Chola yang menyelamatkan diri menuju hulu sungai Batanghari sampailah mereka di sekitar Pulau Panjang. Berhenti di sana untuk sementara waktu, hingga ketika mereka merasa keadaan telah aman menghilirlah mereka menyusuri kembali sungai Batanghari. Sampai di daerah Sitiung, mereka berhenti untuk mencari tambahan bekal.Tepatnya di daerah Siguntur mereka menepi.
Saat itulah mereka melihat banyak jejak telapak kaki yang banyak di atas pasir di tepian sungai Batanghari.Maka berteriaklah mereka DHARMAS!!! DHARMAS!!!RAYA!!!!RAYA!!, yang dalam bahasa Bengal Chola DHARMAS berarti telapak kaki dan RAYA berarti Banyak. Jadi Dharmasraya berarti Telapak Kaki yang banyak.
Menurut Buya Malano, sebagian sumber cerita adalah prasasti di Kedukan Bukit, dan sumber sumber catatan sejarah lainnya.
Di akhir kata beliau berpantun; “kalaulah ada sumur diladang, bolehlah kita menumpang mandi….kalaulah ada rezeki di beri umur panjang lain waktu cerita kita sambung kembali..” ujarnya sembari berseloroh ramah tanpa menghilangkan aura bijaksana dari wajah teduhnya.
Bersambung…..