Untuk mencapai Azasmanfaat pembangunan, sebagai tujuan akhir membangun negeri / Negara ini harus didukung dengan sumber daya manusia (SDM), yang mampu (menguasai) dibidangnya, berani jujur dan Konsisten menerapkan teknik (teknologi) dibidang pekerjaan yang digeluti (diawasi)nya.
Tidak menggandakan tugasnya untuk ‘’mencari uang’’ pada kegiatan proyek, missalnya pengerjaan Daerah Irigasi, Jalan, Gedung, dan kegiatan Non fisik lainnya.
Bila SDM yang ditugaskan dibidang Pengawasan, Pengawas, Konsultan Pengawas, Konsultan Pengawas dan Perencanaan, berkolaborasi dengan rekanan kontraktor (pemilik perusahaan) bersama-sama mencari keuntungan dalam kegiatan pengawasan, akan membahayakan hasil pembangunan yang dicapai azasmanfaatnya.
Boleh saja terjadi Nepotisme (kekeluargaan), teman dekat dan atau koleha, syaratnya memiliki kemampuan yang kuat dibidangnya, (mampu) dan professional, sekaligus dengan dukungan komitmen, artinya berani jujur menerapkan ketentuan dan teknis berlaku.
Dan nepotisme yang dilarang tidak punya kemampuan dibidangnya, tidak pula konsisten dalam bekerja melakukan pengawasan. Ternyata, usut punya usut, SDM (aparat) yang dintujuk, karena keluarga dekat oknum pejabat Bupati, Walikota, Gubernur dan bahkan Presiden.
Jika pengawas lapangan, PPTK (Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), SDM (aparat) yang ditunjuk oleh dinas terkait tidak memiliki kemampuan dibidangnya sangat mudah dibohongi kontraktor yang memiliki tenaga ahli dibidangnya.
Jika pengawasan oleh dinas dan instansi teknis tidak konsisten menerapkan teknik (teknis) yang diperlukan dalam pelaksanaan pengerjaan suatu kegiatan pembangunan (proyek), akan berdampak besar terhadap mutu pekerjaan yang tidak berkualitas, jika ini terjadi akan merugikan anggaran Negara/ daerah yang dikucurkan setiap tahun anggaran.
Patut diduga ‘’terjadinya pencurian volume fisik’’ dilapangan, sehingga terjadi Korupsi atas nilai kontrak yang telah disepakati antara pemerintah (dinas dan instansi) yang diberi tanggungjawab mengelola fisik dan keuangan Negara yang dipercayakan pada OPD (Organisasi Perangkat Daerah), masing-masing akan menghancurkan recana umur bangunan, yang seharusnya bisa, 2, 3, 5 sampai dengan 10 tahun menjadi lebih pendek. Banyak ditemukan bangunan berumur pendek, ‘’bak seumur jagung sudah rusak berat.’’
Padahal baru dibangun, rehab dan ditingkatkan. Pada serah terima pertama dan terakhir (FHO), = finishhandover, gagal memberikan azasmanfaat maksimal sebagai tujuan akhir pembangunan, yakni azas manfaat.
Terutama pada pekerjaan Daerah Irigasi (D.I.), Jalan, dua kegiatan ini salah satu sumber kebocoran anggaran Negara melalui APBN (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara) DAK (Dana Alokasi Khusus), dan Dana Alokasi Umum (DAU), bagi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), pada kegiatan (proyek), Propinsi, Kabupaten dan Kota se- Indonesia.
Khusus anggaran APBD, yang langsung mendukung program kerja Bupati/ Kepala Daerah (Pemimpin) terpilih harus memiliki SDM (aparatur) yang kuat, ahli, dan konsisten dibidangnya. Dengan kata lain kepala dinas, kepala bidang, camat kepala wilayah yang ditunjuk oleh bupati/ kepala daerah, walikota dan gubernur harus orang yang memiliki SDM yang mampu dibidangnya masing-masing, sehingga mampu mendukung visi dan misi kepala daerah terpilih.
Dan bukan, karena anak, menantu, ponakan dan istri (AMPI) serta teman dekat, koleha dan atau tim sukses (TKS-Timses), kalau dia (pejabat) tidak punya kemampuan dan keahlian dibidangnya, pelaksanaan (realisasi) Visi dan Misi kepala daerah akan gagal, memenuhi janjinya yang disampaikan pada masyarakat saat kampanye tertulis dan lisan. Apa lagi sudah ditulis, hitam diatas putih dikantor masing-masing.
Contoh, misalnya : Latar belakang dan disiplin ilmu ASN yang menjadi timses terselubung, ketika jagonya terpilih tentu ingin kedudukkan jabatan yang lebih baik. Dan Bupati/ Kepala daerah, walikota dan gubernur Kepala/ Daerah terpilih, setelah dilantik memiliki hak proregatif untuk menunjuk pembantunya, guna menjalankan visi dan misi kepala daerah, membangun daerah yang dipimpinnya harus yang memiliki SDM yang mampu sesuai jabatan yang dipercayakan kepadanya.
Bukan hanya sekedar balas jasa, karena jadi tim sukses atau karena uang. Jadi tidak berjalannya visi dan misi seorang kepala daerah, walikota dan gubernur terpilih, bukan kesalahan pembantunya. Melainkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
Ini terjadi hampir disemua daerah ditanah air kita ini. Karena pejabat yang ditunjuk, tidak ahli dibidangnya. Contoh seorang oknum Bidan menjabat Camat Kepala Wilayah, orang teknik Sipil menjabat pada jabatan Sosial/ politik, dan seterusnya.
Mantan Camat, lulusan APDN menjabat Kepala Dinas PUPR yang sama sekali tidak mengerti teknik dan teknis Bidang Jalan (Bina Marga), SDA (Sumber Daya Air) = Pengairan dan bangunan gedung Perkantoran, sebagai jabatan tertinggi didinas dan instansi terkait, Ia bisa dibohongi anak buahnya sendiri. Dan sulit mendukung pencapaian untuk keberhasilan visi dan misi kepala daerah, guna membangun daerahnya masing-masing.
Kepala daerah terpilih Bupati, Walikota dan Gubernur, pengambil kebijakkan dalam menentukan pembangunan dalam daerahnya, sebagaimana dipubblist dalam visi dan misi, kepala daerah terlantik. Tidak hanya batas menggunakan hak proregatifnya sebagai Bupati, Walikota dan Gubernur pertimbangan ke ilmuan, kejujuran dan konsisten terhadap tanggungjawab, guna mengabdi untuk masyarakat. Bukan mengabdi kepada kepala daerah terpilih.
Jika paradikma berfikir tidak diubah, tetap mengutamakan AMPI, TKS-Timses, maka semakin sulit menjawab tantangan dan memenuhi janji politik yang telah dibakukan dalam visi dan misi seorang kepala daerah terpilih. Misalnya, jika ada kepala daerah terpilih menjanjikan dalam visi dan misinya, ‘’masyarakat bahagia dan sejahtera.’’
Ini visi dan misi yang luar biasa, pertanyaannya, bagaimana merealisasikannya, ‘’mana yang bahagia dan mana sejahtera’’ dari visi dan misi yang dijanjikan itu?. Demikian juga visi dan misi lainnya, bagi kepala daerah terlantik.
Bisnis jabatan/ pengangkatan: Bupati/Walikota dan Gubernur, kepala daerah terpilih, ‘’jangan sampai melakukan jual beli jabatan, untuk memperoleh jabatan bagi ASN sebagai vondasi Negara/ daerah untuk membangun disegala sektor pembangunan selaku pembantu kepala daerah terlantik’’
Dan untuk pengangkatan ribuan para honorer dan honor kontrak, menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), harus menghapuskan segala bentuk pungutan liar, yang nilainya puluhan juta rupiah bahkan ada yang sampai ratusan juta, jika ini terus berlanjut kader yang diangkat sebagai pegawai Negara itu, tidak tertutup akan melakukan hal yang sama saat Ia berpeluang sebagai pejabat (penentu), dalam mengambil keputusan. Bersambung,………………pada edisi berikutnya.