JAKARTA – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia ikut menyuarakan kekhawatiran mereka terkait banyaknya pasal karet yang ada di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mereka pun ikut mendesak pemerintah agar segera merevisi undang-undang tersebut.
“Mendesak pemerintah bersama DPR untuk melakukan revisi UU ITE terhadap pasal karet agar tidak terjadi multitafsir sehingga sejalan lurus dengan asas demokrasi di Indonesia,” ujar Koordinator Pusat BEM SI Remy Hastian, dalam keterangan tertulis, Ahad, 21 Februari 2021.
Remy mengatakan selama ini, pasal karet di undang-undang tersebut banyak menjerat aktivis dan kelompok mitra kritis atau juga pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Padahal, ia menilai seharusnya undang-undang tersebut memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional.
UU ITE, kata dia, juga seharusnya memberi efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, memajukan pemikiran dan kemampuan, serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum.
“Kami mengecam tindakan pemerintah yang menjadikan UU ITE sebagai alat pembungkaman terhadap kritik,” kata Remy.
Selain itu, BEM SI juga menuntut Polri agar lebih selektif dalam menanggapi laporan atau aduan pelanggaran UU ITE dan bertindak tegas dalam penegakkan supremasi hukum di Indonesia.
“Kami juga mendesak Instansi Polri agar segera membebaskan para aktivis dan mahasiswa yang menjadi tahanan pada aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja,” kata Remy.
Kritik terhadap UU ITE ini kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa undang-undang tersebut banyak disalahgunakan. Jokowi pun membuka peluang adanya revisi UU tersebut jika diperlukan.
Reporter: Egi Adyatama
Editor: Amirullah
Sumber : Tempo.co