Kasus dugaan perampokan (Korupsi) uang rakyat Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi, 2017 s/d 2021, selama 60 bulan = lima tahun, melibatkan 50 orang lebih mantan Anggota/ Pimpinan dan anggota-Pimpinan active DPRD Kerinci periode 2014-2019 & 2019-2024, dengan kerugian negara sebesar Rp. 4, 9 miliyar.
Aneh bagi masyarakat awam, tak satupun pelaku penerima uang, anggota dan pimpinan DPRD Kerinci, yang telah menikmati, bersama keluarganya terjerat hukum?, semuanya bebas berkeliaran menikmati segarnya udara Kerinci, terkenal sejuk dan menyenangkan itu ?
Setelah ketahuan oleh Penyidik Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, sejak tahun 2021 atas kerja keras timnya, Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, melakukan Lid dan Dik (Penyelidikan dan Penyidikan), akhirnya penyidik menetapkan tiga tersangka dan ditahan, AD, BN, dan LL.
Masyarakat Kerinci dan Kota Sungai Penuh, sangat mengapresiasi kinerja ekstra keras pihak Kejaksaan, namun bagi masyarakat awam masih terus bertanya-tanya, ‘’kenapa hanya tiga tersangkanya?’’
Soalnya pelaku yang mengambil uang di Bendahara Dewan, para anggota dan Pimpinan DPRD Kerinci mantan serta yang masih active ditanda tangani di Bendahara, atas dasar Peraturan Bupati (Perbup) No. 20 tahun 2016, yang dibuat oleh tenaga ahli tim Bupati Kerinci dan ditanda tangani oleh DR. H, Adirozal, MSi, selaku Bupati Kerinci periode 2014-2019 dan 2019-2024.
Dan untuk penanda tangannya diusulkan oleh Kepala Bagian Hukum (Kabag Hukum), 2017 saat itu, ‘’Zupran, SH. MH, kepada Bupati Kerinci, DR. H. Adirozal, MSi, untuk disahkan dengan menanda tanganinya, agar uang tunjangan bisa dicairkan, dengan dasar Perbup dimaksud.
Dalam Perbup No.20 tahun 2016, yang telah ditanda tangani DR. H Adirozal, MSi, (Bupati Kerinci), dijelaskan nilainya untuk Pimpinan (Ketua) DPRD Kerinci Rp. 9, 3 Juta, Wakil Ketua Rp.8, 2 Juta dan Anggota Rp.7 Juta/ orang dalam perbulan.
Bayangkan jika dikali rata-rata peranggota DPRD Kerinci menerima Rp8 Juta/ bulan, berarti dalam satu tahun dapat menerima uang sebesar Rp. 96 Juta X 5, = 60 bulan X Rp98 Juta X 30 orang, diperkirakan uang rakyat Kerinci yang dianggarkan dalam APBD Kerinci selama lima tahun = lebih kurang Rp14 miliar lebih, untuk diberikan kepada anggota/ pimpinan DPRD Kerinci selama lima tahun.
Pertanyaan pun muncul dari masyrakat awam, apakah dana yang diambil DPRD Kerinci perorang dalam satu tahun sebesar lebih kurang Rp96 Juta/ anggota dewan, pantas atau tidak untuk Sewa rumah, Listrik dan Air, apakah terlalu kecil dan atau terlalu besar dan atau pantas?
Dan apakah Perbup sebelum ditanda tangani Bupati Kerinci DR H Adirozal, MSi, pernah menanyakan, apakah pantas sebesar itu? Apakah sudah sesuai dengan perundang-undangan berlaku?
Dan atau melanggar?. Jika sudah sesuai, tidak mungkin pihak Kejaksaan menjadikan masalah Perbup No.20 tahun 2016 tentang Tunjangan Rumah Dinas DPRD Kerinci menjadi kasus dugaan Korupsi, dan menetapkan tersangkanya.
Dan menetapkan tiga tersangka pada tahap awalnya, Adli, Benny, dan Loly. Kini ketiga sedang melalui proses sidang di PN Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Kota Jambi, pertama, (2/5/2023) dan (9/5/2023) Selasa. Apakah cukup tiga tersangka, kini menjadi terdakwa dan calon penghuni LP?
Sedangkan Pimpinan Dewan dan anggota DPRD Kerinci, baik mantan maunpun yang masih active dan menerima uang, sama sekali belum ada yang jadi tersangka?
Demikian juga pembuat Perbup dan penanda tangan Perbup No.20 tahun 2016, yang disebut dasar pencairan tunjangan rumah dinas DPRD Kerinci, dalam hal ini Bupati Kerinci DR H Adirozal, MSi, bersama pimpinan dan anggota DPRD Kerinci, tidak tersentuh Hukum?.
Pertanyaan ini menggayut dalam pemikiran masyarakat awam yang tidak tahu hukum, tentu saja pantas dinilai wajar ‘’ mereka hanya sekedar bertanya? ’’ Namun, kita (masyarakat) tak boleh berburuk sangka dulu apa lagi menjastis pihak tertentu, kenapa hanya baru tiga terdakwanya?
Kita harus yakin dan percaya, bahwa Jaksa yang ada selaku penyidik dalam kasus ini, adalah orang-orang terbaik dibidang penegakan Hukum, dan kerja keras mereka mengungkapkan kasus ini berjalan sudah lebih kurang dua tahun patut diapresiasi.
Namun tekanan masyarakat awam yang tidak tahu selukbeluk praktik penegakan hokum, ‘’merasa kurang puas, kenapa pengambil, penerima dan pengguna uang tidak ada yang jadi tersangka.
Dan apa lagi pembuat Perbup dan penanda tanganan Perbup, tak tersentuh hukum? Jika tanpa Perbup uang sebanyak itu, dari APBD Kabupaten Kerinci tidak mungkin bisa dicairkan.
Inilah, ‘’awal prahara munculnya pertanyaan dari masyarakt luas’’ mereka berhandai-handai, jika ‘’merampok uang rakyat atau maling dan atau dikorupsi namanya, jika ketahuan dikembalikan tidak diapa-apakan dalam proses penegakan Hukum, apa sudah benar proses Hukum kita?’’
Namun kita tak boleh menjastis apa lagi berburuk sangka dulu, karena prosesnya sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Jambi, bisa ada tersangka baru, bila berkembang dan bisa dibuktikan adanya bukti baru (nofum) baru.
Contohnya kasus Ketuk Palu APBD Propinsi Jambi 2017-2018, setelah Zomi Zola, mendekam di LP Suka Miksin Bandung, dan kini sudah keluar dari tahanan Negara, KPK menangkapi dan menahan satu persatu dan sidang Pengadilan Tipikor Jambi, bisa berkembang terus, berdasarkan keterangan terdakwa dan keterngan para saksi.
Jadi jangan berburuk sangka dulu, dari keterangan dihimpun penulis Opini ini, patut kita apresiasi kerja ekstrakeras Kejaksaan Negeri Sungai Penuh mengungkapkan kasus ini.
Jika tidak, tentu puluhan anggota dan pimpinan DPRD Kerinci melenggang senang mengambil uang tunjangan Rumdis DPRD Kerinci sampai tahun 2024 mendatang.
Menurut Aktivis senior Kerinci Zoni Irawan, dalam artikelnya yang ditulis Gegeronline, menjelaskan perlakuan tindak Pidana Korupsi, walaupun uangnya dikembalikan karena ketahuan maka Pengusutan Tindak Pidnanya (Kejahatan), harus diusut tuntas, (tidak menghilangkan Pidananya) antara lain tulisnya dikutif kembali.
Dalam sidang perdana itu, baru diketahui mereka (pelaku, red) masing-masing diketahui bernama Adli. SH.MH, Mantan Sekwan, (Pengguna anggaran), Benny Ismartha, SH. MH, Mantan PPTK dan Loly Karentina, dari Kantor Jasa Pelayan Publik (KJPP), kini mereka jadi terdakwa dalam sidang Perdana pekan lalu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jambi, Selasa, 02 Mei 2023 sekitar pukul 14: 15 WIB sampai selesai.
Kepada Wartawan, Kejari Sungai Penuh, melalui Kasi Intelijennya Andi Sugandi, SH.MH, menjelaskan, bahwa sidang perdanan terhadap ketiga terdakwa, mendengarkan pembacaan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bidang Pidsus (Tindak Pidana Khusus) Kejaksaan Negeri Sungai Penuh.
Kasus Dugaan Korupsi Tunjangan Rumdis Dewan Kerinci diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa, sehingga mengakibatkan kerugian Negara, kurang lebih Rp 5 Miliar lebih.
Dan atas Perbuatan para terdakwa, diduga telah memenuhi unsur tindak pidana Korupsi dengan Pasal disangkakan pada masing-masing terdakwa: Primair Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor .31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor .31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 18 undang-undang Nomor.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka dapat terancam maksimum kurungan 20 tahun penjara.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; Subsidiair: Pasal 3 Undang-undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan undang-undang Nomor .31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 18 Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang Perubahan undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana dijelaskan diatas. (Sumber SindentNews), diutif sebagian isinya.
Bila terbukti telah mereka melakukan tindakan pelanggaran disangkakan terhadap terdakwa, bila melanggra pasal 2 dapat dijatuhi hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, sedangkan untuk denda setengah dari nilai kerugian Negara serta harus mengembalikan pengganti kerugian sebesar nilai kerugian Negara, jelasnya.
Dalam kasus Tunjangan Rumdis DPRD Kerinci ini yang digelar Selasa (02/05?2023) di Pengadilan Tipikor PN Jambi, bertindak Sebagai Ketua Majelis Hakim Budi Candra Permana,SH,MH dengan anggota Hiasinta Fransisca Manalu, SH, Alfrety Marojajan Butar-Butar, SH dan sebagai Panitera, H. Aristo Mubarak, SH. MH.
“Pada Sidang dengan agenda Pembacaan Surat Dakwaan An. Terdakwa Adli, Benny Ismartha dan Lolly Karentina, sementara Terdakwa Adli dan Terdakwa Benny Ismartha melalui Penasihat Hukum tidak mengajukan eksepsi sedangkan Terdakwa Loly Karentina melalui Penasihat Hukumnya memgajukan eksepsi, sekitar pukul 15.50 Wib . Sidang perdana kasus Tunjangan Rumdis Anggota/ Pimpinan DPRD Kerinci itu berakhir.
“Kejari mengatakan melalui Kasi Intelijen, Andi Sugandi, SH.MH, mengatakan untuk sidang lanjutan, direncanakan akan kembali gelar Selasa (09/04/2023) sekitar pukul 14.00 wib dengan agenda pemeriksaan saksi untuk perkara Terdakwa Adli dan Benny Ismartha dan mendengarkan eksepsi dari Terdakwa Loly Karentina, jelasnya.
Atas nama Negara, kita sudah sepakat menyatakan perang terhadap para Koruptor. Dan tak heran orasi para pendemo menggaungkan dan mendesak pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, menetapkan tersangka baru, yang dilakukan gabungan LSM bersama Petisi Sakti, mereka minta, ‘’tangkap Bupati Kerinci Adirozal’’ dan para pimpinan DPRD Kerinci.
Namun sejauh ini yang ditetapkan, menjadi tersangka dan disidangkan di Pengadilan Tipikor PN Jambi, hanya baru Adli, SH. MH, Benny Ismartha, SH. MH dan Loly Karentina dari Kajian KJPP.
Kerja keras tim Penyidik Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, luar biasa sudah lebih 60 orang saksi yang diminta keterangannya, dan sebagian dari para saksi akan memberikan kesaksian dihadapan majelis Hakim, termasul Jondri Ali Pelaksana Tugas (Peltu) Sekretaris Dewan DPRD Kerinci.
Jondri Ali, diundang untuk menjadi saksi terdakwa Adli mantan Sekwan yang digantikannya, dan diakui Jondri Ali pada Wartawan.
Kasus pengambilan uang tunjangan yang diduga melanggar perundang-undangan berlaku, Jondri Ali, dalam masa jabatannya ditahun 2020 sampai sekarang, diduga ada pencairan dana dimasa Ia menjabat Peltu tahun 2020, karena kasus ini terungkap ditahun 2021, maka kesaksiannya menjadi penting di Pengadilan Tipikor PN Jambi.
Maka kesaksiannya menjadi sangat penting, dalam tugasnya melanjutkan tugas Adli, SH. MH, (kini mantan Sekwan), duduk sebagai terdakwa dikursi pesakitan.
Dan Jondri, bagian tak terpisahkan dari pertanggungjawaban pengeluaran Keuangan dimasa baru-baru menggantikan pejabat sebelumnya, dan baru distop pengeluaran tunjangan rumdis karena ketahuan penyidik, dugaan terhadap pelanggaran perundang-undangan berlaku.
Bagaiamana lanjutan dan penyelesaian akhir kasus ini sampai memiliki kekuatan Hukum tetap yang diputuskan oleh Majelis Hakim Tipikor PN Jambi, mari kita ikuti dan simak dengan jernih, tanpa sak dan wasangka buruk kepada pihak manapun.
TIGA TERSANGKA TIDAK BERKEADILAN :
Indra Wirawan Ketua Umum LSM PETISI SAKTI: Beberapa jam menjelang Opini ini ditayangkan, 11 Mei 2023 (Kamis) sekitar pukul 10: 27 WIB, ia mengirimkan pandangannya seputar kasus tunjangan rumah dinas DPRD Kerinci, diduga melibatkan banyak pihak ‘’Pimpinan dan anggota DPRD Kerinci, mantan dan yang active, sangat disayang hanya tiga orang ditetapkan jadi tersangka oleh pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, ini tidak berkeadilannya, tegasnya?’’
Dijelaskannya, dari pandangan kita, tidak cukup hanya tiga orang tersangka atas kasus tunjangan rumdis DPRD ini, karena tidak ada keadilan, yang menikmati, yang menerbitkan perbup tidak tersentuh sama sekali itukan tidak profesional jadinya, maka dari itu kita berharap pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) melihat lebih dalam tentang kasus ini, karena terjadinya kerugian negara atau kelebihan bayar itu berakar dari perbup tersebut.
Dan kita juga mendesak JPU agar tidak tebang pilih dalam menangani kasus ini, Bupati Kerinci harus bertanggung jawab sepenuhnya, bukan cuci tangan pakai sabun, jelas Ketua PETISI SAKTI, kepada penulis Opini ini.
Sebelumnya, Rabu (10/ 5/ 2023) dihubungi secara terpisah, Ia sambil bergurau mengatakan, dalam cerita panjangnya telah menguraikan, ‘’Jika maling atau rampok uang rakyat, ketahuan bisa dikembalikan tanpa sangsi Hukum, enak sekali jadi maling di Kerinci, seraya tertawa lebar dan senyum sum-ringah, pada penulis Opini ini’’ kita harapakan Jaksa, terus mengembangkan kasus ini, dan menetapkan tersangka baru. (***)
Penulis putra ASLI KERINCI, Pempred BEO.co.id, yang juga menjabat Ketua DPD-KWRI (Dewan Pimpinan Daerah Komite Wartawan Reformasi Indonesia) Propinsi Begkulu, Pengamat masalah Kemiskinan pedesaan dan kaum marjinal Perkotaan.