Pembangunan gedung Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, (STAIN) di Kelurahan Dusun Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Prop. Bengkulu tahun anggaran 2018, sudah lima tahun terbengkalai, ‘’bak rumah tak bertuan’’ menghabiskan dana dengan total nilai anggaran Rp32 miliar, tiga oknum pelaku (koruptornya) sudah berada dibalik terali besi, sejak 13 Januari 2021 silam sampai sekarang.
Pembangunan Gedung Akedemik STAIN Curup itu, tahun anggaran 2018 menghabiskan anggaran Rp 32 miliar itu, bersumber dari keuangan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Dengan pemenang lelang saat itu PT. LAGOA NUSANTARA dengan Konsultan Pengawas PT. Civarligma engineering dan Konsultan Perencana PT. GALIH KARSA UTAMA, dengan nilai Kontrak Rp. 28 miliar. Dengan rincian kontrak Fisik Rp26 miliar atas nama PT. LAGOA NUSANTARA Cabang Bengkulu (saat itu).
Dan Rp4 miliar untuk biaya perencanaannya. Sedangkan Rp.2 miliar, konon kabarnya untuk biaya pengadaan peralatan termasuk untuk laboratorium kepentingan Mahasiswa STAIN. Keterangan dihimpun Tim Catatan yang terabaikan, untuk peralatan belum belum satupun secara resmi pihak STAIN bisa menjelaskan kegunaan dara Rp2 miliar itu sampai saat ini?.
Khusus pekerjaan fisik tahun anggaran 2018 silam itu, dikerjakan PT. LAGOA NUSANTARA, yang mulai bekerja, 10 Agustus 2018 selesai 31 Desember 2018 selama 150 hari kalender kerja, ternyata gagal diselesaikan dan berdasarkan Keppres, boleh dilakukan penambahan waktu selama 50 hari kerja sampai Februari 2019, pekerjaan fisik macet total, hingga mangkrak sampai saat ini.
Lalu muncul pertanyaan dari masyarakat luas, terutama dilingkungan Kampus STAIN Curup, mau diapakan gedung akedemik STAIN tersebut? Kini kondisinya, ‘’bak tugu tua, tanpa makna’’ tak jelas jeruntungan dan kelanjutanya?.
10 Oktober 2022 lalu, tim Catatan yang terabaikan, melakukan Investigasi Reporting (penyelidikan) lapangan bukan untuk produk hukum, melainkan guna menjawab keterangan yang simpang siur sejak kasus itu diusut Polda Bengkulu, yang berakhir di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Bengkulu.
Dengan terdakwanya, (saat itu) Beni Gustiawan, Evi Nopiyanti, dan Bujang Hendri, ketiganya telah dijatuhi Hukuman oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Bengkulu yang menyidangkan. Dan terendah hukumannya ‘’Evi Nopiyanti’’ 8 tahun 6 bulan, dia hanya pemodal dalam kegiatan pembangunan gedung akedemik STAIN Curup, bukan penanggungjawab kontrak.
Sedangkan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Beni Gustiawan, dijatuhi Hukuman 10 tahun 6 bulan kurungan dan Bujang Hendri 12 tahun lebih. Dan ketiganya harus mengembalikan kerugian Negara Rp10 miliar, dengan nilai yang dibebankan berbeda-beda, khusus ‘’Evi Nopiyanti’’ dikenakan Rp2,3 miliar, berarti sisanya tanggungjawab Beni Gustiawan dan Bujang Hendri dari PT. Lagoa Nusantara.
Kondisi riil gedung STAIN yang terbengkali itu, sebagaimana di potret Wartawan Tim Catatan yang terabaikan, 10 Oktober 2022 yang baru lalu, nampak tiang-tiang telanjang menjulang tinggi, pada bagian atas dan bawahnya telanjang (melompong), ditumbuhi rumput-rumput laiar, ini jadi pemandangan tak sedap dan kesan amburadul bagi setiap orang yang lewat didepannya.
Hampir semua pihak ketika ditanyakan tanggapan mereka, terhadap terbengkalainya bangunan akedemik tersebut mereka mengatakan ‘’hanya menyayangkan’’ kejadian tersebut. Dan jangan terulang lagi dimasa-masa mendatang.
Yang jadi pertanyaan, yang masih menggayut dibenak masyarakat dari dana Rp28 miliar,…Rp2 miliar diantaranya katanya untuk pengadaan peralatan yang dibutuhkan, peralatan apa dan untuk apa,…? Karena tidak satupun pejabat resmi dari STAIN yang bisa menjelaskan secara terbuka. Dan untuk apa dixembunyikan?
Beni Gustiawan, harus menjalani Hukuman 10 tahun lebih bersama dua lainnya, dengan waktu dan masa berbeda-beda. Beni, digantikan oleh Gunawan pada tahun-tahun berikutnya, apa yang dikerjakannya dengan sisa dana yang ada secara fisik, juga tidak jelas apa..?
Dan dalam tahun anggaran 2022, dibangun lagi gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa STAIN, dengan PPTK (Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan), mengaku tidak tahu nilai Kontrak dan nama perusahaan yang mengerjakannya sebagaimana diberita BEO.co.id,
Pada tahun 2018 dan 2019, pejabat tertinggi di STAIN Curup ditangan Rachmat Hidayat, dan PPK Kegiatan di Jabat Beni Gustiawan, sangat tertutup kepada masyarakat dan Pers, muaranya menghasilkan pekerjaan yang terbengkalai hingga kini (2022, red). Bagaimana kelanjutannya, belum diketahui. Karena pihak STAIN sendiri, secara resmi belum memberikan keterangan Pers kepada media?.
Dari nilai dana Rp28 miliar fisik dan pengadaan barang yang dibutuhkan itu, khusus fisik dengan biaya Rp26 miliar, kerugian Negara dinyatakan Rp10 miliar, berarti masih ada dana tersisa Rp16 miliar, apakah dana tersebut dilanjutkan pengelolaannya untuk fisik dan atau ditunda/ dihentikan untuk selamanya, sampai Catatan yang terbaikan menurunkan laporan (tulisan ini), belum ada penjelasan resmi dari STAIN Curup?. (***).