KEPAHIANG, BEO.CO.ID – Jalan Kabupaten Penghubung Bandung Jaya–Simpang Air Les, dan Peningkatan Jalan Renah Kurung–Batu Bandung menghabiskan dana Rp.12,7 miliar, tahun anggaran 2020, gagal memberikan azasmanfaat pada ribuan masyarakat petani Desa Batu Bandung, Renah Kurung, dan kawasan Bandung Jaya serta kawasan perladangan (kebun) Kopi Air Les dan sekitarnya.
Masyarakat Desa Renah Kurung, Batu Bandung dan sekitarnya sangat kecewa terhadap kepemimpin Bupati Kepahiang Hidaytullah Syahid, yang menjabat dua periode ini secara ekonomi dalam usaha petani meningkatkan produksi Kopi dan sayur mayur, sangat kesulitan dibidang transportasi antar desa/ kebun wilayah pertanian Air Les dan Bandung Jaya, kata warga kepada tiem Beo.co.id, (6/ 6/ 2022) Senin pekan lalu.
Khusus masyarakat Desa Renah Kurung, selain jalan menuju Desa Batu Bandung, dalam keadaan sangat buruk, dua jembatan belum diselesaikan oleh pemborongnya PT. SMKI, yakni Jembatan Sungai Air Belimbing dan Sungai Air Donok yang berada sekitar lokasi pertengahan Renah Kurung-Batu Bandung.
Khusus jembatan Air Belimbing, baru hanya dipasang kayu-kayu penyangga pengecoran dan jalan sepanjang 7, 6 km hanya ada sebagian yang dihamparkan material tanpa digilas sebagaimana mestinya, kata Daip 73 tahun salah satu petani di Renah Kurung didampingi Aries, 45 tahun Bendahara Desa Renah Kurung.
Warga petani Kopi asal Batu Bandung, dan tinggal di Kota Curup, TN, 40 tahun menjelaskan pada redaksi Beo.co.id, Rabu, 15 Juni 2022, mengatakan ‘’pembangunan dijaman kepemimpinan pak Dayat, berjalan sangat lamban dan yang dibangun, seperti jalan Batu Bandung-Renah Kurung, Bandung Jaya-Simpang Air Les, gagal total tidak bisa dilewati kendaraan roda empat’’ ujarnya.
Setahu kami batu (material) dionggokkan (dikumpul) dan diamparkan berserakkan, nampaknya tidak digilas atau dipadatkan. Buktinya sampai hari ini disekitar Jembatan Air Donok dan Simpang Air Les berserakkan. Jangankan kendaraan roda empat untuk roda dua (motor) sangat sulit, kami harus memakai motor yang tangguh (kuat) seperti tril dan lainnya. Tidak bisa motor yang rendah, jelas nyangkut, bahkan sudah sering sekali jatuh dan terluka, apa lagi membawa beban Kopi, jelasnya.
Selain paket Peningkatan Jalan Bandung Jaya-Simpang Air Les-Batu Bandung-Renah Kurung, juga dibangun Jalan Cinto Mandi-Langgar Jaya-Damar Kencana, menghabiskan dana sekitar Rp.18, 5 miliar. Kini kondisinya sudah hancur total dialiri air apa lagi dimusim penghujan. Diduga, Siring-kiri dan kanan jalan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Dan peningkatan Jalan Pusat Pemerintahan-Barat Wetan, ghabiskan dana Rp.23 miliar lebih, jadi total dana diperkirakan Rp.55 miliar. Khusus Barat Wetan, sedikit lebih baik dibandingkan dua lokasi yang hancur. Dan khusus didua lokasi (paket), tidak bisa dilewati kendaraan roda dua.
Selain buruknya kondisi riil jalan Renah Kurung Batu Bandung-Batu Bandung-Simpang Air Les, sama sekali tidak bisa dilewati kendaraan roda empat, masyarakat setempat terpaksa mengeluar biaya biaya cukup besar menggunakan motor, (kendaraan roda dua) bagi yang sudah ounya, dan bagi yang belum terpaksa menyewa ojek.
Dan akses bagi masyarakat setempat untuk transaksi hasil bumi mereka memilih lari ke Kota Curup yang cukup jauh, setidaknya sekitar 45 km. Ditambah Kota Curup-Kepahing 25 km, lebih kurang 70km. Dan bagi warga yang mau mengurus kepentingan kekantor Kecamatan Muara Kemumu, dari Kepahiang 17 km, berarti sekitar lebih kurang 90km.
Padahal jika jalannya diaspal ke dari Renah Kurung-Batu Bandung, terus ke Kepahiang bisa ditempuh dalam waktu setengah, papar warga mengeluhkan.
Sumber kompeten media ini, menjelaskan untuk membiayai kegiatan 3 paket jalan ekonomi dan pemerintahan tersebut menghabiskan dana Rp. 55 miliar itu, adalah bagian dari pinjaman pada pihak ketiga.
Merupakan hutang dari Pemdakab Kepahiang, dengan bunga 7,9 % pertahun, untuk selama tiga tahun. Dalam pelaksanaanya secara teknis ditangani Bidang Bina Marga (BM) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Kepahiang, Propinsi Bengkulu.
Harus mempertanggungjawabkan pengelolaan kegiatan, bersama kontraktor yang bekerja dilapangan.
Dugaan Langgar Perpres :
Ketua Markas Daerah Laskar Merah Putih, Chairuddin MDK, yang juga pernah menjabat Sekretaris Gapeknas dan Manejer LPJK, (Lembagai Pengembangan Jasa Konstruksi) Provinsi Bengkulu, saat diminta pendapat, Selasa 14 Juni 2022, di Bengkulu, mengatakan:
Jika benar fisik pekerjaan 3 paket Proyek yang dibiayai dana Pinjaman dari PT SMI, bukan dibayar oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, atau PUPR Kabupatern Kepahiang, tapi oleh PT SMI atau Sarana Mandiri Infrastruktur selaku Pemberi Pinjaman, maka Kontrak dengan Kontraktor Pelaksana sebagai Penyedia Jasa melanggar Perpres 16 tahun 2018, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Sementara berdasarkan Pasal 52 Ayat (3) Perpres 16 tahun 2018, PPK dilarang Mengadakan Ikatan Perjanjian atau Menanda tangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia Anggaran Belanja atau tidak Cukup tersedia Anggaran Belanja, yang dapat Mengakibatkan dilampauinya batas Anggaran Belanja, untuk Kegiatan yang dibiayai APBN atau APBD.
“Dengan kata lain, meski ketiga Paket Proyek tersebut sudah tercantum sebagai Kegiatan Dinas PUPR Kabupaten Kepahiang, tetapi jika dananya tidak atau belum tersedia di APBD tahun anggaran 2020, maka Pejabat yang bertanggung jawab atas fisik dan keuangan, apakah itu PPK, PPTK, atau apapun sebutannya, dilarang Menandatangani Kontrak. Itu makna dari Pasal 52 Ayat (3), ujarnya.
“Kita tidak tahu persis, apakah saat penandatanganan Kontrak dengan Penyedia Jasa, yaitu PT Nurangga Brothes, PT Bayu Inti Pelangi, dan PT Sarana Multi Karya Indonesia, dana Pinjaman dari PT SMI yang konon kabarnya sebesar Rp 59 miliar, sudah dicairkan dan dimasukkan ke APBD Kabupaten Kepahiang tahun anggaran 2020, atau belum.
“Jika sudah, ketika fisik pekerjaannya tidak selesai dan Mangkrak, selanjutnya pada tahun anggaran berikut tidak dilelang sebagai dana Silpa, atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran. Pertanyaannya, ada dimana dana tersisa dari fisik pekerjaannya belum atau tidak dikerjakan.
Tetapi jika belum ada di APBD, maka penandatanganan Kontrak melanggar Pasal 52 Ayat (3) Perpres 16 tahun 2018, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,” tegas Chairuddin MDK.
Menjawab pertanyaan tentang PT SMI memiliki aturan sendiri dalam mencairkan Pinjaman, termasuk kemungkinan dicairkan sesuai dengan Capaian fisik pekerjaan di lapangan, menurutnya, boleh boleh saja. Tetapi terkait Pelelangan kegiatan Pemerintah, acuannya mutlak hanya Perpres 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Pasal 2 hurup b Perpres Nomor 16 tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sudah sangat jelas. Ruang lingkup pemberlakukan Peraturan Presiden meliputi Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan Anggaran Belanja dari APBN/APBD, termasuk yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Pinjaman dalam Negeri, dan/atau Hibah dalam Negeri yang diterima Pemerintah/Pemerintah Daerah,” paparnya.
Disinggung pihak yang paling bertanggung jawab atas Pelaksanaan 3 paket proyek yang dibiayai dengan dana Pinjaman dari PT SMI dimaksud. Menurut dia, adalah OPD atau SKPD teknis terkait, dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Kepahiang, yang bertanggung jawab atas Dana maupun Fisik.
Terpisah, sumber resmi yang meminta tidak disebutkan namanya, mengungkapkan, sempat dilakukan Adendum atas ketiga paket Proyek yang dibiayai dengan dana Pinjaman dari PT SMI. Hanya saja, selain dalam Adendum tidak dikenakan denda keterlambatan, berdasarkan temuan BPK Adendum dinyatakan melanggar, karena tanpa sepengetahuain pihak kesatu selaku pemberi Pinjaman, dalam hal ini PT SMI.
Sesuai ketentuan Pasal 56 Ayat (1) Perpres 16 tahun 2016, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Dalam hal penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
Ayat (2), Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan, dimuat dalam Adendum Kontrak yang di dalamnya mengatur Waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan Sanksi Denda keterlambatan kepada Penyedia, dan Perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
Anehnya, melalui Surat tanggal 3 Nopember 2020, Kepala Seksi Preservasi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Kepahiang, Iwan Setiawan ST, membuat semacam Surat yang maknanya Pengunduran Diri.
“Dengan berakhirnya Kontrak Pekerjaan Pembangunan Jalan Paket II Cinta Mandi–Langgar Jaya–Damar Kencana, Nomor: 600/082/2020 tanggal 23 APRIL 2020.
Peningkatan Jalan Kabupaten Penghubung Desa Bandung Jaya-Simpang Air Les, dan Peningkatan Jalan Renah Kurung-Batu Bandung, Nomor: 600/083/2020 tanggal 23 April 2020.
Kontrak Pekerjaan dari tanggal 24 April 2020 s/d 24 Nopember 2020, maka terhitung tanggal 25 Nopember 2020 tidak ada lagi tanggung jawab saya selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk masalah fisik di kegiatan tersebut.” kata Iwan Setiawan ST, dalam Suratnya yang juga ditembuskan kepada Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Kepahiang, Kontraktor Pelaksana dan Konsultan Pengawas.
Dari keterangan dihimpun Jurnalist Beo.co.id, PPTK (Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan), Iwan Setiawan, ST, tidak bisa lepas begitu saja dari tanggungjawab teknis, apa lagi langsung mengundurkan diri tanpa alas an konkriet berdasarkan uu dan aturan yang berlaku.
Karena anggaran yang digunakan pinjaman atas Pemdakab Kepahiang, dalam hal ini tanggungjawab Bupati Kepahiang dan pengelolaan secara teknis diberikan kepada Dinas PUPR Kabupaten Kepahiang, dalam hal ini ada PPTK yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan (SK), maka harus bertanggungjawab dalam pengelolaan kegiatan paket jalan dimaksud.
Laporan : Team Beo.co.id
Editor/ Penulis : Gafar Uyub Depati Intan