Oleh : GAFAR UYUB DEPATI INTAN
Pelaku tindak Pidana Korupsi atau koruptor, (perampok uang rakyat) harus diberi efekjera. Hukuman apa yang pantas diberikan pada perampok-perampok uang rakyat (Negara) ini?. Yang sudah kita lihat, dengar, dari hasil putusan majelis Hakim, dibeberapa pengadilan sekarang disebut Hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) lebih khusus, baru hukuman tertinggi seumur hidup. Sebelum masuk bui pelaku harus diarak dulu ramai-ramai oleh masyarakat banyak dan keluraganya.
Sehingga menimbulkan rasa malu yang luar biasa, dengan harapan aka nada efekjera bagi pelaku, dan bagi oknum lainnya bermental korup takut (malu) melakukan perampokkan terhadap uang anggaran Negara/ daerah, yang bersumber dari pajak dibayar rakyat.
Padahal selama ini sudah ratusan bahkan jutaan pelakunya dikurung diberbagai tempat atau lembaga pemasyarakatan diseluruh tanah air kita ini, namun tak membuat efek jera. Tiap tahun muncul pelaku korupsi dari kader-kadernya yang baru lagi. Kata Amir Syarif, salah satu Wartawan senior di Bengkulu dalam diskusi dengan penulis tentang pelaku korupsi kian mengental ditanah air kita ini.
Apakah perlu sama dengan keputusan-keputusan di Negara-negara lain didunia. Misalnya Hukuman terberat di Arab Saudi bagi koruptor kakap, dikenakan Hukuman Pancung (Kisos),
Di China ditembak mati, Malaysia menerapkan hukuman gantung, Philipina dijatuhkan dari Helikopter, setelah dibawa dulu terbang dengan ketinggian tertentu, Korea Utara ditelanjangi dimasukkan dalam kandang Anjing yang tidak makan lima hari, dan menjadi Santapan Anjing. Nah, yang mana agar ada efekjeranya?
Lima contoh diatas tak mungkin dilakukan di Indonesia, karena selain belum didukung oleh ketentuan UU kita tentang pemberantasan korupsi, jikapun ada dukungan (permintaan) masyarakat Indonesia, harus diubah dulu UU pemberantasan korupsi, dan dinyatakan Hukuman terberat bagi koruptor dengan jumlah tertinggi (terbesar) korupsinya berapa ratus miliar atau triliyunan, dan atau melihat dari modus operandinya, (cara-cara pelaku) merampok uang Negara.
Kalau dipancung, digantung, dijatuhkan dari Helikopter, ditembak mungkin tidak pantas, karena kita (Indonesia) memiliki pedoman bernegara dengan dasar Panca Sila, dan belum ada UU tentang Pemberantasan Korupsi yang mengaturnya. Tapi, jika pemerintah bersama DPR sepakat mengubah undang-undang bisa saja terjadi.
Seperti Hukuman Mati dengan cara ditembak bagi Bandar Narkoba. Itupun mendapat protes dari banyak Negara didunia atau Hak Asasi Manusia (HAM), karena mencabut (menghilangkan) nyawa anak manusia yang berasal dari tuhan tidak dibolehkan.
Dan keputusan hukuman mati bagi Bandar Narkoba, diteken oleh Presiden RI ke 7 Joko Widodo, ini luar biasa. Dan ternyata hasilnya sangat baik terjadi penurunan, walaupun tidak berhenti sama sekali.
Maka dalam kasus korupsi, yang menimbulkan dampak buruk dalam pembangunan Nasional Indonesia, hukuman terberat yang sudah ada hanya baru hukuman seumur hidup, belum ada hukuman mati dengan cara-cara yang dilakukan Negara lain, seperti di Arab Saudi, dipancung (kisos).
Apakah bisa membuat efekjera, bagi hukuman terberat koruptor di Indonesia selain menjalani tahanan fisik seumur hidup, sebelum masuk tahanan ditambah dengan hukuman diarak sepanjang 5 km dengan mengalungkan uang dilehernya di iringi music-musik yang menarik dan dipertotonkan kepada khayak ramai, dan keluarga pelaku diwajibkan menontonnya.
Karena orang melayu (orang Indonesia) punya malu dan bagi koruptor urat malunya sudah putus, dengan cara-cara diarak mungkin akan bisa menimbulkan efekjera, selain ditonton masyarakat banyak dan ditonton oleh keluarganya. Jika pelakunya tidak juga sadar, berarti Ia sudah akrab berteman dengan, “jin, Setan dan Iblis” yang selalu menggoda dan merusak anak manusia termasuk melakukan perampokkan terhadap uang rakyat, hanya untuk bersenang-senang?.
Sehingga bagi aparatur/ Pejabat Negara yang belum melakukan korupsi, akan takut dan jera karena ditonton oleh istri, anak, menantu, Cucu dan ponakannya.
Setelah selesai diarak sepanjang lima kilometer, baru dimasukkan ke penjara (bui) sesuai lama keputusan yang ditetapkan majelis Hakum (Ingrach) untuk menjalani hukuman seumur hidup dan atau kena hukuman lebih ringan 20 tahun 30 tahun, mengembalikan kerugian Negara, harus dikembalikan kekas Negara, tapi tetap diarak ramai-ramai sebelum dibuikan.
Dengan cara diarak terlebih dahulu, jelas akan ditonton oleh anak-anak kecil, usia sekolah sehingga mereka akan takut korupsi, bila Ia menjadi pejabat Negara. Siapa yang korupsi sesuai batas maksimum (tertinggi), akan diarak ramai-ramai oleh masyarakat. Ini jelas sangat memalukan.
Anak kecilpun tahu akibatnya jika merampok uang Negara (korupsi). Kita diarak sepanjang jalan, dan dikalungi uang hasil korupsi jutaan rupiah, sebagai symbol kejahatan yang dilakukannya.
Mungkin ini bisa membuat efekjera? Namun, tentu tak mudah untuk diterapkan, sangat tergantung DPR bersama Pemerintah, mau atau tidak mengubah undang-undang tentang pemberantasan korupsi, terlebih dahulu?
Tentu dengan memasukkan terlebih dahulu ketentuan untuk boleh melakukan pengarakan terhadap pelaku korupsi sepanjang limakilo meter.
Dan pelaku dibolehkan hanya pakai celana pendek, tanpa baju, jika ini dibolehkan dalam ketentuan undang-undang kita tentang pemberantasan korupsi, ini akan menjadi tontonan yang seru dan menarik.
Dan kita harapkan para Seniman musik, seniman lebih banyak lagi menciptakan lagu-lagu tentang korupsi/ anti korupsi, berisi nasehat-nasehat sehingga lagunya menjadi hit dalam mengiringi pengarakan para pelaku korupsi yang telah diputuskan majelis Hakim pengadilan Tipikor.
Dalam pengarakan, pelaku tidak boleh dipukul atau disakiti. Bahkan diiringi musik dengan lagu-lagu menarik bernuansa anti korupsi.
Jika pelaku tidak mau juga sadar, perlu difikirkan oleh pemerintah bersama DPR hukum yang berat seperti yang harus dipikulkan bagi pelakunya kedepan?. Dan bagi oknum pejabat yang belum melakukan perampokkan terhadap uang rakyat, bisa membangun kesadaran dari jiwa masing-masing, menjauhkan diri dari tindakkan jahat itu. Agar tidak diarak masyarakat ramai-ramai, dan mempermalukan keluarga dan keturunannya.
Saat diarak, masyarkat menyaksikan langsung wajah-wajah perampok, yang memperkaya diri, keluarga, anak, istri, menantu, ponakan dari uang jerih payah rakyat, membayar pajak kepada Negara, (uang rakyat). Akan memberikan efekjera. (***).
Penulis mantan Ketua DPD-KWRI Prov. Bengkulu 2004-2007, Pemimpin Redaksi Gegeronline & Bidik07elangOposisi, tinggal di Bengkulu.