Manusia sedikit berjalan lurus, dan cenderung berbuat jahat, dengan powernya mencari keuntungan pribadi, keluarga, kelompok dan koleganya, ditengah pemerintahan dengan cara memanfaatkan wewenangnya (mumpung) berkuasa dibidangnya masing-masing dipakai sebagai jalan pintas memperbanyak pundi-pundi kekayaannya. Itulah, ‘’koruptor”
Melalui praktik KKN (Kolusi, Korupsi & Nepotisme). Kolulusi membangun kerjasama yang rapi antar oknum yang terlibat atasan dan bawahan, karena korupsi tidak bisa dilakukan sendirian, para oknum pelaku bekerja dengan membangun kolusi dulu secara rapi, seolah-olah mereka bersih.
Dalam melaksanakan tugas, para oknum pelaku menggunakan peluang kolusi untuk merampok uang Negara (uang rakyat) guna memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya. Lalu dibangunnya lagi Nepotisme yang kental, agar kasus jarahannya tidak terkuak.
Para nepotis dan kolusi bergerak menghubungi jaringannya untuk memperlambat dan menghentikan kasus, dengan berbagai modus dan alasan, tidak lengkap barang bukti dan tidak kuat keterangan saksi dan lainnnya.
Dan tak heran bertahun-tahun kasus dugaan korupsi tidak berjalan pengusutannya. Dan belum di SP3kan dan masih banyak yang terkatung-katung?
Maka pengawasan ekstra ketat harus dimulai dari atas, pemimpin yang kuat, jujur, berani membersihkan lingkungannya sendiri terlebih dahulu, dan menghancurkan praktik KKN, mulai dari Presiden/ Kepala Negara, Menteri, Gubernur, Bupati dan walikota sampai pada Kepala Desa (Kades).
Soalnya, sejak tujuh tahun silam Pemerintah telah menggelontorkan dana desa (DD) ditambah Alokasi Dana Desa (ADD), yang nilainya miliaran peredesa. Maka jabatan kades sekarang sangat mahal dalam perebutan kursi saat pilkades berlangsung. Karena ada uang yang dikelola, setelah menjabat.
Peluang-peluang emas, bagi oknum pelaku korup, (tends to korups), dilakukan para koruptor, kata Drs. Mirza Yasben, MC.OC.SC Mantan Dosen UNIB Bengkulu, saat dihubungi Rabu sore, (13/9 /2023) dikediamannya Jalan Achmad Marzuki, Kelurahan Air Rambai Kota Curup, Bengkulu.
Bahwa kekuasaan itu cenderung dipertahankan oleh penguasa, karena memang enak berkuasa.
Dan berkalaborasinya para korup itu, dengan melakukan kolusi (kerjasama) dimanfaatkan dengan baik bagi koruptor melakukan kejahatan dengan merampok (mengkorup) uang negara dan berlindung dibawah kekuasaan, semakin kuat dan sulit dijangkau hukum.
Karena semua pihak yang bersekongkol mendapat bagian sesuai perannya masing-masing.
Sangat mudah mengamankan hasil jarahannya, karena berlindung dibalik oknum kekuasaan, dan sulit disentuh hukum seolah mereka paling demokratis, dan mengaku benar.
Era demokrasi, jika kita tidak demokratis kita bisa disebut tidak modern tidak demokratis, padahal demokrasi itu harus terukur dengan kejujuran. Bukan batas membangun kebebasan semata untuk kekuasaan belaka, tegas Mirza.
Situasi ketidak jujuran hanya berbungkus demokratis, seolah-olah benar ini akan membahayakan kepentingan dalam bernegara, membangun kepentingan rakyat tegas Mirza.
Bahwa mereka (para pelaku) korup itu, cenderung mengabaikan kebenaran.
Dan melakukan praktik serakah dan tamak, karena kebaikan yang mereka ciptakan pada pihak tertentu dengan memberi upeti hasil jarahannya, tak lebih tujuannya untuk berlindung termasuk dengan oknum aparat penegak hukum (APH) yang nakal?.
Dengan meminjam istilah pepatah melayu, kita harus berani melakukan perlawanan demi tegaknya kebenaran, “raja alim raja dihormati, raja zolim raja disanggah”
Kekusaan yang zolim, dan kelompoknya yang rakus, maka harus diawasi secara ketat, dilawan, karena mereka tidak pernah takut akan adanya akhirat hari pembalasan, (yang ajaib) mereka tidak percaya itu.
Maka perlakuan biadab para koruptor yang memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya dalam praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), praktik ini sudah lama mengental, dan mengisi dimana ruang-ruang yang kosong, maka harus kita bongkar habis tegas Mirza.
Karena mereka telah berkembang biak, maka untuk melumpuhkannya perlu dilakukan penindakan secara hukum, tegas, terukur, dengan komitmen yang kokoh, oleh aparat yang berwenang.
Dan kita sebagai warga Negara harus membantu aparat penegak hukum, sesuai profesi kita masing-masing dan kemampuan yang dimiliki dengan cara memberikan informasi yang benar kepada aparat penegak hukum.
Dengan tujuan mengungkap secara benar, untuk melibas para koruptor dalam proses murni penegakan hukum dan tidak sama sekali berbau politis (dipolitisir) jelas Mirza.
Dalam negara demokrasi, dan berdasarkan hukum wajib kita jadikan Hukum Panglima tertinggi. Hanya ditangan panglima, penegakan hukum dilakukan, untuk melahirkan rasa keadilan ditengah masyarakat.
Maka calon penglima tertinggi (pemimpin), penting dibaca dan simak secara cermat latar belakangnya, pertama kejujurannya dalam bekerja, kuat berani menolak intervensi dari pihak manapun demi menegakan kebenaran dan keadilan ditengah masyarakat.
Dan kita telah berada dalam tahun politik, memasuki tahun 2024 Pemilihan Umum serentak Pilpres (Pemilihan Presiden) dan Legislatif (Wakil Rakyat) Februari 2024 dan Pilkada serentak pemilihan Gubernur/ Kepala Daerah, Bupati, Walikota pada Nopember 2024 semua itu pemilihan Calon pemimpin, sesuai tingkatan masing-masing, maka masyarakat harus cerdas menggunakan hak pilihnya, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ditangan rakyat.
Maka masyarakat (Rakyat), harus cerdas, baca dan telaah dengan cermat latar belakang para calon pemimpin yang akan dipilih.
Dan hentikanlah politik uang, “membeli dan menjual suara” Hajar Serangan Pajar, dan serangan kejahatan lainnya.
Jika pemimpin terpilih semata menggunakan kekuatan money politic (politik uang), bukan kos politik niscaya negeri ini dipimpin kembali oleh calon-calon koruptor baru, tegas Mirza.
Karena kemenangan diperolehnya semata dari membayar, dengan politik uang, dan didukung para sponsor yang punya kepentingan usaha lima tahun kedepan, maka lahirlah praktik KKN baru, nyaris tak dapat dihindari, rakyat kembali menjadi korban, selama lima tahun kedepan.
Rakyat sebagai pemilik kekuasaan, gunakanlah hak kekuasaan (hak pilih)nya secara benar, demokratis, langsung bebas dan rahasia (luber), jujur dan adil (jurdil), dan bersama-sama mengawasi hasi penghitungan suara sampai final, dilantiknya pemimpin terpilih, untuk menjalankan amanat pembangunan bagi kepentingan, kesejah teraan, kemakmuran masyarakat Indonesia, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Lahir dan terpilihnya pemimpin yang jujur, kuat dan amanah, minimal mampu memperkecil praktik KKN yang telah menghancurkan sendi kehidupan yang sehat selama ini.
Dan berikutnya mampu mengadakan kebutuhan Sembilan bahan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari, mudah didapatkan dan terjangkau. Makan cukup dan bergizi, guna melahirkan generasi yang cerdas.
Pemimpin terpilih mampu membangun Kesehatan masyarakat, mulai dari tingkat kehamilan para ibu, sampai program berobat gratis bagi warga miskin, dalam praktiknya dilapangan tidak dipersulit.
Dan tersedianya sarana dan prasana Kesehatan yang cukup, lengkap dengan tenaga kesehatannya yang siap pakai.
Berikutnya mampu meningkatkan sumber daya manusia (SDM) lewat program pendidikan Nasional, dan memiliki kemampuan daya saing yang independen, mulai dari tingkat daerah (lokal), Nasional, bahkan didunia Internasional.
Dan berikutnya mampu meningkatkan pembinaan secara religious, beriman, bertaqwa, sesuai kepercayaan pada tuhannya masing-masing, hidup damai berdampingan satu sama lainnya.
Jika manusia beriman (religious), akan mampu memperkecil tindak kejahatan korupsi (merampok) uang negara.
Karena ajaran agama apapun, tidak ada yang mengajarkan untuk merampok, atau mengambil hak yang bukan haknya, saya rasa begitu, papar Mirza. (***).
Penulis/ Editor : Pempred BEO.co.id/ Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Wartawan Reformasi Indonesia, (DPD-KWRI Propinsi Bengkulu, Pengamat masalah kemiskinan dipedesaan.