Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi, sebuah daerah/ kabupaten, bagian tak terpisahkan dari Prop. Jambi, terletak paling barat dari Kota Jambi, dengan jarak lebih kurang 418 km waktu tempuh 12 jam.
Daerah yang subur ini, merupakan daerah pertanian dengan suhu rata-rata 20 s/d 22 derajat celcius. Dengan curah hujannya yang cukup, dan memiliki kekayaan alam selain Pertanian, juga disektor pertambangan, Pasir/ Kerikil dan bebatuan.
Khusus tambang Bebatuan, Sirtu, Batu Kerikil dan Pasir, menjadi rebutan rekanan perusahaan PT dan CV, sepuluh tahun terakhir.
Baik yang berstatus Izin WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan), pada tahap awalnya, IUP (Izin Usaha Pertambangan) Exsploirasi, dan IUP (Izin Usaha Pertambangan) Produksi.
Ironisnya para rekanan pengusaha yang bergerak dibidang Pertambangan, Bebatuan, Sirtu (Pasir Batu), tanpa mengindahkan ketentuan UU dan Peraturan teknis yang berlaku.
Kebanyakkan mereka baru berstatus IUP Exsploirasi, sudah beroperasi mengutamakan dan menghalalkan produksi, puluhan sampai ratusan Truck dalam per-hari, dengan mengeruk hasil perut bumi Kerinci, semata untuk kekayaan pribadi dan kelompoknya, tanpa mengindahkan kerusakkan lingkungan.
Para oknum mafia tambang itu, bisa mulus mengeluarkan Pasir dan Batu, dari masing-masing lokasinya. Pertanyaannya, apakah aparat Negara terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, tidak tahu…? Jawabannya tahu, namun tak berdaya menghentikannya.
Dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jambi, kewalahan dan tidak punya tim yang kuat menghentikan kegiatan para penambang liar.
Sedangkan Dinas ESDM (Pertambangan) Kabupaten, sudah ditarik kewenangannya ke Dinas ESDM Propinsi.
Dinas ESDM Propinsi Jambi, gagal melakukan pengawasan secara rutinitas, sehingga keleluasan para penambang yang belum memiliki Izin produksi hanya baru memiliki WIUP dan IUP Exsploirasi bebas melakukan kegiatan dilokasi kerjanya masing-masing.
Lemahnya pengawasan dari Dinas ESDM Propinsi dan DLH Kabupaten, membuat para penambang liar seenaknya melakukan kegiatan, tanpa mengindahkan kehancuran lingkungan dan ekosistem yang ada.
Padahal pengawasan yang seharusnya dilakukan secara teknis oleh Dinas ESDM Propinsi Jambi dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kerinci, Dinas Kehutanan Propinsi Jambi dan Balai Taman Nasional seperti TNKS (Taman Nasional Kerinci Sebelat), jika ada lokasi pertambangan yang bersentuhan dengan wilayah TNKS.
Sebagian besar, pengawasannya ‘’gagal total’’ tak heran para penambang bebas melakukan penambangan semaunya, kendati ada yang ditertibkan dan diawasi pihak penegak Hukum, misalnya Polisi Resort Kabupaten Kerinci, dan penegakkan penuntutan dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Sungai Penuh, namun para penambang banyak yang lepas dari jeratan Hukum.
Kita apresiasi kinerja Polres Kerinci, telah melakukan penangkapan terhadap sejumlah oknum penambang liar, namun belum memberi efek jera?.
Ini semua diduga kuatnya operasi senyap alias operasi terselubung antar mafia tambang, diduga melibatkan oknum aparat Pemerintah dan penegak hukum, mereka ada didalam sistem.
Dengan memakai dan meminjam istilah, setengah kaki, satu kaki, dan melibatkan oknum-oknum aparat penegak Hukum, secara lisan, dan sulit dibuktikan secara hukum, karena faktanya tidak ada, apa lagi tertulis hitam diatas putih.
Dan yang bisa ditangkap hanya, ‘’bak Kentut, baunya ada namun tak bisa dilihat’’ praktik mafia tambang di Kerinci termasuk canggih kendati masih tradisional.
Dugaan lainnya, adanya para oknum penambang liar yang ditangkap sejak lima tahun terakhir, tidak berlanjut ke Pengadilan, kendati telah sampai keaparat oknum penyidik kejaksaan setempat.
Masyarakat hanya bisa batas bertanya-tanya, dan kesal, menggerutu kenapa tidak bergulir ke Pengadilan?
Jawabannya entahlah hanya penyidiklah yang lebih tahu, dan pihak oknum penambang liarlah yang tahu…?
Itulah bagian dari kisah penegakkan supremasi Hukum di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Jambi, tapi sayang bukan untuk rasa keadilan ditengah masyarakat.
Seperti peristiwa yang cukup menghebohkan penangkapan para oknum penambang liar pada tahun 2020. Yakni oknum, Rolik bekerja sama dengan pak Adeng, lokasi Desa Lubuk Nagodang didepan Cam H Yusuf.
Berikutnya oknum Doni, Sungai Tuak Desa Siulak Deras Mudik, tepatnya lebih kurang 100 meter dibelakang kantor KUA Kecamatan Gunung Kerinci.
Selanjutnya oknum Dedi, lokasi didepan PDAM Desa Siulak Deras Mudik. Berikutnya Mukhlis alias ‘’Pak Predi’’ lokasi dibelakang PDAM Desa Siulak Deras Mudik.
Berikutnya, oknum ‘’Pak Angga’’ lokasi arah kebelakang PDAM Desa Siulak Deras Mudik. Dan oknum Nurmali alias ‘’Pak Tiwi’’ juga akrap dipanggil, ‘’Ujang Ompeng Talingo’’ lokasi berdekatan dengan lokasi ‘’pak Angga’’
Dan barang bukti yang disita (saat itu) berupa, exscavator Komatsu, dari lokasi Rolik Cs. Berikutnya Exscavator Komatsu, dari lokasi Doni, disinyalir, milik warga Mukai Pintu. Selanjut Exsvator Merk Hitachi, dari lokasi Dedi Cs, dan Exscavator Merk Komatsu dari lokasi Mukhlis Cs.
Usai penangkapan, proses pemeriksaan dilakukan penyidik Polda Jambi, satu-satunya atas nama Nurmali alias Pak Tiwi, lebih dikenal dengan panggilan Ujang Ompeng Talingo.
Dan enam oknum calon tersangka dan ditetapkan sebagai tersangka (saat itu), lima diperiksa di Polres Kerinci.
Dan berjalan lebih kurang tiga bulan, mereka dikenakan wajib lapor. Namun kasus tersebut, tidak diketahui keputusan akhirnya berapa tahun?
Sedangkan keenam para penambang itu, totalitas tambang liar tidak punya satupun dokumen resmi dari pemerintah CQ Dinas Pertambang (ESDM), saat itu.
Belakangan ini, sejak tahun 2020, 2021 dan 2022, mereka menguruskan izin tahap awal untuk menjelaskan keberadaan lokasi tambang, seperi WIUP (WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN).
Setelah mendapatkan WIUP, dari pejabat Kementerian ESDM RI (Pusat), wajib mengurus peningkatan menjadi IUP Exsploirasi (Izin Usaha Pertambangan Exsploirasi), dalam kurun waktu terbatas lebih kurang 14 hari.
Setelah mendapat IUP Eksploirasi, belum boleh melakukan produksi, statusnya masih tetap IUP Exsploirasi, yang tengah disiapkan untuk ditingkatkan menjadi IUP Produksi.
Untuk mendapatkan IUP PRODUKSI, harus mengurus secara teknis, wajib adanya, Kolam Endapan, (Pemurnian) air yang dihasilkan akibat kegiatan pertambangan penggalian material, jalan transportasi angkutan material dari lokasi, bebatuan, Pasir dan Batu.
Untuk mendapatkan status Izin Usaha Pertambangan Produksi, harus ada Konsultan resmi yang membidangi pertambangan, untuk melakukan penyusunan UKL/ UPL (Upaya Keselamatan Lingkungan dan Upaya Pengelolaan Lingkungan), yang baik dan tidak terjadi Pencemaran terhadap sungai (batang air) yang digunakan masyarakat luas (banyak).
Jadi lolosnya, atau disahkan permohonan untuk mendapatkan IUP Produksi, harus terlebih dahulu memenuhi uji teknis dari konsultan yang ditunjuk.
Misalnya, antara lain adanya ‘’ahli air, tanah, ahli lingkungan, dan perhitungan material dalam kubikasi (M3), dititik kordinat yang telah ditetapkan, tidak dapat melakukan penambangan (produksi), diluar titik kordinat yang telah ditetapkan dari awal.
Sesuai dengan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan). Dan peristiwa terkini penangkapan terhadap, ‘’Pak Tiwi’’ (Nurmali), Perusahaan CV PUTRA MAHKOTA, yang berlokasi dibelakang PDAM, bersama Hendra, Desa Siulak Deras Mudik, 6 Januari 2023.
Dengan barang bukti tiga unit Exscavator, diamankan pada Juli 2022, selain dua oknum tersebut yang alat beratnya sudah diamankan, terdapat penangkapan alat berat pada perusahaan CV. Quary Istana Batu di Desa Ujung Ladang.
Berdasarkan data dan keterangan yang dihimpun Tim Catatan yang terabaikan, dari Kerinci dan Kota Sungai Penuh, sejak Nopember 2021 s/d Januari 2022, dan berlanjut ke Desember 2022 dan sampai Februari 2023.
CV. QUARY ISTANA BATU, juga di polisline Polres Kerinci, dengan barang bukti yang diamankan berupa 1 Unit Excavator merk Komatsu, diduga milik ‘’Hermanto’’ alias Pelor. Pengelola lokasi tambang tersebut.
Sumber kompeten di Kota Sungai Penuh, tahu adanya alat berat milik ‘’Pelor’’ berdasarkan perikatan di NOTARIS & PPAT Romi Afadarma, SH. M.Kn Desa Telaga Biru Kecamatan Siulak. Sumber itu menyebutkan, alat berat Excavator yang digunakan dalam kegiatan penambang oleh pengelola saudara, ‘’Hermanto’’ alias Pelor.
Jika tidak percaya, jelas sumber silakan konfirmasi ke Notaris tersebut, kata sumber kepada Tim.
Romi Afadarma, SH. M.Kn dihubungi Jum,at malam Sabtu 10 Februari 2023 sekitar pukul 22: 22 WIB, via sambungan telephone jarak jauh, ketika ditanya apakah ada perikatan antara Kasran dengan Hermanto, dalam pengelolaan lokasi lahan penambangan di Desa Ujung Ladang?
Romi, menjelaskan ada. Lalu dia balik bertanya ada masalah apa pak? Tidak ada masalah dengan pak Romi.
Yang saya tanyakan ada atau tidak antara keduanya, (Kasran dengan Hermanto alias Pelor) membuat perikatan kerjasama di Notaris bapak?
Dijelaskan Romi, saya ragu nanti saya chek. Sekarang saya berada di Jambi dalam perjalanan. Besok saya pulang ke Kerinci, 11 Januari 2023, saya akan chek kembali, ujarnya.
Berdasarkan informasi dari sumber lainnya, perikatan yang dibuat antara Kasran dengan Hermanto, dalam mengelola lahan lokasi penambangan di Desa Ujung Ladang, mengenai alat berat yang digunakan jelas milik Hermanto (Pengola).
Dan tanggungjawab upah kerja, gaji karyawan, peralatan BBM (Bakar Bakar Minyak) Solar, dan lain-lain yang dibutuhkan, tanggungjawab Hermanto. Pihak CV Quary Istana Batu (Kasran) hanya menyiapkan lahan.
Karena status baru pada tingkat IUP Exsploirasi, maka pihak perusahaan tidak pernah memerintahkan untuk produksi.
Sampai Catatan ini diturunkan, oknum ‘’Pak Tiwi dan Hendra’’ ditahan di LP Sungai Penuh, sedang menjalanii proses persidangan di PN Sungai Penuh. (***)