Rumah Gedang bagi masyarakat Kabupaten Kerinci, Prop. Jambi, khususnya dalam Hukum Adat, ‘’Tigo Luhah Tanah Sikudung’’ (Siulak), kini terdiri dari enam Kecamatan. Kecamatan Siulak, Siulak Mukai, Gunung Kerinci, Kayu Aro, Kayu Barat dan Gunung Tujuh.
Rumah Gedang, juga disebut rumah Adat. Tempat berkumpulnya warga masyarakt desa/ kelurahan dirumah tersebut. Rumah gedang (rumah tua), yang dibangun secara gotong royong dimasanya.
Merupakan satu kesatuan tempat musyawarah, mufakat secara adat menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat dan musyawarah untuk membangun kepentingan masyarakatnya menurut yang dipakai dalam adat.
Rumah adat (rumah Gedang), tempat mengambil keputusan tertinggi dalam musyawarah masyarakat adat, dalam keputusan bersama, ‘’bulat air dipembuluh, bulat kato dimufakat’’ baik dalam menyelesaikan sengketa tanah, selisih faham, dan proses acara pernikahan dan kesepakat-kesepakatan lainnya untuk pembangunan dalam desa, dusun/ negeri dan kelurahan sekarang.
Hukum adat, juga merupakan sumber Hukum Negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), diseluruh masyarakat Adat Indonesia.
Dan peranan penting lainnya, rumah Gedang (adat), merupakan tempat penaikan dan penobatan ritual gelar Sko, pemakai Gelar ‘’Pusaka’’ dari masing-masing kalbu dalam keturunannya.
Dari anak batino kepada Depati, Ninik Mamak, yang dapat di percaya bisa memegang janji dan “sumpah Karang Setio “
Kondisi terkini rumah Gedang, ninik mamak, JAGUNG TUO SUSUN NEGRI Koto Beringin bak rumah tak bertuan “terbengkalai” kata Muhtison yang memangku Gelar Sko Depati Marajo Sungai Langit.
Menyayangkan keadaan ini, putra-putra terbaik dari keturunan Koto Beringin Siulak Panjang, saat ini memegang jabatan penting di pemerintahan daerah seperti bupati dan kadis (kepala dinas) yang juga di nobatkan pemangku Gelar Skonya dari rumah gedang Koto Beringin, (rumah Gedang, red) kini kondisi rumah gedang Koto Beringin “bak rumah tak bertuan, dilupakan atau terlupakan”!?
Menurut ninik mamak Koto Beringin bapak M.Wahid (87th) dengan Gelar Sko Jagung Tuo Susun Negeri dari kalbu anak Jantan, menerangkan sudah lama kami berharap, adanya rehap dan renovasi rumah gedang Koto Beringin, kata Wahid, yang sudah usia renta (tua) saya sudah tidak kuat lagi bekerja apalagi berpikir seperti dulu (semasa muda) bagaimana bisa mengadakan dana untuk pembangunan rumah gedang.
Ditambahkan M. Wahid, kepada Wartawan media ini (21/7/22) mudah – mudahan dalam waktu dekat ini ada jalan keluarnya untuk membangun rumah gedang (red, rumah celak rumah piagam) di Desa Koto Beringin.
Dikatakan M. Wahid kita tunggu sentuhan tangan- tangan dingin para depati, ninik mamak, yang telah di besarkan dari rumah gedang “Jagung Tuo Susun Negeri” di Koto Beringin, dengan generasinya yang sudah banyak menjadi pejabat di Kabupaten Kerinci dan luar daerah, ujarnya.
Catatan BIDIK ELANG OPOSISI, saat Wawancara dengan Bapak M. Wahid, kondisi beliau memang sudah tua. Kelahiran 1938, berjalan pun sudah tertatih tatih, sudah pelupa, penglihatan mata mulai rabun, pendengaran telah berkurang.
Sementara itu Muhtison Gelar Sko Depati Merajo Sungai Langit (21/7/22) menyayangkan sekali para petinggi petinggi Koto Beringin yang saat ini menduduki jabatan strategis di pemerintah daerah Kabupaten Kerinci, seperti bupati dan kepala dinas, para kabid (kepada bidang) yang di besarkan dari rumah Gedang Koto Beringin .
Dikatakan, Muhtison, rumah gedang Koto Beringin kini tidak terurus “terbengkalai ” kami pernah mengukur lokasi rumah gedang itu, dengan panjang 16 meter dan lebar 16 meter namun tidak bisa kami gerakkan pembangunannya di karenakan keuangan tidak ada.
Harapan Muhtison, duduk bersama para depati-depati ,ninik mamak, untuk mencari jalan keluarnya mau atau tidak suka atau tidak bagi depati kita tetap berpedoman dengan kata adat, bahwa depati – cermin yang tidak kabo – lantak yang tidak guyih-pengait yang tidak sekah, –mumakan abih –memenggan putuh.
Para ninik mamak, harus mampu menyelesaikan persoalan anak buah anak punakan jika datang sirih anak butino :
–dipanggin cepat tibo
–kalu hujan bapayung
–kalu licin batungkat
–kalu paneh batudung
Dengan kata lain depati harus bisa
–basangkak ndah basangkak tinggi
–melepeh pagi menguhung petang
–rangkang di patut ,silang di susun keruh di perjernih.
Dari pengamatan Jurnalist BEO.co.id, Kerinci & Kota Sungai Penuh, Jambi, sudah seharusnya generasi dari rumah Gedang, Jagung Tuwo Susun Negeri, berbuat secara sadar, ikhlas untuk membangun kembali rumah gedang, yang menjadi pusat keturunan Depati Jagung Tuwo Susun Negeri.
Dimana generasinya, selain memiliki Sumber Daya Manusia (SDM), yang mampu dan cerdas dan sudah memiliki rezeki yang cukup, seharusnya tidak melupakan dasar dan asal usul dari keberadaannya.
Dan generasinya, tersebar di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, bahkan diluar daerah dengan berbagai profesi dan pekerjaan. Rumah gedang persegi empat itu, panjang dan lebarnya sama, sudah dimakan usia, seharusnya sudah dibangun kembali dengan tetap mempertahankan bentuk keasliannya.
Ninik Mamak Jagung Tuo Susun Negeri, memiliki keturunan dan generasi yang cukup dikenal kalangan masyarakat luas Kerinci, antara lain DR. Adirozal, MSi, kebetulan menjabat Bupati Kerinci dua periode, 2015-2021 – 2021 – 2024, setingkat pejabat daerah Romuel Eladi, Johani Wilmen, (Pemerintahan), Adrami (Cik Ami), pengusaha (Kontraktor), Suardesi, Kades Sungai Batu Gantih, (Kades Terbaik,red) dan sejumlah nama penting lainnya, yang belum kami uraikan satu persatu. (***)
Editor/ Penulis : Gafar Uyub Depati Intan.