Catatan Yang Terabaikan, Gafar Uyub Depati Intan
Soal Tambang Liar Pasir (Galian C) Non Logam atau Bebatuan, di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, sudah berlangsung secara besar-besaran setidaknya dari tahun 2009 sekitar 12 tahun silam. Dimasa Bupati Kerinci dijabat, H. Murasman 2009-2014, lalu digantikan DR H Adirozal, MSi sampai sekarang telah dua periode masa jabatannya, kini memasuki tahun ketiga 2021, “gagal menghentikan” tambang liar itu disejumlah lokasi didaerah Kabupaten Kerinci Jambi.
Akibat menjamurnya tambang liar Bebatuan (Galian C), Non Logam di Kabupaten Kerinci Jambi, telah merusak lingkungan dan ekosistem disejumlah tempat di Kerinci.
Akhirnya beberapa bulan lalu Tim Reskrim mabes Polri turun ke Kerinci, melakukan investigasi langsung kesejumlah lokasi dari 25 lokasi galian C (bebatuan) illegal (liar) terdapat enam lokasi masih beroperasi, lima diantaranya di Kecamatan Gunung Kerinci dan satu di Kecamatan Siulak. Keenamnya sudah di Police Line.
Ironis Polce Line Polisi itu, seharusnya dijaga oleh masyarakat diwilayah kecamatan masing-masing, termasuk unsur pemerintahan ditingkat kecamatan, terutama Camat dan tidak sebaliknya. Belakangan ini justru muncul surat Camat Gunung Kerinci yang ditanda tangani langsung Sutan Nurman.
Dalam surat Camat Gunung Kerinci, 14 Juni 2021 yang memuat beberapa alasan yang diduga dijadikan alibi hingga dimanfaatkan oleh pemilik Galian C liar (Bebatuan) dan beroperasi kembali, semata mengeruk keuntungan pribadi, bukan menyelamatkan lingkungan.
Surat Camat Gunung Kerinci itu ditujukan kepada Lurah dan Kepala Desa, intinya pemilik galian agar melakukan normalisasi Sungai, bukan untuk mengoperasikan galian C liar itu, apa lagi berproduksi dan menjual material dari tambang tersebut.
Dalam surat itu juga ada penegasan material hasil normalisasi tidak boleh diperjual belikan. Namun para oknum pemilik Tambang Bebatuan (Galian C) itu justru, dengan adanya surat Camat Gunung Kerinci tersebut dimanfaatkan untuk beroperasi dan diduga “menjual material dari lokasi tambang liar tersebut.” Inilah pangkal muncul prahara baru, dan merusak lingkungan.
Seharusnya Camat Gunung Kerinci, tidak mengeluarkan surat, karena lokasi Tambang liar (Galian C) telah di Police Line Polisi, artinya dalam pengawasan Kepolisian dalam hal ini Polres Kerinci dan mabes Polri. Setelah dipolice line, tidak boleh di kelola, dirusak (diubah), apa lagi diproduksi kembali, seharusnya dijaga.
Minimal turut, melarang masyarakat. Bukan hanya memberikan surat untuk membolehkan mengubah barang, benda yang terdapat dalam lokasi termasuk sungai disekitarnya.
Anehnya Surat Camat Gunung Kerinci itu, hanya ditembuskan kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), sedangkan Polres Kerinci yang bertanggungjawab atas pemasangan Police Line, tidak ditembuskan. Termasuk kepada atasan langsung Camat Gunung Kerinci, yaitu Bupati/ Kepala Daerah Kabupaten Kerinci.
Lokasi Tambang Liar (Galian C Ilegal), keberadaannya sejak police line dipasang berarti dalam proses hukum yang harus dijaga, tidak boleh dirusak apa lagi digunakan untuk mencari keuntungan pribadi oleh oknum tertentu.
Karena galian C (Bebatuan) liar di Kerinci ini sudah berjalan cukup lama. Gagal dihentikan (distop), oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci, Jambi ketika perizinan masih berada ditangan Pemerintah daerah dibawah tahun 2014.
Dan sejak bulan Oktober 2014, perizinan Tambang Galian C (Bebatuan) ditangani Pemerintah Daerah Provinsi, sampai lahirnya UU No.3 tahun 2020, juga gagal menertibkan galian C (Bebatuan itu).
Kini kewenangan pengeluaran Izin ada di Kementerian ESDM (pemerintah pusat), Gubernur hanya diberi kewenangan mengeluarkan Rekomenderi kepengurusan Izin bagi pemohon perizinan yang telah memenuhi persyaratan secera sah didaerah. Guna mendapatkan IUP (Izin Usaha Pertambangan), yang didahulu WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan).
Bupati/ Kepala Daerah Kabupaten Kerinci, yang saat ini dijabat DR H Adirozal, MSi, setidaknya harus mengingatkan bawahannya dalam hal ini Camat Gunung Kerinci, Sutan Nurman, yang mengeluarkan surat untuk melakukan normalisasi sungai, ditujukan kepada Kelurahan dan desa dalam wilayah kerjanya.
Karena kerusakkan lingkungan Cepat, atau lamban akan memberi dampak yang besar terhadap kerusakkan lingkungan yang patal, bisa rumah penduduk, harta benda (Sawah fungsional) Ladang (Kebun), Sungai, Air Minum, Sumur dan kegiatan usaha masyarakat lainnya.
Contoh konkriet sudah terjadi pada tahun 2015 silam, wilayah Desa Siulak Deras Mudik, Kelurahan Siulak Deras, Ujung Ladang bahkan Jalan Nasional Kerinci-ke Sumatera Barat putus dan ribuan masyarakat menderita ketika itu.
Bahkan ada yang meninggal dunia. Seharusnya peristiwa pahit dimasa lampau itu, menjadi kajian strategis bagaimana mengatasinya agar tidak terulang kembali.
Seharusnya jika Camat Gunung Kerinci, melakukan sesuatu untuk mengubah dan memperbaiki lokasi bekas longsoran yang menimbun Sungai Tuak, diwilayah Pertambangan liar, harus menunggu proses Hukumnya selesai terlebih dahulu karena sudah di Police Line oleh Polisi.
Kita harus menjaga dan membantu pihak Kepolisian sebagai penyidik utama di republic ini. Dan tidak membuka peluang bagi pihak atau oknum tertentu, membuka kembali tambang liar (illegal), yang selama ini “meraja lela” dan merusak lingkungan di Kerinci, khususnya di Siulak Deras dan sekitarnya. (***)