BENGKULU UTARA, BEO.CO.ID – Sengketa tapal batas Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Lebong, kembali menyita perhatian hingga menjadi perbincangan masyarakat setelah dibongkarnya pilar tapal batas eks Padang Bano yang dipasang Garbeta bersama masyarakat.
Sebelumnya, secara tegas Dedi menyampaikan bahwa tidak ada atas pon kesepakatan pencabutan pilar batas yang dibangun Garbeta bersama masyarakat antara kabupaten Lebong dan kabupaten Bengkulu Utara hasil pertemuan rapat Forkompinda di Ruang Rapat Balai Raya Semarak Bengkulu, Selasa (13/12/2022).
“Kita tidak ada menanda tangani kesepakatan, baik dari Pemkab Lebong maupun Pemkab Bengkulu Utara, apa lagi berita acara yang katanya ada poin kesepakatan, itu tidak benar,” ungkap Dedi membantah, Minggu (18/12/22).
Dalam pertemuan rapat bersama Gubernur Bengkulu dan Forkompinda, pihaknya meminta Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, menimbang dan meninjau kembali rencana pencabutan pilar batas di eks Padang Bano.
Pilar batas itu, dibangunan berdasarkan pemekaran Kabupaten Lebong dari Kepahiang dan Rejang Lebong, yaitu Undang-undang 39 tahun 2003. Ia juga menjelaskan tidak ada konflik yang terjadi wilayah tersebut, sejak dibangun pilar batas eks Padang Bano.
“Waktu rapat itu kami meminta kepada Gubernur Bengkulu meninjau kembali pencabutan pilar batas yang dibangun Garbeta bersama masyarakat setempat,” ucapnya dengan nada kecewa.
Dijelaskannya lagi, pembangunan pilar batas merupakan kehendak masyarakat dan didasari oleh Undang-undang pemekaran Kabupaten Lebong.
“Sekali lagi tidak ada kesepakatan antara kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara yang di tanda tangani dan seperti yang dikeluarkan statement di beberapa media,” pungkasnya.
Dikutip radarlebong.disway.id Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra (Karo Pemkesra) Pemprov Bengkulu, Dr. Syarif menegaskan bahwa ada lima kesepakatan dalam rapat yang dipimpin Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, bersama Forkopimda Bengkulu tanggal 13 Desember 2022 lalu.
Rapat ini juga diikuti Bupati Lebong, Kopli Ansori, Pemkab Bengkulu Utara, Perangkat Daerah Provinsi Bengkulu, Bupati Lebong masa jabatan tahun 2005-2010 Dalhadi Umar, Ketua Garbeta Provinsi Bengkulu Dedi Mulyadi dan Ketua Garbeta Lebong, Edwar Mulfen alias Lucen.
“Kesepakatan point kelima tentang pembongkaran pilar tapal batas eks Padang Bano di Desa Giri Mulya ini memang tidak dimasukan dalam Berita Acara hasil Rapat. Ini atas permintaan pihak dari Kabupaten Lebong,” kata Syarif.
Tidak dicantumkannya point kelima kesepakatan ini, juga disampaikan Syafi ketika rapat kecil bersama Kabag OPS Binda Bengkulu Deni Komarudin, Kakorwil 3 Binda Bengkulu Kombes Edi Bastari, Dandim 0423 Bengkulu Utara, Letkol Inf Made Mahardika, Dandim 0409 Rejang Lebong, Letkol Czi Trisnu Novawan Pemkab Bengkulu Utara, perwakilan Polres Bengkulu Utara dan Polres Lebong di Desa Renah Jaya Kecamatan Giri Mulya pada Jum’at (16/12/2022) sebelum dilakukannya eksekusi pembongkarang pilar tapal batas eks Padang Bano.
“Kesepakatan ini memang tidak dicantumkan dalam Berita Acara hasil rapat atas permintaan Bupati Lebong dan Garbeta. Silahkan bongkar pilar tapal batas namun kesepakatan itu tidak perlu dicantumkan dalam BA hasil rapat,” terangnya.
Terkait dengan tidak ditandatangani BA hasil rapat 13 Desember 2022 oleh peserta rapat dari Kabupaten Lebong ini, Syarif mengatakan sejatinya penandatangan BA hasil rapat ini dilaksanakan saat eksekusi pilar tapal batas eks Padang Bano pada Jum’at 16 Desember 2022 di Desa Renah Jaya Kecamatan Giri Mulya, Bengkulu Utara.
“Tapi karena saat eksekusi mereka (Lebong, red) tidak hadir meski sudah disurati langsung oleh Gubernur, jadi memang belum ditandatangani, tapi kami akan segera menghubungi Pemkab Lebong dan pihak-pihak terkait lainnya,” ujarnya.
Disinggung mengenai pernyataan Ketua Umum Garbeta Provinsi Bengkulu, Dedi Mulyadi, yang menyatakan tidak ada kesepakatan pembongkaran pilar tapal batas eks Padang Bano dari hasil rapat Gubernur dan Forkompinda Bengkulu dan tidak ikut menandatangani kesepakatan, Syarif yang juga merupakan Presidium MW KAHMI Bengkulu periode 2021-2026, dengan santai mengatakan itu hak mereka untuk menyampaikan pernyataan.
“Apakah harus kita buka rekaman video full rapat tersebut ke publik,” tegasnya.
Disisi lain, Syarif kembali mengingatkan semua pihak untuk tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat memicu terjadinya konflik dan menganggu ketertiban umum, seperti pemasangan pilar tapal batas yang dilakukan Garbeta dan masyarakat.
“Ini adalah upaya-upaya yang tidak dibenarkan dan sebagaimana Kabinda dan Karo Ops kemarin sudah mengingatkan, setelah hari ini (pasca eksekusi pilar tapal batas eks Padang Bano, red) kita tidak akan bisa memaklumi lagi upaya-upaya provokatif. Jika masih ada pihak-pihak yang melakukan upaya-upaya provokatif ini, maka kita akan mengambil langkah hukum,” pungkasnya. (SB/DA-RL)