Beragama dengan baik, harus di imbangi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, karena Agama tanpa ilmu pengetahuan, tidak membawa kemajuan bagi perdaban dan kemajuan manusia dimuka bumi. Maka Agama dan Ilmu pengetahuan harus seimbang dan bergandengan.
Dan sebaliknya ilmu tanpa Agama, kita akan buta. Orang berilmu tanpa Agama, arah hidup perjuangannya tidak terarah (tidak jelas), kemana arah perjalanannya.
Kita masyarakat Indonesia, memiliki ratusan ribu orang yang berilmu hebat, diberbagai bidang keahliannya sampai pada gelar Profesor Doktor.
Dikemiliteran dan Polisi sampai pada tingkat jenderal bintang empat bahkan bintang lima penghargaan (dianugerah) negara pada penerimanya. Orang-orang yang punya ilmu hebat dibidangnya,
Dengan meminjam istilah religius dari orang bijak, “Ilmu tanpa agama buta, seperti kata bijak Albert Einstein bahwa ilmu tanpa agama, buta.
Hal ini dapat diartikan bahwa orang berilmu tapi tidak punya pedoman agama maka ia akan berjalan tanpa arah.”
“Sedangkan agama tanpa ilmu, lumpuh artinya bahwa agama tanpa ilmu pengetahuan tidak akan membawa kemajuan peradaban.”
Kehidupan anak manusia dimuka bumi ini, yang beragam etnis, suku bangsa, warna kulit dan bahasa yang berbeda-beda, harus menggandengkan Ilmu Agama dan ilmu pengetahuan secara umum, untuk memperjelas tujuannya bagi kebaikan orang banyak.
Manusia dengan ilmu pengetahuannya, mampu mengubah perdaban Purba pada dunia modern (saat ini), dengan teknologi yang serba canggih dan modern.
Contoh yang paling dekat dengan kita penggunaan jaringan media sosil (medsos). Dalam hitungan menit kita bisa memperoleh informasi terkini tentang perkembangan dunia, terkini.
Karena tidak selalu kecerdasan membawa kemajuan, secara umumnya para eksekutive, legislative dan yudikatif, (Pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat dan Penegakan Hukum), secara umum terdiri dari orang-orang yang berilmu dan cerdas dibidangnya, namun tak sedikit melakukan praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), yang berdampak buruk terhadap kemajuan dan peradaban kehidupan manusia di Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Seperti kasus-kasus besar Korupsi, ternyata pelakunya secara umum adalah orang-orang berilmu, kaya dan hebat.
Ia, tidak takut lagi melakukan apa yang dia mau karena jabatan, dan wewenangnya diberikan Negara.
Dari sudut ilmu pengetahuan tidak diragukan kemampuannya, namun dari segi etika, perilaku, nafsu dan akal kotor digunakan untuk melakukan praktik KKN, yang belum reda di negeri yang kita bangun bersama dan cintai ini.
Sejarah mencatat bahwa penemuan alat dan perangkat untuk mempermudah pekerjaan adalah produk dari ilmu pengetahuan.
Harus jujur, sumbangsih para ilmuwan untuk kemajuan peradaban ini tidak perlu diragukan lagi, dan sangat besar.
Setiap zaman pasti ada ilmuwan yang tercatat dengan tinta emas. James Watt sebagai penemu mesin uap, Isaac Newton dengan teori gaya gravitasi,
Alexander Graham Bell menjadi penemu telepon, Albert Einstein bersama teori relativitas, Louis Pasteur dengan prinsip sterilisasi dan pencetus vaksin, Thomas Edison sebagai inventor lampu pijar dan electrical devices, serta masih banyak ilmuwan lainnya yang merupakan generasi di era Abad XVII-XVIII sampai sekarang abad ke XX.
Penemuan mereka telah memberikan banyak kontribusi pada kemajuan ilmu dan teknologi. Ternyata di era sebelum itu telah hadir pula para ilmuwan yang lahir sebelum Abad Pertengahan.
Nama-nama mereka memang kurang masyhur di buku-buku sains, tetapi karya-karya mereka telah memberi kontribusi besar untuk kemajuan dunia.
Seperti Ibnu Sina dengan keahliannya di bidang kedokteran, Al-Farabi dengan keahliannya di bidang sains dan filsafat, Al-Khawarizmi ahli di bidang matematika peletak dasar aljabar dan trigonometri, Al-Haitam adalah bapak optik modern dan peletak dasar mikroskop, serta Al-Zahrawi yang dijuluki bapak bedah modern dengan penggunaan jarum suntik, forcep, jarum jahit luka, pisau bedah, dan alat-alat bedah lainnya.
Tokoh dan ilmuwan yang terkenal pada masa sebelum Abad Pertengahan merupakan ilmuwan muslim.
Sejarah menuliskan bahwa mereka tidak saja ahli dalam sains tetapi juga mafhum (paham) ilmu agama.
Mengapa hal tersebut hanya terjadi pada masa sebelum Abad Pertengahan? Mengapa tidak terwujud pada masa sekarang?
Benar. Ternyata saat ini terjadi paradigma untuk memisahkan ilmu agama dari ilmu pengetahuan (ilmu umum).
Aturan agama dianggap sebagai suatu hal yang menghambat perkembangan sains dan teknologi.
Bahkan sebagian berpendapat bahwa agama hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya saja, sedangkan untuk aktivitas selain ibadah dibebaskan dari kekangan aturan yang menghambat kebebasan akal untuk berkreasi.
Akibat dari kebebasan ini, dunia akan dihadapkan pada kehancuran tata nilai dan etika.
Sebagai contoh adalah adanya proyek besar pabrik penghasil bayi, adanya penelitian mikrobiologi tentang bakteri pemusnah massal, bom nuklir, dan hal-hal, yang jauh dari etika dan peri kemanusiaan.
Dan karya-karya besar itu, digunakan untuk kejahatan, untuk kepentingan kelompok menguasai dunia, “militer, ekonomi dan politik, dan perusakan terhadap budaya yang baik (relepan) dengan masanya”
Banyak anggapan kemajuan ilmu pengetahuan berawal dari kebebasan imajinasi yang tidak terhalangi oleh apa pun termasuk aturan agama.
Padahal sesungguhnya tidak, ilmu pengetahuan akan lebih besar manfaatnya bila digunakan untuk kebaikan. Agama mengajarkan itu, (pen-red).
Perkembangan ilmu pengetahuan yang didominasi oleh paham liberal (red: kebebasan tanpa batas) tersebut mengakibatkan sebagian kelompok yang lain merasa khawatir dan fobia (takut) dengan pemikiran yang “kebablasan” tersebut.
Sekelompok masyarakat ini kemudian antipati dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan menutup diri dengan perkembangan sains dan teknologi serta membatasi diri pada ibadah-ibadah ritual tanpa memperhatikan kehidupannya di dunia.
Hal ini beberapa terjadi pada umat Islam dan kelompok lain yang merasa khawatir.
Akibatnya kebodohan, keterpurukan, serta
keterbelakangan terjadi tanpa bisa dihindari.
Dua fenomena ekstrem yang terjadi ini dipengaruhi oleh adanya pemisahan ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini terjadi pada kurikulum pendidikan di sekolah sampai di perguruan tinggi.
Terasa atau tidak, ternyata dalam kehidupan kita juga memisahkan aktivitas agama dan aktivitas duniawi.
Agama hanya sekadar dijadikan hiasan di masjid dan tempat ibadah dan ilmu pengetahuanlah yang menjadi nakhoda kemajuan teknologi.
Norma dan aturan agama dibatasi pada aspek hubungan manusia dengan Tuhan sedangkan hubungan manusia dengan manusia dilakukan dengan paham kebebasan individu.
Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam di mana ada pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum minallah) dan hubungan manusia dengan manusia (hablum minanas).
Paham kebebasan yang kebablasan juga akan berpotensi melanggar etika kemanusiaan. Sejalan dengan pendapat Albert Einstein yang menyatakan, “ilmu tanpa agama, buta dan agama tanpa ilmu, lumpuh”.
Kalimat bijaksana ini menggambarkan bahwa betapa kedua hal tersebut penting dan tidak bisa dipisahkan.
Namun demikian, di tengah zaman dengan arus liberalisasi berbungkus modernitas ini masih tetap ada seseorang atau sekelompok orang yang menyadari hakikat ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
Seperti kata bijak Albert Einstein bahwa ilmu tanpa agama, buta. Hal ini dapat diartikan bahwa orang berilmu tetapi tidak punya pedoman agama maka ia akan berjalan tanpa arah.
Sedangkan agama tanpa ilmu, lumpuh artinya bahwa agama tanpa ilmu pengetahuan tidak akan membawa kemajuan peradaban.
Marilah kita bangun generasi ini dengan agama dan ilmu pengetahuan. Tulis, Hardi Astuti Witasari, S.F., M.Sc. yang penulis kagumi dikutif sebagian tulisannya kembali.
Dalam pandangan penulis sendiri, sebagai penganut Islam, keturunan (bukan ahli), Ilmu pengetahuan tentang Agama Islam, adalah ilmu yang ajaib, hubungan antara manusia dan tuhannya, (Allah) yang satu, tak ada duanya.
Dengan kata lain, “kenalilah dirimu, kamu akan tahu siapa tuhanmu” anda (pembaca) yang budiman sangat saya hargai jika tidak sependapat dengan tulisan ini.
Kita boleh saja berbeda pendapat dan pandangan namun, tidak harus bermusuhan.
Karena ajaran Islam, sesama manusia yang berbeda keyakinan tidak wajib ikut Islam dengan cara dipaksakan, Islam akan tetap tumbuh dan berkembang dalam kedamaian, dan menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Beda agama, beda keyakinan, Islam tetap mengajak dan menghimbau untuk hidup damai dan berdampingan. Ajaran Islam, rachmatalill alamin (rachmat sekalian alam).
Penulis, selaku penganut Islam turunan, berpendapat manusia dimuka bumi ini semuanya Ciptaan tuhan Allah yang maha segalanya.
Diberi kelebihan akal/fikiran dan nafsu. Kesamaannya dengan hewan hanya nafsu. Hewan tanpa akal/ fikiran.
Perlu diingat, jiwa, hati, akal/ fikiran, dan raga (kerangka), dimana fikiran (akal) sangat sering berbuat bohong, bersama nafsu, jika tidak percaya tanyakanlah pada diri kita masing-masing, pernah berbohong atau tidak?
Secara raga ketika kita ditanya pihak lain tentang sesuatu, kita cenderung mengatakan kita sudah benar, kendati salah.
Karena kita dikalahkan oleh nafsu dan fikiran (akal), yang tidak mau disalahkan. Padahal akal/fikiran dan nafsu, adalah sumber kejahatan yang seringkali berbohong. Karena melupakan tuhannya.
Pendapat akhir penulis, mari kita seimbangkan antara ilmu pengetahuan tentang Agma dan ilmu pengetahuan umum dan gunakan untuk kemaslahatan orang banyak, sesuai profesi & kemampuan yang dimiliki.
(Penulis Ketua DPD-KWRI Propinsi Bengkulu/ Pempred BEO.co.id,Pengamat masalah kemiskinan pedesaan, dan sosial kemanusiaan, tinggal di Kota Curup).