LEBONG, Beo.co.id – Banner R2 yang bertulis, “Tun Jang Miliak Jang” #JangKompak, #JangKuat, #JangMaju,” yang telah dipublis oleh media kedua kalinya, tanpa ada hak jawab dari Ketua Pemenangan R2 dan Parpol pengusung di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu untuk memberi keterangan terkait banner R2 diduga mengandung rasis ditengah perhelatan politik Swarang Patang Stumang yang hanya menghitung hari untuk pencoblosan.
Ternyata tak satu pun dari pihak Tim Pemenangan R2 yang berani memberikan keterangan, sebaliknya juga dari parpol pengususng hingga berita ini dipublis. Kendati telah diberikan ruang oleh media ini, baik itu hak jawab serta klarifikasi yang berpayung hukum UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU nomor 14 tahun 2008 tentang Publik.
Pengamatan Beo.co.id : Banner R2 yang bertulisan rasialias (kesukuan) bagian bukti dari skrenario buruk perhelatan Pilkada 2020 yang kurang cerdas, demi mendapat kekuasaan dan dilakonkan orang-orang tidak bertanggungjawab dengan tujuan mengembangkan isu sentitif yang bisa mengancam perpecahan antara suku yang ada di Provinsi Bengkulu.
Miris jika aktor elit politik tak mampu memberi edukasi politik kepada masyarakatnya dan menggunakan cara kurang etis, buruk bagi masyarakat sebagai pemilih yang demokrastis. Seharusnya, ada mampu untuk memberi pencerahan bagi masyarakat luas dan cara gentleman (jeltelmen).
Majelis Syura DPP PKS Hidayat Nur Wahid pernah mengingatkan bahayanya politik identitas atau SARA dalam setiap berlangsungnya kontestasi politik. Menurutnya politik SARA ini dapat melahirkan konflik di tengah masyarakat. Karena itulah ia mengingatkan semua pihak agar tetap berpegang pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Presiden Joko Widodo sendiri kontestasi politik seharusnya diwarnai adu gagasan dan program. Bukan justru saling mengadu domba, memecah belah, dan menebar kebencian.
Guru Besar sekaligus Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola, mengatakan, dewasa ini sudah berlangsung politik yang tidak beradab. Salah satunya banyak isu SARA dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Hal ini disampaikan saat membuka Focus Group Discussion dengan tema ‘Mekanisme Penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pileg, Pilpres 2019 Secara Demokratis’. Adapun ini dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum bersama Komite bidang politik dan keamanan DPP PDIP. Selasa (24/4/18)
Kampanye SARA kerap muncul saat menjelang pemilu dan berpotensi memicu konflik.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika bagaimanapun juga isu SARA adalah hal yang perlu kita hindari dalam bermasyarakat. Dikutip kembali dari liputan6.com
Dalam penyelenggaran Pilkada hal – hal yang berbau SARA telah diatur oleh UU ITE berbunyi, Pasal 28 ayat (2) UU ITE: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Ancaman pidana dari Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yakni: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dikutip kembali dari statement, Ketua Dewan Pembina Gerakan Pembumian Pancasila Provinsi Bengkulu, M. Sidonaris yang sebelum pernah di publis oleh media ini.
“Saya kira hal tersebut bertentangan dengan aturan yang kita sepakati bersama, bahwa tidak boleh ada SARA dalam hal apapun, kemudian itu merupakan pemikiran picik dan langkah mundur,” ujar secara tegasnya, Minggu malam (8/11/2020) yang lalu.
Lanjut dia, “Dan fakta sejarah, orang rejang pernah jadi Menteri, pernah jadi gubernur, pernah jadi pimpinan DPR RI, jadi artinya kita diakui dalam bingkai NKRI,” jelas Sido dalam tanggapanya.
Pewarta : Sbong Keme