spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Demo di KPK, FKRD Minta Bupati Lebong Diperiksa

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

LEBONG, BEO.CO.ID – Massa aksi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Rakyat Demokrasi (FKRD) kembali melakukan unjuk rasa di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

Dalam orasinya mereka meminta KPK segera memanggil dan memeriksa Bupati dan Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Lebong terkait sejumlah dugaan korupsi yang terjadi diwilayah ini.

“Kami meminta agar KPK memanggil dan memeriksa Bupati dan Sekda Lebong atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyelewengan Rp. 50 miliar dana APBD Lebong yang di deposito pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI – red) tahun anggaran 2021 lalu”, kata Deddy Mulyadi kepada beo.co.id, Senin (8/5).

Dia menyebutkan, penempatan uang APBD dalam bentuk deposito senilai Rp. 50 miliar sesuai Surat Keputusan (SK) bupati Lebong Nomor 377 tahun 2021 tentang penetapan besaran deposito dicurigai telah mengganggu likuiditas keuangan daerah. Selain itu, deposito APBD pada bank diluar Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) tersebut dicurigai pula dijadikan ajang berburu rente.

“Kami menduga deposito APBD itu unprosedural, apalagi penempatan uang APBD sebesar itu tidak diketahui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD – red),” sebut Deddy.

Selain masalah deposito ini, kata Deddy, pihaknya juga meminta KPK segera memeriksa bupati Kopli Ansori terkait pengangkatan 65 orang Pejabat Sementara (Pjs) Kepala Desa (Kades) yang telah dilantik langsung oleh bupati pada Januari 2023. Pasalnya, dari kabar dan isu yang berkembang di masyarakat, untuk menempati posisi sebagai Pjs Kades ini ditengarai dikenakan tarif atau mahar sekitar Rp. 30 – Rp. 50 juta.

BACA JUGA :  Ditahun Politik, Kesbangpol Lebong Ingatkan Ormas & LSM Dapat Cipta Iklim Pilkada Damai

“Parahnya agar bisa duduk dalam jabatan Pjs Kades itu ada ASN yang menyertakan kontrak politik apabila nanti dipercaya jadi Pjs Kades, dimana ASN yang bersangkutan siap memenangkan bupati Kopli Ansori yang di kabarkan akan mencalonkan diri lagi pada ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bakal di laksanakan 2024 mendatang,” kata Deddy.

Lebih jauh, menurut Deddy, aksi unjuk rasa di KPK ini merupakan salah satu bentuk mosi ketidak percayaan masyarakat kepada Aparat Penegak Hukum (APH) daerah ini. Apalagi beberapa tahun belakangan ini banyak kasus dugaan korupsi yang diselidiki baik itu oleh Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu ataupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu namun sayangnya sejumlah kasus yang ditangani tersebut hingga kini tidak diketahui kejelasannya.

“Misalnya kasus dugaan korupsi dana DAK bidang pendidikan kabupaten Lebong tahun anggaran 2020 dan 2021 yang ditangani Polda Bengkulu. Kemudian, dugaan korupsi TPP ASN kabupaten Lebong tahun 2020 dan 2021 yang juga ditangani Polda Bengkulu. Belum lagi dugaan penyelewengan deposito APBD Lebong tahun 2021 yang juga ditangani Polda Bengkulu, dan masih ada beberapa kasus korupsi lain yang diselidiki APH namun hingga kini tak diketahui kejelasannya,” ungkap Deddy Mulyadi.

Disamping itu, lanjut Deddy, aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh gabungan dari Organisasi Masyarakat (Ormas) seperti Front Pembela Rakyat (FPR), Gerakan Bela Tanah Adat (Garbeta) dan Ormas Pelor tidak hanya menyoroti sejumlah kasus korupsi yang terjadi dikabupaten Lebong. bahkan sejumlah kasus korupsi lain yang terjadi di wilayah provinsi Bengkulu juga turut disuarakan saat aksi di gedung KPK.

BACA JUGA :  Harga Material Proyek DD "Ngelunjak", Rahmad Robi : Tanya Pak Kades

“Termasuk dugaan korupsi perjalanan dinas Fiktif di DPRD povinsi Bengkulu yang merugikan keuangan hingga miliaran rupiah. Lalu, dugaan penyimpangan di anggaran HUT kota Bengkulu ke – 34 yang menghabiskan anggaran hingga Rp. 6 miliar, dugaan korupsi di BWS Sumatera VII Bengkulu terkait proyek dan rehabilitasi bendungan Air Nipis dikabupaten Bengkulu Selatan, dugaan korupsi proyek pembangunan pengaman pantai di kabupaten Muko – Muko dan Bengkulu Utara serta dugaan korupsi pembangunan intake dan jaringan pipa air bersih di desa Ladang Palembang kabupaten Lebong,” ujar Deddy Mulyadi.

Sementara itu koordinator aksi Rustam Efendi menerangkan, aksi unjuk rasa di KPK ini dilaksanakan selama 7 hari setelah sebelumnya aksi serupa telah dilakukan di Markas Bersar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Intinya kami berharap KPK segera memanggil dan memeriksa oknum yang terlibat dalam dugaan korupsi yang kami laporkan. Jika KPK tidak ada itikad untuk memeriksa oknum tersebut maka kami pastikan akan kembali melakukan unjuk rasa dengan jumlah masa yang lebih banyak lagi,” terang Rustam.

Menurut Rustam, berdasarkan laporan dan data pendukung yang disampaikan pihaknya, maka tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak memeriksa oknum – oknum tersebut.

“Karena sebagai warga negara kita punya hak untuk menyatakan perang terhadap korupsi,” singkatnya.

Namun sayangnya hingga berita ini diturunkan, bupati Lebong Kopli Ansori belum bisa ditemui untuk dimintai tanggapannya. ( Zee )

Kisah Singkat Jurnalis Gudi Podcast Kemenag Rejang Lebong

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org