LEBONG, BEO.CO.ID – Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam kantor Kementrian Agama (Kemenag) kabupaten Lebong dikabarkan memanggil dan memeriksa kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Pinang Belapis (Pinbel). Pemeriksaan tersebut menyusul adanya laporan Kepala Desa (Kades) Ketenong I, Zulkarnain, yang menganggap kepala KUA setempat telah membuat gaduh didesanya.
Kepala kantor Kemenag Arief Azizi, S.Ag. MH melalui Kasi Bimas Islam Malvinas. RNBS, S. IP. M.Pd membenarkan adanya pemeriksaan kepala KUA Pinbel Adi Suardi, M. Pd. Bahkan, hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Bimas Islam Kemenag.
“Yang bersangkutan (kepala KUA Pinbel – red) memang sudah dipanggil dan kami periksa pada 23 Mei lalu,” ujar Malvinas dikonfirmasi diruang kerjanya, Senin (5/6).
Dikatakan Malvinas, pemeriksaan itu sebagai tindak lanjut adanya konflik antara kepala KUA Pinbel dan Kades Ketenong I, dimana sebelumnya Kades Zulkarnain menolak menandatangani berkas pengantar nikah salah satu warganya, sehingga sepasang calon pengantin (catin) sempat terancam gagal menikah.
“Setelah kami minta klarifikasi ke kepala KUA Pinbel, sementara ini kami simpulkan masalah tersebut hanya miskomunikasi saja,” kata Malvinas.
Dijelaskan Malvinas, penundaan penandatanganan berkas pengantar nikah oleh Kades Ketenong I ini disebabkan wali nasab adalah ayah tiri dari catin perempuan. Sedangkan ayah kandungnya saat ini masih hidup bahkan berdomisili di desa Ketenong I.
“Tapi dalam kasus ini yang jadi masalahnya, di dokumen kependudukan catin perempuan seperti Kartu Keluarga, Akte Kelahiran bahkan ijazahnya binti yang digunakan memakai nama ayah tiri yang diketahui telah meninggal dunia. Sedangkan ayah kandungnya masih hidup dan merupakan warga bahkan berdomisili di desa Ketenong I. Sementara, untuk wali nasab telah sepakat adalah ayah kandung perempuan,” jelas Malvinas.
Lanjut dia, dari keterangan kepala KUA Pinbel, sebelumnya telah ada pertemuan dan mediasi di KUA Pinbel. Dalam pertemuan telah disepakati data pengantar nikah catin disesuaikan saja dengan data kependudukan seperti yang tertera di Kartu Keluarga, Akte Kelahiran dan Ijazah.
“Sementara untuk ijab qobulnya secara fiqih tetap dilakukan oleh wali nasabnya yakni ayah kandung dari catin perempuan,” ujar Malvinas.
Menurutnya, meski terdapat perbedaan nama wali dalam surat pengantar nikah tersebut hal ini bisa disebut kebijakan KUA setempat. Karena untuk input data pernikahan ke aplikasi Simkah, data catin harus disesuaikan dengan data administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga, Akte Kelahiran bahkan Ijazah catin.
“Bisa di bilang ini kebijakan KUA setempat, karena input data nikah ke aplikasi Simkah harus sesuai dengan data kependudukan bersangkutan. Jika ada perbedaan data, maka input data ke Simkah ini secara otomatis akan ditolak,” ucapnya.
Lebih jauh, kata Malvinas, bukan tidak memungkinkan bagi catin untuk melakukan perubahan data kependudukan tersebut. Hanya saja, butuh waktu dan proses cukup lama.
“Merubah dan menyesuaikan data ini sangat mungkin dilakukan. Diikuti perubahan data kependudukan, akte lahir, bahkan hingga ke ijazah. Tapi di lain hal, bagi catin sendiri mungkin sudah menentukan tanggal dan hari pernikahan,” kata dia.
Diakui Malvinas, sejauh ini pihaknya selalu siap bertindak sebagai fasilitator untuk menengahi konflik antara KUA Pinbel dan pemerintahan desa Ketenong I. Tapi, sejauh ini pihaknya memang belum menerima laporan perkembangan masalah tersebut.
“Karena tidak ada laporan kami kira masalah ini sudah selesai, tapi yang baik itu KUA Pinbel atau Pemdes setempat kami dari Bimas Kemenag selalu siap untuk jadi fasilitator menuntaskan masalah tersebut”, ujarnya.
Sementara, Kades Ketenong I Zulkarnain membenarkan telah melaporkan kepala KUA Pinbel ke Bimas Kemenag Lebong, menyusul adanya tudingan kepala KUA Pinbel yang meyebut jika dirinya (Kades – red) menolak menandatangani surat permohonan nikah salah satu warga desa Ketenong I, sehingga menyebabkan pasangan catin tersebut terancam gagal melangsungkan pernikahan.
“Iya sudah kami laporkan ke Kemenag karena saya keberatan dengan tuduhan kepala KUA Pinbel”, ujar Zulkarnain ditemui dikediamannya waktu lalu.
Menurut Zulkarnain, penolakan penandatanganan berkas permohonan nikah oleh salah satu warganya tersebut karena ada perbedaan nama wali yang tercatat dalam surat pengantar nikah dengan wali sah/ nasab dari catin perempuan.
“Waktu itu saya hanya minta agar nama wali sah/nasab disesuaikan dengan surat pengantar yang disampaikan. Tapi menurut kepala KUA hal itu sulit dilakukan dan untuk merubah data itu dibutuhkan dana yang tidak sedikit dan proses yang cukup panjang”, beber Zulkarnain.
Lanjut Zulkarnain, kalaupun waktu itu dirinya menandatangani surat pengantar nikah tersebut ada kekhawatiran jika wali sah/ nasab catin perempuan justru akan mempermasalahkan hal tersebut. Apalagi wali sah yang notabene ayah kandung catin perempuan adalah warga desa dan berdomisili di Ketenong I.
“Kalau saya teken berkas pada saat itu bisa saja wali nasab ini yang menyalahkan saya, sedangkan kalau saya tidak ikut tandatangan sampai berkas itu diperbaiki malah saya dituding menghambat proses pernikahan pasangan catin tersebut, jadi posisi saya ini jadi serba salah”, keluh Zulkarnain.
Lebih jauh, dia menyebut, konflik antara pemerintah desa dan KUA Pinbel terkait masalah urusan pernikahan ini sudah 4 kali terjadi. Kesannya pemdes Ketenong I ini tidak dihargai KUA Pinbel.
“Konflik dengan KUA Pinbel dalam urusan pernikahan warga kami ini sudah 4 kali terjadi. Seolah keberadaan kami pemdes tidak dihargai KUA Pinbel”, sebut Zulkarnain
Namun sayangnya hingga berita ini diturunkan kepala KUA Pinbel Adi Suardi, M. Pd belum berhasil dikonfirmasi. ( red )