Ketua Umum Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Ozzy Sulaiman Sudiro, (Ozzy SS) selalu mengingatkan kepada pengurus harian, DPP, DPD, dan DPC serta anggota KWRI dimanapun berada agar menjaga marwah / roh perjuangan KWRI yang lahir dari “Rahim reformasi” Indonesia, secara organisasi dideklarasikan 22 Mei 1998 silam satu hari setelah lengsernya Presiden RI kedua Jenderal Soeharto, dan jatuhnya simbol-simbol kejayaan orde baru.
Ketum KWRI Ozzy SS, selalu mengingat generasi KWRI dimanapun berada, agar tetap untuk menjaga amanat dan mengkawal reformasi Indonesia, yang diperjuangkan elemen masyarakat Indonesia, Mahasiswa, para reformis dan tokoh-tokohnya dan organisasi Wartawan Indonesia yang turut berjuang dalam reformasi Indonesia 1998 silam, himbau Ozzy SS, dalam banyak keterangannya dikutif kembali.
Ada beberapa pesan Ozzy SS (Ketum KWRI) antara lain :
- Setiap anggota / pengurus KWRI agar menjaga , merawat , memperjuangkan ruh dan marwah reformasi Indonesia dan khususnya ditubuh organisasi Wartawan Indonesia (KWRI) dari Sabang sampai ke Marauke.
- Bangunlah kerjasama yang baik antar anggota KWRI, perbanyak silaturrahim kendati jarak jauh, lewat percakapan langsung dan atau Whatsappweb masing-masing, dengan teknologi, yang semakin mudah (saat) ini.
- Dihimbau seluruh Wartawan/ anggota KWRI dimanapun berada, agar taat dan tunduk dengan jujur melaksanakan 11 poin Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia, sebelumnya bernama KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia). Dan Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas Jurnalistik secara benar menolak segala bentuk tekanan, intervensi, Kriminalisasi dari pihak manapun, terhadap Wartawan dalam melaksanakan tugas Jurnalalistiknya.
- Pesan tersebut merupakan amanah dan amanat KWRI, sebagai salah satu organisasi Wartawan Indonesia yang turut mempelopori gerakan Reformasi Indonesia 1998 silam.
- Maka KWRI harus menjaga, merawat, mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara yang berdasarkan Panca Sila dan UUD 1945.
- KWRI lahir dari Rahim reformasi Indonesia 1998, maka setiap tanggal 22 Mei dirayakan sebagai hari Pers Reformasi Indonesia.
Ozzy Sulaiman Sudiro (Ketum KWRI), yang juga Sekretaris Jenderal Majelis Pers Indonesia, selalu menghimbau dan mengingatkan kepada seluruh Wartawan yang tergabung dalam KWRI, supaya menjaga marwah perjuangan, dan terus meningkatkan apa yang telah dicapai, pintanya.
Dari keterangan dihimpun penulis Opini ini, khususnya didaerah dalam pembenahan organisasi KWRI, dan pembinaan keanggotaan masih banyak kendala yang dihadapi, namun terus diperjuangkan oleh DPD-KWRI Bengkulu.
Karena secara umum Wartawan yang muncul saat ini (pemula), sangat minim yang mau belajar Jurnalist (pembekalan) dasar secara sungguh-sungguh.
Kebanyakan mereka hanya di beri “Surat Tugas, Kartu Pers dan Kartu anggota organisasi” hanya itu.
Tanpa pembekalan yang jelas, tak heran dalam menjalan kan tugas Jurnalistik sangat banyak dalam laporannya tidak terpenuhi unsur 5W + 1H, sehingga laporannya tidak factual (akurat).
Begitu ditayangkan pada pubblist, mendapat tanggapan, sering disanggah bahkan dibantah banyak pihak. Dan terkesan hoxs (bohong) padal peristiwanya ada dan jelas.
Dan yang tidak jelas kinerja para oknum Wartawan, “asal-asalan” tidak dilengkapi dengan benar. Dalam hal ini DPD-KWRI Bengkulu, berusaha membenahi dan memberi petunjuk kepada anggotanya.
Dan berusaha menjalankan pesan Ketum KWRI, agar wartawan berjalan diatas riil UU No.40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalist (KEJ) Wartawan Indonesia.
Karena Wartawan yang baik, adalah wartawan yang banyak belajar, menulis dan membaca, tanpa henti.
Baik membaca yang tersurat (tertulis) maupun yang tersirat, bisa yang tidak terlihat tapi ada, kata Drs. Syahrial Azis (Yal Azis) aktivis asal Minangkabau, Sumatera Barat, (Kota Padang).
Menurut Yal Azis, “ilmu adalah milik orang yang berfikir dan tekun belajar. Tertulis maupun lisan” apa lagi didunia Jurnalistik (Wartawan), karena setiap peristiwa harus dibaca dengan baik dan benar.
Dalam catatannya ditinggalkan kepada penulis Opini beberapa tahun silam dikutif kembali.
Apa yang sebenarnya terjadi, dan mampu disajikan wartawan dalam setiap laporan berita yang ditulisnya. Akan menjadi hak publik untuk mengetahui kebenarannya. Bukan hoaxs (bohong), demikian catatan itu. (Opini /***)