spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Program Nasional Sejuta Rumah Rakyat Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
OPINI : GAFAR UYUB DEPATI INTAN

Untuk menjawab tantangan yang dijanjikan dalam Nawa Cita Presiden RI, Joko Widodo, ‘’membangun NKRI, dari Desa ke Kota, guna memperkecil kesenjangan dan membangun keseimbangan, meningkatkan kesejateraan masyarakat pada kesedian Papan Indonesia. Maka dikerjakan dan direalisasikan lewat Program Sejuta Rumah, dan melibatkan semua pihak berkompeten dalam penyelesaiannya.

Kita terpaksa sedikit melihat kebelakang, bukan untuk mundur membangun, tapi untuk berfikir dan bekerja keras, guna membangun kesejahteraan rakyat, (masyarakat berpenghasilan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah). Agar lebih baik dan sejahtera, memiiki tempat tinggal tetap menjadi milik pribadi, dan meneruskan perjalanan generasinya kedepan.

Dimana, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang kita cintai dan banggakan ini, yang disebut Negara kaya raya sumber daya alamnya, namun turun naiknya jumlah orang miskin dari puluhan juta-kepuluhan juta berikutnya, semakin tinggi tak heran jutaan orang masyarakat miskin tidak punya tempat tinggal milik pribadi.

Kita hanya pemilik nama besar, Negara terkaya sumber daya alamnya, namun angka kemiskinannya sulit turun dibawah 10% dari jumlah penduduknya lebih kurang 270 juta jiwa, nah apanya yang salah?

Padahal kita telah memiliki ribuan orang cerdas, ilmuan, professor, doctoral, dan para Pemimpin Nasional dari pusat sampai daerah, namun mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera belum berhasil dimaksimumkan?.

Opini ini, tidak untuk membahas masalahnya, sekedar mengingatkan kita belum sejahtera, kendati baru merdeka 77 tahun.

Untuk membahas dan mengkaji kemiskinan, ditengah Negara yang kaya sumber daya alam dan perut buminya, kita percayakan pada ahlinya dan pemimpin Indonesia kedepannya.

Kita Negara besar dengan puluhan ribuan pulau yang berpisah-pisah satu sama lainnya. Dan jumlah penduduk berada dalam lima besar dunia. Negara besar, semuanya harus di mulai dari bawah, untuk memperkecil urusan kemiskinan, yang besar jumlahnya dan butuh dana besar dalam penanggulangan berbagai masalah?. Memang kita sadari, namun terus kita perjuangkan untuk meraih yang terbaik, menuju masyarakat makmur, dan makmur berkeadilan.

Bagi; Masyarakat kita yang awam tidak mengerti, apanya yang salah, tentang kemiskinan yang kian meningkat?

Mereka tahunya dari hari kehari kerja cari makan, (dari nenekmoyang kita bangsa Indonesia) bekerja, dan bekerja terus diladang (kebun), Sawah dan usaha lainnya, namun untuk memiliki rumah (tempat tinggal) milik sendiri masih sangat sulit?.

Pertanyaan crusial itu muncul kembali, apanya yang salah?. Tempat kita mengadu dan melaporkan tentu kepada Pemimpin negeri ini, dan dewan yang terhormat. Kepada eksekutive (pemerintahan), dan Legislative sebagai pihak yang bertanggungjawab, (DPR-RI dan Presiden-RI), didaerah  tentu Gubernur, Bupati dan Walikota, karena merekalah yang berjanji kepada rakyat.

Masyarkat awam berfikir, belum ada rezeki dari tuhan. Mereka membenturkan dengan tuhan, padahal manusia diberi akal dan fikiran, sebagai nilai lebih dari hewan (binatang). Apa lagi para pemimpin, dan dewan yang dipilih oleh rakyat.

Masyarakat hanya lebih tahu jangan sampai tersangkut tidak membayar pajak, apa lagi di desa / kampung. Dikampung tidak membayar pajak sangat menakutkan pada aparat, apa lagi sampai ada aparat gabungan menagih pajak, karena terlambat bayar?.

Karena mereka sudah terbiasa di pajak oleh penjajah, jauh sebelum Indonesia merdeka oleh Belanda dan Jepang, merekapun dipajak semaunya penjajah.

Tentu beda, setelah Indonesia merdeka, ‘’membayar pajak untuk membangun kembali kepentingan rakyat, dari pusat sampai daerah dan pelosok pedesaan’’ bukan untuk dikorupsi dan memperkaya kelompok tertentu.

Namun keluhan dan suara masyarakat tidaklah cukup, Negara harus hadir dengan pemimpin yang kuat, jujur, adil dan bertanggungjawab.

Tapi kini pembayaran pajak yang paling tertib PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), berjalan baik setiap tahunnya dari rakyat, didesa dan kelurahan, diluar pajak perusahaan, penghasilan, perizinan dan pertambangan dll.

Dan masih banyak mereka yang beralasan soal kemiskinan karena pemalas bekerja dan meningkatkan usahanya, pokoknya bervariasi alasannya.

Karena ketidak tahuan mereka tentang pengadaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kendati sumbernya dari mereka yang membayar pajak.

Dan mulai terungkapnya kasus-kasus besar Korupsi, dibebagai sector dari Keuangan Negara, termasuk dari pajak yang dibayar rakyat dari seluruh Indonesia. Sepanjang UU Penyitaan Kekayaan Kekayaan pejabat yang diduga diperoleh secara tidak sah, sepanjang waktu itu pula Negara dan rakyat dirugikan.

Siapa pun pemimpin Indonesia (Presiden) RI kedepan sepanjang tidak berani menegakan kebenaran, rasa keadilan ditengah masyarakat, sepanjang itu pula kemiskinan kian meningkat.

Ini alasan masyarkat awam, kuno dan jujur. Alasan lainnya mereka tidak berpendidikan, jadi buta hurup. Kemiskinan melengkapi kemiskinan masyarakat.

Menjadikan mereka buta banyak hal yang ada dan beregarak, serta mencari untuk keuntungan pihak tertentu, didepan mereka, menyebabkan mereka makin jauh tertinggal diera melenium ini, (eranya medsos) yang serba kilat infonya berubah.

Dan mereka jauh dari panggung politik, jauh dari panggung bisnis, ekonomi, dan lain sebagainya.

Karena mereka banyak yang buta soal kemajuan. Bagi mereka didesa-desa dan kampung tertinggal, mereka perlu makan tiga kali sehari (kebiasaan), bisa menyekolahkan anak-anak mereka, agar generasi mereka lebih baik, dari mereka sendiri. Dan impian itu akan sulit diwujudkan, jika kemiskinan meningkat dan dunia pendidikan lamban kemajuannya. Kita bukan pesimis, tapi bak berjalan dalam lumpur, lamban dan terseok-seok.

Dan kini mereka terdongkrak dengan adanya dana desa (DD) Rp.1 miliyar perdesa dan Alokasi Dana Desa (ADD), Rp.400 juta setiap tahunnya yang berjalan sudah tujuh tahun. Berarti uang beredar disetiap desa lebih kurang Rp1, 4 miliyar/ tahun.

Bagi mereka pekerja buruh harian, bisa bekerja upahan lewat mengerjakan bangunan didesa mereka masing-masing, tidak harus jauh-jauh, Rp80/ ribu dan tukang buruh ada yang Rp150 ribu/ hari. Itu kemudahan yang mereka rasakan. Tapi, jelas belum sejahtera?.

Namun, dari laporan pemerintah Kementerian Pendidikan angka bebas buta hurup sudah sangat membaik, faktanya masih banyak ketimpangan anak putus sekolah banyak dan ada dimana-mana, demikian juga manusia buta hurup umumnya diusia lanjut, 40-an s.d 60-an keatas. Dan sebagian kalangan generasi muda. Diperlukan penanganan serius kedepannya, agar SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia bisa bersaing. Dan melawan kemiskinan.

Maka Pemerintahan Presiden Joko Widodo, mengambil langkah lewat program, ‘’Sejuta Rumah’’ rumah bersubsidi dan terjangkau. Diutamakan masyarkat berpenghasilan menengah kebawah (MBM), dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Untuk memenuhi kebtuhan rumah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, POLRI, (berpangkat rendah) Petani, Nelayanan dan yang berpenghasilan rendah lainnya.

Singkat cerita Program Nasional Sejuta Rumah Rakyat, rumah sehat layak huni, bersubsidi ringan dan terjangkau yang diperuntukan bagi masyarkat berpenghasilan, ‘’menengah kebawah’’ (MBM) dan masyarakat berpenghasilan rendah, (MBR), sangat membantu masyarakat.

Pemerintah menggerakan dan merealisasikan Program Nasional Sejuta Rumah, sudah berjalan dua periode 2019, dan kini periode ke dua 2023, dalam Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo.

Untuk merealisasikan program ‘’Sejuta Rumah’’ Sehat dan Layak Huni, Pemerintah bekerjasama dengan Asosiasi Penyiapan dan Penyediaan Papan Indonesia (APEPPI), sebagai perpanjangan tangan dari Pemerintah turut bertanggungjawab, menggerakan, membangun kerjasama dengan semua pihak dan merealisasikannya.

Dalam merealisasikannya, agar dapat terpenuhinya kesempatan dan kemudahan bagi masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), diperlukan data yang akurat, sehingga tidak terjadi monopoli oleh individu dan kelompok tertentu.

Ketua Umum APEPPI Rida Yusmiati, SH, melalui Wakil Ketua I (Satu), Dra. Ansye Wongkar, kepada penulis Opinni BEO.co.id Via sambungan Telephone Cellullarnya, keterangan dan data yang di WHATSAPKAN (WA), 18 April 2023 menjelaskan antara lain, APEPPI (Asosiasi Penyiapan dan Penyediaan Papan Indonesia, melakukan Sosialisasi, 14 April 2023 dirumah Dinas Bupati Bengkulu Selatan, Kota Manna melakukan sosialisi Program Nasional Sejuta Rumah.

Bersama Asisten 1 (Satu) Pemerintah Daerah Bengkulu Selatan, Isran Kasri, dan pihak Pengembang, dihadiri masyarakat dari Desa/ Kelurahan, Kecamatan dan Dinas Instasi terkait. Tahun ini Bengkulu Selatan Manna, mendapat 1(Satu) Paket dengan jumlah 500 buah rumah Sehat Layak Huni akan dibangun dalam wilayah seluar kurang lebih 7 hektar.

Rumah Sehat Layak Huni itu, dilengkapi dengan Listrik 1300 KWH, sarana Air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), dan lapangan bermain bagi anak-anak, untuk olah raga dan kegiatan rekreasi dilingkungan yang sehat.

Inti Sosialisasi itu menjelaskan secara detail Program Sejuta Rumah, yang diadakan Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo, untuk meringankan beban masyarakat mendapatkan rumah Sehat Layak Huni bersubsidi, murah dan terjangkau.

Menurut Anyse Wongkar, organisasi Asosiasi Penyiapan dan Penyedian Papan Indonesia (APEPPI), dipimpin Ketua Umum Bu Rida Yusmiati, SH dengan Sekretaris Jenderal Andi Hardiar, SE. MA, selalu mengingatkan kami di Asosiasi, untuk bekerja keras, koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia, dan memberi pemahaman pada masyarakat tentang Program Sejuta Rumah.

Sejak diberi kepercayaan oleh Pemerintah, terus bekerja ekstra keras, sosialisasi, dengan semua pihak dan masyarakat luas mengenai pengadaan Sejuta Rumah dari pemerintah, jelasnya.

Program Nasional: Sejuta Rumah untuk Rakyat dan Pembangunan Rumah Bersubsidi, diperuntukan bagi: PNS/ASN, TNI/Polri, Pekerja/Buruh Peserta BPJS Ketenagakerjaan, Petani dan Nelayan, serta Sektor Informal yang nanti diarahkan menjadi Peserta TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat), dan Masyarakat yang berada di Wilayah Perbatasan Negara. PPN  0 %..PPH  1%.

Dan pihak APEPPI, akan membantu rekanan Kontraktor dalam penyediaan sarana untuk membangun secara fisik, untuk kesediaan dananya melalui Perbankan, Asosiasi akan menguruskannya.

Yang penting lanjut Ansye Wongkar pihak perusahaan berstatus PT (Perseroan Terbatas) memenuhi syarat, menyiapkan lahan untuk satu paket 500 Unit Bangunan. Dan pemberian rumah kepada masyarakat tanpa uang muka, (Uang Muka 0 %).

Dan bagi rekanan Kontraktor dari PT, didaerah yang siap, pihak APEPPI, akan membantu sepenuhnya kepentingan Adminstrasi untuk keperluan kerjasama dengan Pemerintah daerah, Kabupaten dan Kota, jelas Ansye Wongkar.

Dan mengenai jalan masuk kelokasi Rumah Sehat Layak Huni, ditanggung Pemerintah Daerah masing-masing. Dengan tambahan Pasilitas Umum (Pasum) per-Unit Rp.6,2 Juta/ Unit.

Dan hal-hal teknis, mulai Administrasi dan teknis bangunan langsung dikoordinasi dengan cara menghubungi pihak APEPPI, dan siap memberikan pelayanan sepenuhnya sesuai ketentuan berlaku.

Dan tetap disesuaikan dengan petunjuk Program Nasional pengadaan Sejuta Rumah Sehat Layak Huni, untuk masyarakat berpenghasilan menengah kebawah (MBM) dan Masyarakat berpenghasilan rendah, (MBR).

Dalam pengamatan penulis Opini BEO.co.id, pengadaan rumah sehat layak huni dan kelengkapannya, momentum tepat untuk memperoleh rumah bagi masyarat berstatus, ‘’MBM & MBR’’

Dan kesempatan bagi rekanan Kontraktor berstatus PT, didaerah untuk membangun kerjasama dengan APEPPI bersama Pemerintah dalam program Sejuta Rumah. Sebagai pelaku pembangunan, guna meningkatkan dan percepatan pengadaan rumah layak huni.

Ketum APEPPI Bu Rida Yusmiati, SH, menjelaskan kita bertanggungjawab, untuk menyediakan rumah layak huni dan sehat. Kita ikut mewujudkan program Pemerintah Presiden Joko Widodo sesuai Undang-Undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, jelas Ansye Wongkar, dikutif kembali. (***).

Penulis/ Editor : Pemimpin Redaksi Mediaonline, BEO.co.id, Ketua DPD-KWRI Bengkulu, Pengamat local masalah Kemiskinan, tinggal di Kota Curup, Rejang Lebong.

Kisah Singkat Jurnalis Gudi Podcast Kemenag Rejang Lebong

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org