Catatan yang terabaikan, Gafar Uyub Depati Intan
KATA; SADARLAH, Sepenggal kalimat himbauan, “sadarlah” jika tidak direnungkan dalam hati dan fikiran yang jernih atau sengaja diabaikan lamban atau cepat bagi pengrusak lingkungan Penambang Liar atau PETI (Penambang Tanpa Izin), dulu bernama Galian C, lalu berubah ke Bebatuan, kini telah ditetapkan menjadi Batuan Non logam. Berdasarkan UU No.3 tahun 2020, disahkan dan diundangkan di Jakarta 10 Juli 2020 tahun lampau ditanda tangani langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo.
Jauh sebelumnya Pemerintah pusat memberikan wewenang pada Bupati. Walikota dan Gubernur Kepala Daerah untuk memberikan Izin, WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) lalu dilengkapi persyaratan lain dan kewajiban membayar kepada Negara untuk Izin dan pencadangan lahan, bagi yang memenuhi syarat dikeluarkan IUP (Izin Usaha Pertambangan).
Penambangan liar secara besar-besaran di Kabupaten Kerinci, sudah terjadi setidaknya sejak tahun 2009, saat itu Bupti/ Kepala Daerah Kabupaten Kerinci di jabat Murasman sampai tahun 2014 silam. Selama lima tahun penambang liar menikmati hasil tambang liar Pasir dan Batu, tanpa mengindahkan atas kerusakkan lingkungan, dan hancurnya ekosistem yang terbangun secara alami.
Dari 2009 s/d 2014, Bupati Kerinci digantikan oleh DR.H. Adirozal MS,I 2014-2019 dan 2019-2024 dua periode, kini masa jabatan Adirozal, pada periode kedua memasuki tahun ketiga sudah berjalan 7 tahun tambang liar masih beroperasi, kendati kewenangan penuh sudah berada dipemerintah pusat. Penting diingat yang rusak dampak dari penambang liar, daerah Wilayah Hukum Kabupaten Kerinci dan sebagian Kota Sungai Penuh, yang juga terdapat tiga tambangan liar, (batuan) atau Galian C liar.
Baik dimasa Murasman, menjabat maupun dimasa Adirozal, kedua tokoh penting ini gagal menertibkan tambang liar non logam di “Bumi Sakti Alam Kerinci” sebutan lain Kerinci.
Dibawah bulan Oktober 2014 silam, Izin IUP kewenangannya di Pemerintah Daerah, Kabupaten-Kota. Karena gagal dan gagal lagi menertibkan tambang liar Bebatuan (Batuan), dan mengeluarkan Izin, ada yang tidak dalam wilayah/ daerah Pertambangan, dampaknya didaerah tertentu seperti Siulak Deras (Gunung Kerinci), Lubuk Nagodang (Siulak) dan sejumlah lakasi lainnya seperti di Kayu Aro, Danau Kerinci, Ujung Pasir, Bukit Kerman, Lempur dan lainnya. Rusak dan porak-poranda, hingga kini.
Lalu dibulan Nopember 2014 silam pemerintah memberikan kewenangan pada Gubernur/ kepala daerah untuk memberikan Izin dan pengawasan yang ketat, ternyata tingkat kerusakkan dan jumlah penambang liar justru kian meningkat, hingga kini. Tak ada kesadaran bagi penambang liar, yang nota benenya sebagian orang-orang yang mengerti dengan aturan dan undang-undang yang berlaku.
Dan khusus Kerinci, belum lagi di Kabupaten/ Kota lainnya dalam Daerah Provinsi Jambi, pantas di “sebut meraja lela” dan belum lagi kerusakkan daerah tertentu secara nasional Sabang-Marauke. Maka pemerintah pusat, berdasarkan UU No.3 tahun 2020, mengambil alih perizinan, harus dikeluarkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM RI. Dan Gubernur hanya diberi wewenang memberikan Rekomendasi bagi pemhon IUP yang memenuhi syarat.
Dan pengawasannya tetap berada ditangan kita bersama (masyarakat), Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota. Kegagalan dalam penertiban tambang liar Kerinci, baik oleh bupati dan gubernur Jambi yang cukup panjang, kita pandang perlu mengapresiasi kerja keras Bareskrim Mabes Polri, atas laporan masyarakat, “meraja lelanya, tambang liar Batuan di Kerinci, Jambi ini dan turun investigasi langsung kelokasi pada akhir bulan April dan Mei 2021, baru penambang liar dapat diusut.
Kerjakeras Bareskrim, bersama Polisi Daerah Jambi (Polda) dan Polres Kerinci, 6 lokasi galian C (batuan) liar terungkap dan diusut. Pihak Polres Kerinci, bersama Polda Jambi telah melakukan kajian yang dalam, dengan melakukan gelar-gelar perkara, sebelum menetapkan tersangkanya.
Keenam tersangka itu, “Rolix Andia, SE, alias Pak Aleya, Doni Cendra, Arli alias Li, Rianto, Ardi Agustian dan Muhklis” sumber Gegeronline.co.id, 22 Juli 2021, Simak Gegeronline.co.id Kerinci.
Ternyata para pembangkang dan pelaku pengrusak lingkungan lewat tambang liarnya, “tidak kebal hukum” sekali lagi kita apresiasi kerja keras Tim Bareskrim Maber Polri, Polda Jambi dan Polres Kerinci. Kini para penambang liar itu, akan menghadapi masalah Hukum sampai kasus ini naik kepihak Kejaksaan dan penepatan P21, dan bergulir ke Pengadilan.
Kalimat kata, “Sadarlah” himbauan yang dianggap sepele selama ini, jika masih boleh meminjam istilah “siapa menabur angin akan menuai badai” hendaknya kepada seluruh masyarakat, khususnya Kerinci “Sadarlah” bahwa pengrusakkkan lingkungan, akan berdampak buruk bahkan luar biasa terhadap kerusakkan lingkungan, yang rugi kita semua.
Khusus di Keluarahan Siulak Deras, Desa Siulak Deras Mudik dan Ujung Ladang, peristiwa tahun 2015 silam terjadi banjir bandang dampaknya merugikan kita semua, bahkan ada nyawa yang melayang, saudara kita yang tak berdosa. Dan ini harus kita sadari bersama.
Agar negeri/ daerah yang kita cintai dan banggakan ini tidak dirusak oleh tangan-tangan “jahil” hanya memperkaya diri, kelompok atau individu. Jika mau diteruskan usaha pertambangan, maka ikuti dan urus persyaratannya yang secara sah, dan bayar kewajiban terhadap Negara dan daerah. Dan bagi yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar membuat progress kerja dan melaporkan hasil produksi secara benar kepada pemerintah, menyelesaikan semua kewajibannya.
Dan bagi daerah atau bekas lokasi tambang baik yang punya IUP maupun liar, untuk menyelamatkan lingkungan hijau dan lestari, segera dihijaukan kembali. Agar terbangun ekosistem yang baik. Untuk merealiasi semua tanggungjawab kita bersama, khususnya para penambang, pemerintah kabupaten, kota dan provinsi. Hanya dapat dilaksanakan, dengan merealisasi kata, “Sadarlah,” semoga. (***)
Penulis/editor dan penanggungjawab : Gafar Uyub Depati Intan.
Pemimpin Redaksi Gegeronline dan Beo.co.id, Ketua DPD-Komite Wartawan Reformasi Indonesia, Bengkulu.