KERINCI, BEO.CO.ID – Kondisi terkini, lima belas tahun terakhir, marak terjadi “penipuan, kejahatan” karena Hukum Adat yang sebenar adat tidak dijalankan oleh masyarakat Desa Sungai Batu Gantih, Kecamatan Gunung Kerinci, Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi kata Sidirahim Gelas “Rajo Simpan Bumi” pemakai turun Sko dari Siulak Gedang, Kerinci.
Sidirahim Rajo Simpan Bumi, menguraikan panjang lebar, adat sebenar adat tidak dijalankan, yaitu; berat sama dipikul ringan sama dijinjing, terampai sama kering duduk sama bungkuk, tegak sama tinggi, gotong royong dilakukan bersama.
Adat asli tradisi ini sudah hilang oleh “Pemerintahan desa sekarang ini, rusaknya adat yang sebenar adat hukum menjadi tumpul didesa Sungai Batu Gantih, ini Sidirahim, pada Jurnalist BEO.co.id, dalam kilas balik tahun 2023, yang dijelaskanya, 2 Mei 2023, jam 08,17 WIB, saat di konfirmasikan pada Sidirahim didepan Masjid Nurul Huda Dusun Baru Sungai Batu Gantih Mudik, Sidirahim selaku kaum adat pemangku sko Rajo Simpan Bumi dari Siulak Gedang.
Sidirahim, menjelaskan bahwa adat Sungai Batu Gantih sekarang ini tidak seperti dulu, pemakaian hukum adat sekarang tidak berlaku adat sebenar adat, tidak dilaksanakan secara benar, yang berlaku bagi kepentingan seseorang, (kelompok) dan kekuasaan.
Rusaknya adat yang sebenar adat, hukum adat menjadi tumpul, didesa Sungai Batu Gantih, kata Sidirahim.
Suardesi, Kepala Desa Sungai Batu Gantih, dikonformasikan dirumah kediamanya Dusun Baru, Lubuk Telau, 20 Agustus 2023 jam 14,00 WIB, mengatakan “ Karang Setio, adat sebenarnya tidak boleh diansak seperti tuah yang pernah sama kita lihat di Malaysia zaman boleh berubah, tapian boleh beranjak, karena Air Gedang lalu, namun Muaro dan Hulu Sungai adat jangan diansak (dipindahkan) Karang Setio, jangan diubah, harus dipakai secara jujur dan adil” artinya Kades Suardesi mengakui penjelasan dan keterangan Hukum Adat, yang berlaku didesa Sungai Batu Gantih.
Dalam pengamatan Rugandi dari-BEO.co.id, yang terjadi selama ini, “pemakaiannya tidak sesuai kata (ucapan) dengan peristiwa-tiwa yang terjadididalam Desa Sungai Batu Gantih.
Namun, sejauh ini Suardesi dalam bagian lain keteranganya menjelaskan, “ Sejarah Tigo Luhah Empat ( 4 ) Qallbu Sungai Batu Gantih tidak boleh dirobah..bak pepatah orang tua dulu, “kalau sudah bulat air di Pemulihan, bulat kato di Mufakat, besi telah dilantak di papan Karang Setio diansak (dipindahkan) jangan jelasnya.
Tokoh masyarakat Sungai Batu Gantih, Idrus Depati Intan, keponakan kandung dari Noermis Depati Intan, yang juga mantan Ketua Adat, saat Silaturrohmi “mengatakan hendaklah sebaiknya jangan dihilangkangkan Kajian Adat yang sebenar benar adat, harus dikembangkan kepada generasi muda kita (generasi berikutnya) bukan yang teradatkan, tegasnya.
Hukum mufakat dalam musyawarah, “adalah hukum yang tak lapuk dengan hujan dan tidak lakang karena panas, artinya baik untuk diteruskan menjadi pedoman (pekang pakai dalam masyarakat), jelasnya.
Zaman boleh berubah tapi Musyarwah mufakat Karang Setio Urbo kalo (dari zaman purba kala) bungkan yang empat ( 4 ), Tigo Luhah Empat Qallbualbu, tetap kita gotong royong bersama kita pertahankannya.
Sementara itu, Amiruddin (Amir) atau pak Demi, dihubungi dirumah kediaman Dusun Baru, 26 Oktober 2023 jam 13,14, mengatakan “Hukum Adat yang sebenar adat di Sungai Batu Gantih sudah hilang, contoh dengan maraknya kejahatan seperti beliau sendiri yang kerusakan kulit manis yang tidak ada hukum adat yang sebenar adat dilaksanakan kades Suardisi, hingga saat ini. Sayangnya, Amir tidak menjelaskan rinci kerusakan Kulit Manisnya apa, “dimaling/ dicuri, dirusak” tak jelas,
Hal yang sama juga dikatakan Idrus Depati Intan, kepada BEO.co.idm, secara terpisah, 26 Desember 2023 jam 20: 13 WIB malam.
Menurutnya “kalau adat sebenar adat Sungai Batu Gantih dulu, kalau ada yang mati dengan cara kekerasan (dibunuh) disebutkan “ mati dibangun, luko dipampeh, (diobati) salah di hutangkan (bayar hutang) secara adat.
Sesuai dengan adat yang sebenar-benar adat, Karang Setio jangan diansakkan, (dipidahkan) / diubah.
Waridho Saikul Ahkam, dikutif kembali, menjelaskan “ hukum yang tertinggi adalah Hukum Keredaan, harus kita pertahankan kata cucu H. Abdul Hamid ini, kepada Beo.co.id.
Kata “berat sama dipikul ringan sama dijinjing, tegak samo tinggi, duduk samo bungkuk, menyelam samo basah, tarampai (diampaikan) samo kering, bulat ayi (air) dipemuluh bulat kato (kata) dimufakat Karang Setio diansak (jangan dipindahkan/ diubah), bukan sekedar cerita dilidah/ manis diucapkan dibibir, kades dan perangkatnya harus tahu dan mengamalkannya.
Demikian juga para tokoh adat, agama, masyarakat, pemuda, dan para depati pemegang gelar adat (para depati), cerdik pandai, cendikiawan, karena Hukum Adat itu, tujuannya untuk kebaikan. Bukan tameng (alat) membela diri, tapi alat membela kebanaran.
Maka mati dibangun, luko (luka) di Pampeh (diobati) harus dilaksanakan, dengan cara “adil dan beradap” kepala desa dan perangkatnya, dan kita semua tanpa terkecuali (membeda-bedakan), harus diberlakukan sama, untuk “keadilan dan kebenaran” himbau Idrus Depati Intan, pada BEO.co.id, di akhir keterangannya. ( +_ / antukudung ).