spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wartawan Janganlah Jadi Pesuruh Pejabat, Walaupun Dibayar Mahal

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img


BEO.CO.ID – Dunia Wartawan penuh tantangan, dimulai dari kerja keras, jujur, creative, ulet , sabar, untuk mendapatkan berita yang akurat dapat diyakini kebenarannya. Dalam bertugas, penuh tantangan dalam menelusuri informasi yang terjadi dan berkembang dari sebuah peristiwa.

Dan tak banyak ASN (aparatur sipil Negara), pejabat Negara, para tokoh politik, tokoh masyarakat yang mau dikritisi, apa lagi diungkapkan masalahnya yang merugikan orang lain, kepermukaan sehingga diketahui publiK. 

Sejak era reformasi 1998, 23 tahun silam sudah sangat banyak perubahan kearah perbaikan dilakukan pemerintan dan para aktivis reformasi dibidang penegakkan Hukum, Pers, Politik, Sosial Budaya dan Kemanusiaan, dan ekonomi. Namun, praktiknya secara jujur dan bertanggungjawab belum melahirkan rasa keadilan ditengah masyarakat itulah perubahan yang terjadi. Terkadang hukum bukan untuk Keadilan, Politik dan Kebebasan hanya jadi alat penguasa.

Kebebasan dibangun, namun para pengkritik reformasi dibidang Hukum, ekonomi, Sosial Budaya dan Kemanusiaan dan lain sebagainya ditahan penguasa menggunakan aparat penegak Hukum, tanpa alasan pelanggaran Hukum secara jelas.

Dan puluhan para aktvis senior Indonesia ditahan penguasa. Bahkan ada oknum masyarakat Pers yang terlibat melakukan pembenaran, bukan kebenaran. Dan menyiarkan berulang kali, dan terkesan membela kepentingan penguasa, bukan kebenaran.

Disini penulis berharap rekan Wartawan (Para Jurnalist), “jangan lah jadi pesuruh pejabat, walaupun dibayar mahal” dan janganlah menanggalkan Kemerdekaan Pers dari kepala anda sendiri.

Memang benar secara demokrasi anda berhak menanggalkannya, tanpa mengindahkan pendapat pihak lain, baik lisan maupun tertulis, agamis dan hukum adat setiap daerah.

Kita sama mengetahui setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Penulis naskah ini menyadari sepenuhnya, bahwa tulisan ini tidak disukai banyak pihak terutama para aktivis Pers dan LSM (Lembaga Swdaya Masyarakat), dan para aktivis lainnya.

Bahkan kepada penulis naskah ini, para pihak menyatakan keberatan atas tulisan ini, mereka berpendapat “bak menepuk air didulang, kepercik muka sendiri. Itu juga benar adanya. Namun, bagi penulis yang sudah 35 tahun malang melintang didunia Wartawan (Jurnalist), bersifat lokal, menyatakan keharusan “menepuk air didulang” untuk sebuah perubahan, bukan kebencian atau suka tidak suka.

Karena kebebasan berorganisasi, berkumpul, berserikat, telah diatur dalam UUD 1945 dan Panca Sila. Dalam UUd 1945 Pasal 27 dan 28 (F), jelas dan terang tentang hak dan kewajiban setiap warga Negara, jadi tak ada salahnya, demi perbaikkan kedepan “menepuk air didulang, harus dilakukan” dengan kata lain untuk mengubah pradigma berfikir. Kearah yang lebih positif.

Karena kebebasan yang disandang masyarakat Pers, dinilai banyak pihak luar biasa, berbeda dengan kebebasan yang dimiliki masyarakat umum. Bagi warga Negara yang menekuni (memilih) profesi Wartawan (Jurnalist), dianggap orang yang mampu, membedakan “mana yang benar dan mana yang salah” dan tidak sekali-kali menggunakan profesi dan kehebatannya sebagai alat mencari kekayaan pribadi, kelompok dan golongan.

Jika sudah memilih dunia Wartawan (Jurnalist), “jangan bermimpi jadi orang kaya, apa lagi memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu dengan cara kekerasan, tekanan, dan menakut-nakuti pihak lain” dalam suatu kasus, perkara dan pelanggaran lainnya.

Wartawan, hanya merekonstruksi ulang sebuah peristiwa, dengan mendengar, melihat, mencatat, memotret, dan mencatat keterangan  semua pihak yang diduga terlibat dalam suatu peristiwa dan atau beberapa peristiwa.

Dan memberikan hak yang setara dalam mencatat, mengembangkan informasi, memberi hak atas informasi pada semua pihak, dan menghargai hak asasi manusia (HAM), harus disajikan masyarakat Pers (Wartawan) yang ditugaskan redaksinya kelapangan.

Tidak melakukan keberpihakkan pada pihak tertentu, keberpihakkan Wartawan hanya pada kebenaran, bukan pada pada pihak yang membayar, apa lagi “jadi pesuruh pejabat, walaupun dibayar mahal.”

Kenapa sorotan ini lebih dominan pada masyarakat Pers, karena Pers dianggap pihak yang paling bebas mengembangkan kebebasan, bahkan sering disebut sebagai “pilar keempat dalam demokrasi” adalah sebuah kekuatan dalam bernegara dibidang pengembangan kebebasan demokrasi dan informasi.

Kemerdekaan Pers dan kebebasan yang bertanggungjawab, diamanatkan dalam UU No.40 taun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia. Dalam KEJ, ada 11 poin yang harus menjadi pedoman (etika pers), dalam melakukan kegiatan Jurnalistik.

Dan terhadap pejabat Negara/ daerah, masyarakat, swasta dan perorangan harus berani membangun keterbukaan kepada masyarakat dan masyarakat Pers. Guna membangun keseimbangan dalam penyajian informasi pada masyarakat. Sehingga hak semua pihak dapat dibaca secara terbuka bagi kepentingan publik.

Kenapa banyak oknum pejabat Negara/ daerah yang tertutup bahkan menyembunyikan informasi yang harus menjadi hak public, seperti penggunaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), demikian halnya dengan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), persolannya tak lain, adanya dugaan penyalahgunaan anggaran yang dapat merugikan kepentingan masyarakat yang lebih besar.

Seharus seluruh pejabat daerah/ Negara dimulai dari Bupati/ Walikota-Kepala Daerah dan jajarannya berani dan jujur memberikan keterangan atas penggunaan uang pembangunan, yang bersumber dari pajak yang dibayar rakyat Indonesia. Misalnya, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), Pajak Jasa, Retribusi, Perusahaan, Tambang dan Kelautan.

Disinilah profesi Wartawan (Jurnalist), sebagai orang terdepan dalam mengemban amanat Kemerdekaan Pers yang bertanggungjawab, jangan sampai “jadi pesuruh pejabat, kendati dibayar mahal”  Jikapun masih ada oknum-oknum Wartawan yang bermimpi menjadi orang kaya (hartawan), lewat profesinya sangat keliru.

Karena sejatinya profesi (pekerjaan Wartawan), tidak menjanjikan kekayaaan (menjadi hartawan), terkecuali penerbit Pers (pengusaha) penerbitan Pers. Bukan Wartawan (Jurnalist).

Seharusnya, dengan tugas utama masyarakat Pers (Wartawan), menyampaikan kemajuan pembangunan disegala bidang, menyampaikan perkembangan Budaya, Seni dan Hiburan dan menyampaikan Kontrol Sosial (Sosial Kontrol).

Jika Wartawan (Jurnalist) bermimpi jadi orang kaya (hartawan), harus memiliki usaha sendiri yang sah dan professional. Bukan menggunakan profesi Jurnalistnya sebagai alat mencari keuntungan pribadi, kelompok dan individu. Apa lagi menakut-nakuti orang yang tengah bermasalah dan menghadapi masalah. (***)

Tulisan ini bersifat terbuka untuk umum, penulis berharap Kritik, Saran dan Masukkan untuk kebaikkan kita kedepan khususnya bagi masyarakat Pers (Wartawan). Dapat disampaikan ke WA/Hp. 0821 7878 4803.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kisah Singkat Jurnalis Gudi Podcast Kemenag Rejang Lebong

Tabut Bengkulu (Dokumentasi Yopoyo)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org