spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pemimpin Penipu Rakyat

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Oleh Herry M Joesoef

Tidaklah seorang pemimpin memimpin masyarakat muslimin, lantas dia meninggal dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah mengharamkan surga baginya.

HR. Imam Bukhari

Sungguh celaka seorang pemimpin yang mati dalam keadaan menipu rakyatnya. Jika kepemimpinan adalah amanah, maka ia mesti ditunaikan amanah tersebut. Jika amanah tidak ditunaikan, dan ia mati dalam keadaan masih belum menunaikan amanah tersebut, maka bebannya akan ia tanggung sampai bertemu dengan Sang Khalik.Begitulah Islam mengajarkan kepada umatnya.

Khianat adalah perilaku tidak setia, dan tidak menepati janji yang pernah diucapkan. Tidak sedikit calon pemimpin dalam ajang pemilihan walikota, bupati, gubernur, anggota dewan perwakilan rakyat maupun daerah, bahkan presiden yang awalnya menggebu-gebu dalam mengobral janji nan muluk-muluk. Tapi, ketika ia sudah menjabat, apa yang ia janjikan pada waktu kampanye tidak terbukti, sampai ia menyelesaikan dan turun dari jabatannya. Bahkan, Ketika ia tidak mampu melaksanakan janji-janjinya itu, sang pemimpin pernah memberikan penjelasan mengapa janji-janji tersebut tidak bisa direalisir.

Ketika masa kampanye, janji-janji manis ditabur: pendidikan gratis, kesehatan gratis, ekonomi sektor riil didorong, pelaku ekonomi menengah bawah difasilitasi, lapangan kerja ditambah, kesejahteraan rakyat diutamakan. Begitu terpilih dan menjabat, sang pemimpin melenggang dengan langgamnya sendiri, rakyat yang memilihnya ditinggal begitu saja. Perbuatan ini sungguh menyakiti hati nurani rakyat, apalagi kalau ia sampai memperdagangkan rakyatnya untuk kepentingan pribadi dan oligarki.

Mengkhianati rakyat itu bentuknya bisa macam-macam. Misalnya, mengundang investor asing untuk mengelola sumber daya alam, minyak, gas bumi, batu bara, emas, timah, tembaga, nikel, dan seterusnya. Kontrak ditandatangai oleh sang pejabat dengan pihak asing. Keuntungan terbesar dari hasil pengolahan tersebut ternyata jatuh ke pihak asing. Sementara pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat, mendapat bagian yang tidak signifikan.

Sumber alam dikeruk, hasilnya dinikmati oleh asing, sementara pemerintah daerah tidak mendapatkan sesuatu yang berarti untuk membangun daerah dan sumber daya insaninya. Dengan adanya kontrak yang tidak memihak rakyat itu, rakyat dan negara tidak mendapat keuntungan berarti, tapi pejabat yang meneken atau yang mengeluarkan peraturan sangat diuntungkan secara materi.     

Devisa terbang ke negara asing, sementara rakyat di sekitar tetap saja miskin. Padahal, sumber alam tersebut mestinya bisa memakmurkan kehidupan rakyat, baik secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Dosa yang dipikul oleh seorang pemimpin ketika ia menipu rakyatnya, amatlah besar. Rakyat yang mestinya dilindungi dan mendapatkan rasa aman, rasa adil, tercukupinya kebutuhan pangan, sandang, serta papannya, ternyata ditipu habis-habisan. Akibat dari penipuan terhadap rakyatnya, kemakmuran hanya dinikmati oleh diri, keluarga dan kroni-kroninya. Sedangkan rakyat semakin menderita hidupnya, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik.

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Hibban, bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.”

Hanya orang yang tidak beriman yang tidak pernah menunaikan amanah, dan orang yang tidak menunaikan janji adalah orang yang tidak beragama. Dengan kata lain, hadits tersebut hendak mengatakan, bahwa orang-orang munafik tidaklah pantas untuk dijadikan pemimpin. Orang-orang munafik itu, jika sudah jelas kemunafikannya, ketika wafat, tak perlu dishalati.

Oleh sebab itu, sebelum seseorang menjatuhkan pilihannya kepada salah satu figur, hendaknya ia mencari tahu, melalui berbagai sumber, tentang sosok yang hendak dipilihnya itu. Inilah pentingnya ilmu sebelum menjatuhkan pilihan pada seseorang. Jika semua informasi tentang sang tokoh didapat, tahap berikutnya adalah mintalah petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui shalat istikharah. Mengapa?

Boleh jadi, pilihan kita baik menurut kita, tetapi tidak baik menurut Allah. Tahapan terakhir itulah yang dinamakan tawakal sepenuhnya kepada Allah! (*)

Sumber : indonesiainside.id yang sudah ditayang disebelumnya.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kisah Singkat Jurnalis Gudi Podcast Kemenag Rejang Lebong

Tabut Bengkulu (Dokumentasi Yopoyo)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org