Terkait dampak bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh,yang mana telah membuat dangkalnya Sungai Batang Merao yang seyogyanya bersumber dari ulu..dan yang mana peristiwa tersebut membutuhkan uluran bantuan dari berbagai pihak agar kedangkalan sungai yang di akibatkan oleh sidemen-sidemen yang bercampur Pasir dan sampah membuat tidak lajunya arus aliran air.
Untuk menhgindari hal terjadinya banjir yang akan mengakibatkan lebih parah maka perlu adanya penggalian di batang tubuh sungai batang merao yang salah satunya Bendungan yang berada di wilyah Desa Lubuk Nagodang.
Maka untuk mengatasi hal tersebut Kades Lubuk Nagodang, (Mukhtar Gani) melalui camat dan pemeritah lainnya merasa khawatir atas datangnya banjir bandang yang saat ini masih dalam zona musim hujan maka di berikan izin untuk penggalian Badan sungai dibendungan demi untuk Masyarakat banyak. (Keterangan Kades Mukhtar Gani (Lubuk Nagodang).
Klarifikasi ini, sehubungan dengan berita yang diturunkan BEO.co.id Edisi Rabu-6 Maret 2024, berjudul “Bisa Hasilkan Juta Rupiah Pengerukan Sungai Segabu Kerinci”
Termasuk juga pengerukan di Sungai Batang Merao, diwilayah Desa Lubuk Nagodang, Kecamatan Siulak, Kerinci.
Catatan Redaksi: Kami telah mempelajari Surat Permohonan antara lain dari Kepala Desa Siulak Deras Mudik, yang ditujukan pada PJ Bupati Kerinci, CQ Kepala Dinas PUPR Kerinci, isi. Intinya bisa menyetujui pengerukan Sungai Segabu (Normalisasi) dampak dari banjir demi keselamatan rumah masyarakat, jika banjir terjadi lagi.
Hal itu juga dibenarkan Camat Gunung Kerinci, Rifdi, S.Sos. MSi, via sambungan telephone Cellnya sebelum berita dinaikan.
Namun, dari persetujuan dimaksud, semata untuk pengerukan (Normalisasi Sungai yang dangkal “ mengamankan lokasi yang berdampak dari banjir, dan tidak ada persetujuan lainnya,
Apa lagi menjual hasil Pengerukannya kepihak lain, atau dibisniskan, memperkaya diri, (individu seseorang/ kelompok dan korporasi lainnya”
Harap disadari/ difahami, Sungai, Gunung/ Perbukitan, Danau, laut, dataran rendah/ dataran tinggi, segala isi dan kekayaannya dikuasai Negara.
Kemakmurannya (manfaat) untuk kesejahteraan rakyat. Kita perlu simak Pasal 33 UUD 1945, secara jernih dan utuh.
Kekayaan Negara yang terdapat diseluruh bumi Indonesia tercinta ini, termasuk Kerinci dan kekayaan alamnya harus mengacu pada perundang-undangan yang berlaku jika mau dikelola untuk bisnis (kekayaan).
Dan jangan sampai ketentuan UU No.17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA).
Berikutnya, UU No.3 tahun 2020 perubahan dari UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba (Mineral dan Batu Bara).
Dan berikutnya UU No.32 tahun 2009 tetang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan ketentuan lainnya dalam pemeliharaan Lingkungan dan Pelsetariannya, semua sudah jelas dan terang. Tinggal mau atau tidak kita patuhi, jika tidak kita siapa lagi yang akan mematahuinya?.
Sungai, dan segala kekayaan/ isinya tidak boleh dikuasai oleh perorangan/individu (kelompaok) atau dengan cara Korporasi.
Yang dimaksud penguasaan Sungai, seperti pengambilan material Batu, Pasir, Kerikil, dan menggunakan DAS (Daerah Aliran Sungai) untuk keperluan pribadi (indvidu, kelompok dan Korporasi).
Apa lagi dalam Skala besar (dibisniskan), harus mengikuti ketentuan yang berlaku yang telah diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Dan semua petunjuk dalam perundang-undangan yang berlaku, dibahas di DPR-RI, bersama Pemerintah, disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden RI dan DPR-RI.
Menjadi pedoman bagi kita semua sebagai warga Negara dan pemerintah RI. Demi menjaga kepentingan dan keselamatan yang lebih besar, dan rasa keadilan ditengah masyarakat.
Jika tetap dikuasi, dimiliki, dijual, tanpa melalui Perizinan yang benar, sudah seharusnya aparat berwenang mengambil langkah Hukum, dalam hal ini penyidik Utama, Polri (Polisi Republik Indonesia), hadir atas nama Negara untuk menertibkan dan menegakan supremasi Hukum.
Dan sesuai Fungsi, dan perannya yang diatur dalam UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, maka penegakan hukum harus kita support (bantu) secara benar, karena Polisi adalah sahabat kita semua untuk menegakan supremasi Hukum.
Maka dugaan kasus penjualan Pasir dari hasil Pengerukan Sungai Segabu di Siulak Deras Mudik Kecamatan Gunung Kerinci, siapapun oknum yang patut diduga terlibat, harus di usut sesuai prosedur hukum yang berlaku oleh pihak berwenang yang diatur oleh UU yang berlaku.
Demikian juga dengan kasus pengembilan Pasir dari Sungai Batang Merao, wilayah Desa Lubuk Nagodang, yang diduga dibisniskan (dijual) kepada pihak lain, adalah perbuatan melawan Hukum, karena penguasaan sungai dan isinya termasuk Pasir dan Batu, di kuasai Negara.
Maka kita menjadi keharusan mematuhi perundang-undangan dan peraturan yang dikeluarkan Pemerintah RI.
Dan menghormati tugas Polri sebagai aparat berwenang yang diperintahkan oleh UU berlaku.
Dan hak Klarifikasi Kades Lubuk Nagogang (Mukhtar Gani) telah kami muat, dan sangat menghargai. (Redaksi).-