Oleh – Gafar Uyub Depati Intan
Masyarakat Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, Propinci Jambi “jangan tertipu dengan praktik oknum Wartawan Gadungan, yang meresahkan masyarakat dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, hampir setiap hari wara-wiri hilir mudik, menyandang Tas, membawa Camera Android, dan pura-pura Wartawan benaran, namun tidak punya Karya Jurnalistik, (tidak ada beritanya), alias Wartawan Muntaber, (Muncul Tanpa Berita), praktik oknum wartawan yang satu ini, jelas Gadungan.
Yang dikeluhkan pihak tertentu, yang diwawancarai atau diminta komentar oleh Wartawan Gadungan, bisa masyarakat (indipidu) dan pejabat Negara (daerah), keberhasilan tentang pembangunan Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, ditunggu-tunggu dari hari kehari setelah wawancara beritanya tidak muncul, baik dimedia Online, Cetak, Televisi dan atau Podcast, sama sekali tidak ada beritanya?.
Baru terfikir oleh korbannya, ini mungkin wartawan gadungan, yang dimaksud, jelas korbannya.
Dibodohi: Masyarakat dan pejabat jangan mau dibodohi oknum wartawan gadungan.
Untuk lebih jelasnya yang dimaksud wartawan gadungan, tanpa memiliki Karya Jurnalistik, sehari-hari kerjanya hilir mudik, menghubungi dinas dan instansi pemerintah, masyarakat, dan indipidu, Direktur CV/PT dan lain sebagainya, “membawa data” untuk dikonfirmasikan, ternyata setelah wawancara beritanya sama sekali tidak muncul. Inilah yang disebut wartawan gadungan, (abal-abal).
Bahkan oknum wartawan yang satu ini, berani main gertak-gertakan , terhadap oknum pejabat yang tidak tahu (tidak mengerti) wartawan gadungan, bisa habis dikulitinya. Wartawan gadungan pandai berbual (Ngota & ngota) lagi. Ujung-ujungnya nipu, terhadap siapapun yang bisa ditipunya.
Maka masyarakat dan pejabat harus faham dan mau melihat secara jernih, siapa wartawan gadungan itu?
Wartawan gadungan tanpa Karya Jurnalistik, (tanpa berita). Walau pun punya segudang Kartu Pers. Tanpa berita, bukan wartawan. Pastikan ini dulu, jadi masyarakat tidak tertipu.
Untuk lolos masuk kantor Ia punya tanda pengenal (identitas), berupa Surat Tugas (ST), Kartu Pers dari media tertentu, bahkan ada yang ngaku-ngaku sudah UKW (Uji Kompetensi Wartawan), dan lulus SKW (Sertifikat Kompetensi Wartawan).
Terkini, data tahun 2003, untuk ikut Tes UKW pemula bayar Rp.1.050.000, Madya Rp. 1.900.000,- dan Utama Rp.2. 500.000,- kalau tidak lulus bisa daftar ulang, dan bayar lagi.
Setelah lulus dianggap wartawan hebat, anehnya “membuat berita saja tidak bisa” oknum mengku hebat karena sudah UKW dan sah sebagai wartawan, banyak di Propinsi Bengkulu, dan di Jambi, termasuk di Kerinci.
Wartawan pemula yang lulus UKW, setelah bayar uang, banyak yangtidak bisa buat berita, setelah ditelusuri, ternyata tidak pernah mengikuti Pembekalan Calon Wartawan (Pelatihan Dasar) Jurnalistik, oleh organisasi Wartawan dan redaksinya sendiri. Pengambilan UKW, tak lebih sebagai alat pengakuan, bukan Wartawan benaran.
Dan perlu difahami dalam pilosofinya, “Ilmu adalah milik orang belajar dan berfikir” apa lagi menggeluti dunia Jurnalistik, harus banyak dan rajin belajar dan membaca.
Wartawan yang baik, wartawan yang banyak belajar, dan membaca. Tidak saja mampu membaca yang tersurat, jika perlu bisa membaca yang tersirat, kata Drs, Syahrial Azis, tokoh Pers dari Kota Padang (Ranah Minang), dikutif kembali.
Wartawan pemula, tanpa pernah mengikuti pelatihan dasar, lalu, di ikutkan tes UKW untuk dapat pengakuan, setelah diluluskan tidak bisa buat berita, apa lagi mau mengangkat kasus-kasus besar yang melibatkan banyak pihak, seperti PPPK Kerinci 2023, kini diperiksa Polda Jambi, dan kasur besar lainnya.
Dan oknum wartawan gadungan ada yang mengantongi sampai tiga Kartu Pers, ternyata Karya Jurnalistik (Beritanya tidak ada), inilah wartawan gadungan yang sebenarnya.
Wartawan, adalah orang yang bekerja sebagai Jurnalistik, secara teratur, rutin, jujur mencari, mengelola, menyimpan, dan menulis, menyiarkan (pubblist), sampai pada pembacanya, diketahui resmi khalayak luas. Bukan disembunyikan?.
Mereka para pelaku Wartawan gadungan sanggup membayar (membeli) Surat Tugas dan Kartu Pers, untuk mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah/ pejabat/ ASN, TNI-POLRI, disinilah masyarakat pembaca sering terjebak, karena Wartawan gadungan punya tanda pengenal, (Surat Tugas/ Kartu Pers), tapi karya Jurnalistiknya tidak ada (tanpa berita) sama sekali.
Dari catatan penulis sejak 25 tahun silam, untuk seluruh Indonesia, termasuk Kerinci dan Kota Sungai Penuh, oknum yang satu ini, yang sangat merusak dunia Wartawan (Jurnalistik) untuk seluruh Indonesia.
Apa lagi pejabat yang punya masalah dengan praktik haram KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), mengelola uang pembangunan diduga disimpangkan dari tujuannya, ini jadi incaran wartawan gadungan, karena oknum pejabatnya takut di gertak mau beritakan, “padahal wartawan gadungan tidak mampu membuat berita, kerjanya bagaimana menggunakan atribut wartawan dan indentitas untuk mendapatkan uang-uang.” (Kipeng-kipeng), hepeng di Medan, Petii di Padang, Caci ditanah Rejang.
Pelakunya (sang gadungan wartawan) tidak butuh berita dia butuh “uang-uang, Kipeng-kipeng dalam bahasa Kincai” (Kerinci).
Oknum wartawan gadungan ini, mudah sekali ditemukan dikawasan komplek perkantoran Pemdakab Kerinci di Bukit Tengah, Pemkot Sungai Penuh, dan Pasar Beringin, hampir setiap hari diantara puluhan diantaranya banyak yang gadungan. Dan juga banyak yang berlian, memang menekuni dengan baik profesi/pekerjaan Jurnalistik.
Mereka bercerita tentang banyak data yang dimiliki, namun tidak diberitakan, dari obralan yang sering kita dengar, “mana cari lokak/ Kipeng, hari ini ?”
Ceritanya bukan berita apa, yang akan diangkat hari ini, dan liputan mana yang harus diutamakan, mereka para oknum wartawan gadungan itu, “semata mengatas namakan wartawan, untuk mencari uang, bukan berita” umumnyanya mereka dari berbagai latar belakang, ada yang dari mantan Agen mobil, (diterminal-terminal), tidak lulus masuk angkatan/ Polisi, Gagal Tes CPNS, mantan Calo TKI (Tekong), tidak ada pekerjaan lalu jadi wartawan lewat media tertentu.
Mantan TKI Liar di Malaysia dan Negara tetangga lainnya, pulang ke Kerinci, tidak ada pekerjaan tetap, coba jadi Wartawan, dengan cara membeli Kartu Pers/ Surat Tugas, pada media tertentu, lalu jadi wartawan hilir mudik, bak wartawan benaran. Bedanya tidak ada berita (tidak menulis berita), yang penting “kipeng-kipeng/ uang dan uang.”
Oknum inilah yang merusak nama baik profesi Wartawan, hampir terjadi diseluruh daerah di Indonesia.
Mirisnya, terjadi di Kerinci, dan melukai perasaan wartawan benaran (professional), ada oknum wartawan yang tidak malu-malu minta “uang 15-20 ribu/ alasan belum makan siang, minyak Honda (motor) habis, rantai tanggal dan lain sebagainya.
Dan type oknum yang satu ini, juga disenangi para Koruptor, karena tidak memberitakan kasus, yang dilakukan (pelakunya), merugikan Negara, masyarakat, dan merusak sistem pemerintahan, bahkan oknum wartawan gadungan mau menjadi pesuruh pejabat, untuk meng-inteli kinerja Wartawan yang benar-benar menekuni profesinya, mencari dan menulis berita.
Dan oknum wartawan gadungan, juga mau melakukan kejahatan-kejahatan lain terhadap wartawan yang professional atas suruhan oknum pejabat tertentu, model wartawan yang satu ini lambat atau cepat akan tergilas oleh waktu.
Karena masyarakat dan pejabat semakin cerdas dan mendalami, melihat dan merasakan manfaat profesi wartawan bagi kemaslahatan orang banyak.
Tanpa wartawan dunia “bak gelap gulita tanpa berita” kita tidak dapat info apa yang terjadi hari ini, malam dan seterusnya, maka Tugas, peran, fungsi wartawan secara independen harus diutamakan, bagi yang telah memilih profesi wartawan, bukan gadungan.
Di dunia luar sana, berita sudah menjadi kebutuhan penting, dalam sistem pemerintahan yang demokrasi, Hukum, dan melindungi, menghargai hak asasi manusia (HAM), media (Pers) Independen pilihan masyarakat, bukan Wartawab gadungan.
Wartawan mafia berita : Dalam praktik oknum wartawan gadungan, ada lagi yang menjadi mafia berita, dengan memanfaatkan media-media yang menulis kasus secara lantang, dan praktik KKN.
Itu digunakan untuk menghubungi sumber (pihak) yang kena berita, dengan menawarkan jasi, “kita bisa atasi, agar berita dihentikan?” Ujung-Ujungnya bayar berapa,….???
Praktik oknum yang satu ini, ada dimana-mana termasuk ditubuh oknum aparat penegak Hukum? Di Wartawan ada “mafia berita dan diaparat penegak Hukum, ada mark-up kasus, – mafia kasus (markus).
Parahnya lagi oknum Wartwan gadungan, karena tidak mampu dan tidak mau menulis berita, karena sudah dapat uang dari oknum pejabat terduga praktik KKN.
Data yang dimiliki oknum wartawan gadungan, ketika tidak dapat uang dari pihak terduga bermasalah KKN, “datanya dibagikan, kepada Wartawan senior dan professional, akhir oknum pejabat yang diduga terlibat KKN, juga babak belur diberitakan, kasusnya ujung-ujung terbongkar.
Hati-hati, pejabat korup ‘’memelihara oknum wartawan gadungan, terkadang bak membesarkan anak macan, setelah besar tuannya “(dimakan / dilibas)”
Masyarkat dan para aktivis Lingkungan dan Kehutanan, Sosial dan Kemanusiaan / LSM, Hukum dan Pers, kita harus koreksi diri dulu, sebelum mengkritisi pejabat pengelola Keuangan negara, mereka sama dengan kita manusia biasa.
Tergantung tingkat ketahanan dan keimanan masing-masing, untuk mengawasi jalannya pembangunan belum mampu pengawasannya 100 % ditangan dinas dan instansi terkait, semua harus terlibat seperti DPRD Kerinci (Jelmaaan rakyat), Wartawan, LSM, para aktivis Kemanusiaan dan Hukum.
Dengan kata lain, “Kita harus benar dulu, sebelum mencari kebenaran itu” Dan katakanlah yang benar itu tetap benar, sekalipun pahit.
Untuk memajukan pembangunan Kerinci lima tahun kedepan, mulai dari Wartawan, LSM, Masyarakat dan Pemdakab Kerinci (Pejabat) terkait dalam mengelola keuangan daerah, harus “bersih dulu” karena kita ingin memajukan pembangunan Kerinci yang dinamis (bergerak maju), bukan bergerak ditempat, maka praktik KKN, harus sama-sama kita berantas, sesuai kemampuan dan profesi kita masing-masing.
Namun, tidak dapat dibenarkan dengan praktik Wartawan Gadungan, alias wartawan Muntaber (muncul tanpa berita), atau wartawan CNN (Cuma Nengok-Nenngok) peristiwa, juga tanpa berita.
Dan yang sangat nekad WTM (Wartawan Tanpa Media) beraninya ngaku-ngaku wartawan, jika sejumlah praktik diatas kita biarkan, oknum pejabat bermental Korup, praktik KKN, Wartawan tanpa berita, LSM tanpa laporan, markus (mark-up dan mafia kasus), DPRD =5 D (datang, duduk, dengar, diam, duit), kita biarkan-“Kerinci bisa jadi Kampung maling.”
Kita sangat setuju, sejak Asraf SPt.MSi, Penjabat (PJ) Bupati Kerinci, digaungkan “bersama membangun Kerinci“ tentu harus bersih, bermartabat dan bermanfaat, sebagai tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri, “memberikan azasmanfaat untuk rakyat.”
Jangan memakai istilah terlambat, mari kita bangkit bersama berbenah diri, hai….saudara ku para oknum Wartawan Gadungan, tinggalkanlah praktik dilembah hitam itu. Buang jauh dan lupakan untuk selamanya, kita bangun kekuatan bersama untuk kebaikan, mungkin ditanganmu (di tangan kita) bersama Kerinci akan lebih baik dan berkeadilan. (***)