LEBONG, BEO.CO.ID – Skula adat ‘penjaga Mandat Leluhur’ AMAN Da Tanaek Jang terus berupaya dan berkonsentrasi memberi edukasi kepada anak – anak peserta didik untuk belajar menulis dan penghafalan aksara rejang, yaitu biasa disebut dengan aksara ‘Ka–Ga–Nga.’
“Tahun 2022 ini, sekolah Adat Penjaga Mandat Leluhur Taneak Jang di fokuskan belajar aksara Rejang,” ujar Ketua AMAN Da Taneak Jang Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, Rafik Sani dalam program pendidikan anak-anak.
Dia juga menjelaskan jadwal sekolah adat tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu bertempat di komunitas masyarakat adat Kutai Sadih Tunggang bumi Swarang Patang Stumang. Ia mengatakan peserta didik yang mengikuti pendidikan atau sekolah adat terdiri dari usia 5 sampai 9 tahun.
“Untuk proses belajar mengajar aksara Rejang serta proses pembelajaran lainnya, sekolah adat Taneak Jang telah membuka dua (2) kelas yaitu kategori anak – anak dan kelas remaja hingga dewasa,” tuturnya.
Dia menyebutkan, kegiatan sekolah adat itu bekerjasama antara AMAN Da Taneak Jang dan Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Taneak Jang serta dibantu juga warga Desa Tunggang Ibu Refi Jaspin.
“Mulai dari pengenalan, menghafal, menulis, mengetahui bentuk-bentuk tulisan huruf dan angka Aksara Suku Rejang, sampai pada tingkat mereka bisa dan mampu menulis aksara rejang,” ungkapnya.
Inti dasarnya, sekolah adat AMAN Da Taneak Jang ini guna melestarikan warisan leluhur kepada anak muda untuk terus dilestarikan melalui pengembangan di sekolah adat tersebut. Selain itu dia menyampaikan tidak hanya aksara rejang menjadi materi pembelajaran, termasuk mengenal permain tradisional Rejang, kearifan lokal, seni, budayanya.
“Tujuan kita menumbuhkan rasa cinta dan memiliki terhadap adat dan budaya Rejang itu sendiri kepada anak generasi sekarang ini dan kedepannya,” tungkasnya ada dorongan dari semua pihak.
Kendala Yang Dihadapi
Lebih lanjut dia uraikan, sekolah adat AMAN Da Taneak Jang perlu mendapatkan perhatian serta dorongan dari semua pihak, tidak hanya itu datangan dari orang tua peserta didik dalam menjalani perannya dan begitu pula peran pemerintah daerah dalam hal ini.
“Ada kendala internal dan eksternal dalam proses belajar mengajar, kendala yang paling utama dan kesulitan dalam menemukan guru – guru (pengajar) yang bisa membantu dalam kegiatan belajar mengajar ini. Serta masih minimnya guru yang memahami dan mengerti aksara rejang,” ungkapnya.
Tidak hanya persoal gaji guru dan tenaga pengajar, termasuk fasilitar prasarana yang belum memadai dan salah satu faktornya dianggaran untuk keperluan pembayaran gaji guru pengajar. Tidak hanya itu dia juga menyebutkan, penyediaan fasilitas-fasilitas dalam mendukung kegiatan belajar mengajar, alat tulis kantor termasuk belum adanya meja dan kursi yang mendukung kegiatan tersebut.
“Selain itu, kita mengajar dan mengenal permainan tradisional, kearifan lokal, seni, budaya termasuk sastra lisan, kita kenal Adam Dula, guritan, nandei, syair, ini juga kita temukan dan pelajari di sekolah adat ini,” terangnya.
“Kemudian memberi materi sejarah asal usul suku rejang kepada peserta didik dan masyarakat serta pengetahuan dan pemahaman tentang asal usul, tembo-tembo, silsila, pusaka-pusaka peninggalan asli dari Suku Rejang itu sendiri,” sambungnya mengakhir. (SB/**)
