JAKARTA, BEO.CO.ID – Tanah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, dimulai dari kepemilikan “hak yang diperoleh dari Warisan yang sah sebagai pribumi, hak atas tanah yang diperoleh dengan cara dibeli lengkap bukti yang sah, seperti Surat Girik dan kepemilikan dari hibah, (penerima hibah).
Dan tanah yang dihibahkan harus dari pemilik (penguasa) tanah yang sah, tidak dalam sengketa. Dan tidak berlaku bagi WNA (Warga Negara Asing), karena mereka tidak punya hak berdaulat sebagai rakyat Indonesia.
Berikut ini kisah/ kronologi Ozzy S Sudiro dan keluarga, memperjuangkan hak atas tanah dengan bukti yang sah.
SECARA Yuridis berdasarkan fakta otentik, tanah di Jalan Daan Mogot Km 14 Jakarta Barat, sudah dibeli oleh keluarga Ozzy Sulaiman Sudiro.
Jadi, hak pengolahan atas tanah seluas sekitar 6,2 Ha itu telah diover-alihkan atau dilepaskan kepada Muchtar A.W., keluarga Ozzy, pada 9 Agustus 1972, dengan bukti atas 9 surat girik adat Dalih Cs dan Kwitansi pembayaran di atas materai yang cukup.
“Muchtar AW adalah masih keluarga. Saya didaulat untuk ngurus surat 9 Girik itu terdiri dari 66.200 m2 Jl. Daan Mogot Km 14. Beliau ini eks pegawai Deppen, beli dari keluarga Dalih bin Kecil (Cs). Dibeli 1972,” ungkap Ozzy kepada Freedom News, Jum’at (28/6/2024).
Kabarnya kala itu, tanah tersebut mau dibeli oleh PN Pertamina melalui PT Sussam sebagai perpajangan Tapi ternyata tidak dibeli, akhirnya tetap tanah tersebut kita jaga denga patok-patok, sampai lama sekali.
Baru saya setelah 2016 saya beli saja supaya jelas kepemilikannya,” lanjutnya.
“Setelah ada pelepasan dari ayah, baru saya urus, tanah itu masih kosong. Selama ini digarap oleh Dalih Cs itu,” tegas Ozzy.
Menurutnya, tanah itu selama ini aman-aman saja, karena secara fisik masih dikuasai oleh Dalih Cs. “Saya tingkatkan jadi Sertifikat.
Girik ini tercatat (9 girik). Akhirnya lama-lama saya tahu di sini ada yang klaim, ternyata yang klaim itu dari Pertamina.
Akhirnya saya cari tahu. Sehingga, saya stag lagi 2016, akhirnya saya tanya, ternyata Pertamina sedang dilaporin oleh yang mengatasnamakan keluarga Lie swan Nio,” ujarnya.
Setelah dipelajari lebih jauh lagi melalui data dan berkas yang ada, Ozzy Sudiro baru mengetahui jika atas tanah Daan Mogot Km 14 itu telah diperjual-belikan oleh “mafia tanah”, meski yang menguasai Girik atau Letter C itu adalah Dalih Cs.
Berdasar data yang ada, Status Tanah ini awalnya yaitu Tanah Adat (Pertanian Ulayat terhadap hak perorangan/masyarakat).
Jenis Alas Kepemilikan/Penguasaan Hak atas Tanah yaitu Girik /Letter C sebelum berlakunya PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
Kepemilikan Tanah Pemilik Awal atas tanah adalah Thie Tjoe Nio (WNA – Tionghoa) alas hak Girik/Letter C Nomor 148 seluas sekitar 6,2 Ha.
Pada 15 Agustus 1941 seluruh tanah tersebut di atas dijual kepada Lie Wie Sie (WNA – Tionghoa) Pemegang alas hak Girik/Letter C Nomor 859.
Kemudian 24 September 1960, Terbit UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Pada 8 November 1960, Tanah oleh Lie Wie Sie diwariskan kepada dua orang anaknya: Lie Lai Nio (WNA–Tionghoa) dan Lie Sun Nio (WNA– Tionghoa). Lie Lai Nio mendapat warisan seluas 16.330 m2. Sedangkan Lie Sun Nio seluas 8.320 m2.
Bahwa berdasarkan UUPA Nomor 5 tahun 1960 yang disahkan dan diundangkan 24 September 1960 Pasal 9 ayat 1 bahwa “Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa ..dst”.
Di ayat 2: “tiap-tiap Warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun Wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah…dst”.
Pasal 2 ayat 1 “hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik”.
Dengan demikian, lanjut Ozzy Sudiro, sesuai dengan Ayat 2, orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.
Demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaranya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraannya itu.
“Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung,” tutur Ozzy. (BEO.co.id /***).