Sudah lama saya renungkan. Penggalan-penggalan kalimat pepatah orang melayu baik yang saya kutif dari berbagai buku Sastra Melayu dan orang-orang tua melayu, seperti Buya Hamka, tokoh Agama/ penulis (pengarang) besar, sastrawan Indonesia Prof Raja Ali Haji, salah satu tokoh pembahas Bahasa Indonesia, Muchtar Lubis Budayawan Sastrawan dan Wartawan Top (terkenal) dimasanya.
Dan cerita dari orang tua saya, menjelang tidur (penghantar) saya tidur, saat saya berumur delapan sampai belasan tahun. Disampaikannya dalam bentuk cerita, bak berpantun.
Karena saya, salah satu anaknya yang paling top kenakalannya, ‘’anak yang nakal’’ dari kecil.’’
Dan sering berkelahi (balago) dalam bahasa Kerinci. Saya teringat setelah saya beranjak remaja dikelas dua SLTP (sekolah lanjutan pertama), SMP/ sederajat, dulu ada SMEP (Sekolah menengah ekonomi pertama), ada STN (Sekolah teknik Negeri), MTSN/S, ada PGA 4 tahun dan selanjutnya ditingkat SLTA dengan nama berbeda tetap sederajat.
Akibat kenakalan saya, sering balago (berkelahi), orang tua saya sangat sering sekali meminta maaf dan mengobati anak-anak tetangga lawan saya berkelahi, dan membayar Pampeh (bahasa Kerinci), membayar obat atau mengobati anak orang atau lawan berkelahi.
Dan terkadang saya yang babak belur, dipukuli lawan-lawan saya berkelahi dan diobati oleh orang tua dari anak yang memukul saya.
Masa itu berjalan cukup lama, antara umur tujuh tahun sampai dua belas tahun. Ada catatan penting yang disampaikan orang tua saya menjelang tidur, kau (kamu) ‘’jangan lagi bak musang berbulu ayam’’ dan maling teriak maling, saya hanya dengar dan lihat wajahnya yang lelah, dan saya tidak menjawab, diam dan diam.
Dan apa yang disampaikan ibu (mak/ Nduk) belum saya fahami maksud dan tujuannya secara riil (nyata), dan yang terlintas dalam fikiran saya, jangan nakal lagi.
Ada terbesit dalam fikiran saya, kapan saya berubah menjadi anak yang baik, tidak lagi menyusahkan fikiran, Nduk (Ibu)? Tak ada jawaban yang saya peroleh secara pasti?.
Setelah saya dituntun terus oleh seorang Guru Agama, dan belajar dengan baik, ketika saya kelas dua dan tiga SLTP baru secara berangsur-angsur mata, telinga, rasa dan hati saya terbuka serta mulai saya sadari balago (berkelahi) menyusahkan diri sendiri, orang tua (keluarga) dan orang lain.
Kata-kata itu (pesan peringatan) ‘’Mak (Nduk) = ibu, sulit hilang dari ingatan saya. Setelah saya lulus SLTP, saya mulai senang membaca buku-buku bahasa Indonesia dan buku-buku tentang pepatah Melayu tulisan dari Raja Ali Haji, sindiran, pemberitahuan, peringatan dan nasehat-nasehat tentang kebaikan.
Apa itu arti sesungguhnya dari arti mengasihi dan menyayangi (buya Hamka), serta arti saling memahami dan serasa dalam sepenanggungan (bak berat sama di pikul, ringan sama dijinjing), dan ternyata itu bagian yang tak terpisahkan dari kejujuran.
Namun, nyaris tak pernah redup dalam ingatan saya. Pesan Nduk (Ibu) dan ayah saya menjelang tidur diusia saya tujuh sampai belasan tahun mengatakan ‘’jangan kau bak musang berbulu ayam’’ dan ‘’bak maling teriak maling’’
Dan setelah saya baca dari banyak buku dan pendapat mengartikan,’’ orang jahat yang berpura-pura baik, berpura-pura menolong namun niat sebenarnya menjerumuskan’’
Penggalan-penggalan dari kalimat atau kata-kata tersebut, kian menggugah perasaan dan rasa ingin tahu saya lebih jauh, saya lihat, saya baca, saya mencium, saya dengar, dan saya rasakan ‘’banyak sekali terjadi didunia politik kita saat ini.’’
Demikian juga didunia bisnis, terutama dipemborongan (kontraktor), bahkan dipemerintahan, dan pada bagian penegakkan supremasi hukum, maaf iya itu dilakukan para oknum yang ambisius untuk mencapai apa yang di inginkannya terkadang menggunakan istilah 3h (halal, haram, hantam), yang penting tujuannya tercapai (berhasil)?.
Kondisi lainnya juga terjadi didunia profesi, misalnya ‘’dunia journalist, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Pengacara dan Penasehat Hukum?’’
Mau lihat, baca, dengar dan rasakan, masih banyaknya oknum Wartawan dan LSM terjerat hukum, karena kasus pemerasan dalam bertugas.
Dan lebih ironisnya lagi banyak oknum Hakim mulai dari tingkat pengadilan negeri (terendah) sampai oknum Hakim Agung, oknum jaksa penuntut umum (jpu), oknum Polisi mulai dari tingkat terendah sampai yang berbintang juga banyak yang terjerat Hukum karena terima suap, pemersan, korupsi, dan terlibat kasus mafia Hukum.
Praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), ironisnya menjadi kebanggaan, karena berhasil membangun kekuatan kelompok, meraih (merampok uang rakyat) dan membangun kekuasaan dalam keluarga, dengan mengabaikan kepentingan public (masyarakat) luas.
Saya terkadang bingung sendiri, dan akhirnya memilih banyak bertanya pada diri saya sendiri, apakah saya ini sudah benar dalam bertindak untuk suatu keperluan, sesuai profesi dan pekerjaan saya sebagai Wartawan, saya berusaha untuk jujur mengatakannya ‘’saya banyak salahnya, dan terkadang banyak keliru dalam bertindak dan menulis.
Makanya saya banyak bertanya pada ahlinya masing-masing, apanya yang salah dan apa pula yang harus dilakukan (diubah untuk kebaikkan) ?
Ternyata jawabannya juga bervariasi, ada yang ‘’mengatakan, bekerjalah sesuai aturan yang berlaku, ada yang menjelaskan hasil kamu bekerja memberi manfaat atau tidak pada orang lain dan ada yang menerangkan, perbaiki dirimu (diri kita) masing-msing terlebih dahulu, baru berbuat kebaikkan untuk orang lain’’
Dan ada juga yang mirip mengatakan, ‘’kita harus benar dulu sebelum mencari kebenaran itu?’’
Dan ada juga pendapat mengatakan, ‘’kenalillah siapa kamu, atau siapa dirimu, dari mana dan mau kemana kamu?’’ jika kamu tahu, kamu akan tahu siapa tuhanmu?
Maka kamu akan bisa berpegang teguh terhadap kebenaran, dan kamu akan takut berbuat dan melakukan kesalahan.
Semua ini diawali dengan menanamkan rasa kejujuran pada diri kita masing-masing (tahu hak mana yang haknya, dan tahu pula terhadap kewajibannya).
Dan orang yang tahu akan haknya, dia tidak akan mengambil hak orang lain, Karena dia dibatasi (dilarang) oleh rasa jujur dan malu yang tertanam dalam dirinya.
Karena akal/ fikiran dan nafsu, ‘’sangat sering berbuat bohong’’ jika tidak percaya, tanyakan pada diri kita masing-masing.
Karena akal/ fikiran dan nafsu, adalah bagian dari raga (kerangka) biasa ditubuh manusia, ciptaan tuhan yang maha kuasa, (maha segalanya), Allah SWT.
Jika kita mau jujur bertanya, kenapa kita dan lingkungan terkadang terjadi ‘’carut marut, silang sengketa dan yang lebih luas negeri yang kita cintai dan di banggakan ini, terkadang rasa terkoyak, jurang anatara miskin dan kaya serta sulit melahirkan rasa keadilan ditengah masyarakat?’’
Jawabannya : Kita sudah punya ribuan orang pintar dan cerdas, tapi kita sangat minim memiliki ‘’orang jujur’’ maka untuk melahirkan generasi calon pemimpin masa depan, harus melalui pendidikan yang mendasar yaitu pendidikkan dimulai dari orang tua/ wali masing-masing, (manual) menanamkan kejujuran pada anak-anak (generasi kita) terlebih dahulu dari dalam rumah.
Dari banyak kesalahan yang saya lakukan, dari kecil masa remaja sampai menikah (berkeluarga), punya anak dan cucu ternyata saya mencetak & menciptakan banyak dosa bagi diri saya dan orang lain.
Terkadang saya merenungi buah karya saya, masih sangat banyak yang belum memberi manfaat pada orang lain apa lagi daerah, bangsa dan Negara.
Sangat jauh sekali, saya masih berkutat untuk diri dan keluarga saya. Sebagai orang yang beragama dan percaya adanya tuhan yang maha kuasa, (maha segalanya), saya bersujud padanya memohon ampun dengan cara saya, sesuai ajaran agama yang saya percayai dan yakini Islam yang damai, rachmat untuk semua orang mengasihi dan menyayangi secara ikhlas. Tidak dalam kepura-puraan, ‘’trennya membangun pencitraan’’
Karena saya ingat pesan almarhummah ibu (Nduk Kanti) = ibu saya Ny. Baunah Sidimrah yang wafat dalam usia 90 tahun, di Desa Sungai Batu Gantih, Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci Jambi dan ayah saya, Sidimrah (alm) wafat dalam usia 97 tahun, keduanya telah menghadap sang penciptanya. Entah kapan waktunya giliran saya menyusul ?
Terkadang saya merenungkan sendiri, sudah berpuluh-puluh tahun lamanya saya belajar untuk memahami pesannya. Apa yang harus saya lakukan kedepannya ?
Baru pada usia setengah abad (lima puluh tahun), saya menyadari pesan itu sangat dalam artinya, untuk memperbaiki diri dan tidak melakukannya lagi. Saya wajib bersyukur kepada tuhan yang maha kuasa dan mahasegalanya, kini saya berusia 65 tahun lebih, dan melebihi umur Nabi Muhammad SAW.
Bersyukur dan berdo,a kepada yang maha kuasa dan mahasegalanya (Allah SWT) pencipta langit dan bumi dengan segala isinya.
Dan berwarna-warni, mulai malam yang gelap, malam berbintang, siang yang cerah, siang dan mendung, indah, sejuk, panas, rupa-rupa inilah bukti keagungannya, dialah ilah yang maha segalanya.
Dan selama ini, saya telah merugikan banyak orang langsung atau tidak langsung akibat tindakkan saya, cara berfikir dan bekerja saya yang salah.
Hanya pesan dari seorang ibu bernama Baunah dan ayah bernama Sidimrah, yang segalanya buta hurup tidak bisa tulis-baca mengingatkan dan mengajarkannya, ‘’jangan jadi musang berbulu ayam dan maling teriak maling’’ pesan itu mudah saya ingat, namun sulit saya kalahkan.
Untuk tidak lagi menggunakan fikiran kotor saya dan bekerja merugikan orang lain, sampai tulisan ini saya pubblist, sekaligus saya mohon maaf pada pihak-pihak yang mersa dirugikan selama ini.
Karena saya tak lebih dari seorang hamba tuhan yang lemah, kritik, saran dan masukkannya ditunggu dan akan disajikan apa adanya. Terima kasih. (***)
Penulis : Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Wartawan Reformasi Indonesia (DPD-KWRI) Propinsi Bengkulu, Pemimpin Redaksi Gegeronline & BEO.co.id Group, Pemerhati masalah Sosial Kemanusia, Kemiskinan Desa dan Perkotaan, tinggal di Kota Bengkulu.