PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA, SEBUAH ORGANISASI WARTAWAN TERTUA DITANAH AIR (PALING SENIOR) DAN TELAH MELAHIRKAN BANYAK TOKOH PERS NASIONAL YANG DIBESARKANNYA.
LAHIR DARI YANG NAMANYA “PWI” SEHARUSNYA MENINGGALKAN CATATAN PENGKADERAN YANG PUNYA KOMITMEN YANG KUAT, TERHADAP MARWAH DAN RUH PERJUANGANNYA, BERSIH DARI ANASIR, “KOLUSI, KORUPSI DAN NEPOTISME” ATAS BANTUAN DANA HIBAH DARI “FORUM HUMAS BUMN” (FORUM HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN USAHA MILIK NEGARA) YANG NILAINYA CUKUP BESAR RP. 6 MILIAR, UNTUK MENDUKUNG UJI KOMPETENTI WARTAWAN (UKW).
Dalam pelaksanaannya, justru menimbulkan kisruh antar pengurus organisasi PWI ditingkat pusat.
Untuk diketahui kalangan Jurnalist (Wartawan) yang tergabung dalam pengurus dan anggota PWI didaerah saat ikut Tes UKW (Uji Kompetensi Wartawan), untuk wartawan Pemula dikenakan bayaran Rp. 900.000,- Madya sampai utama Rp.2. 000.000,-jika bantuan dari Pemerintah melalui FH BUMN, seharusnya para rekanan wartawan didaerah tidak membayar uang untuk tes semahal itu. Minimal bisa meringankan?.
Mulai terkuak kasus ini secara lantang, diungkap Ketua Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo, ke sejumlah awak media antara lain dikutif dari sebagaimana ditulis Liputan Terkini.co.id pertengah April 2024, dikutif kembali.
Berikut punyi petikan dari penjelasan Sasongko Tedjo. Akhirnya Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo mengungkap kasus tersebut ke media, gara-gara ada dugaan penyerahan cashback sebesar Rp2,9 miliar ke oknum pegawai BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/4/24) di Jakarta, Sasongko Tedjo secara tegas meminta kepada pengurus PWI pusat agar bantuan yang diberikan untuk UKW gratis di 30 provinsi itu seharusnya disalurkan secara utuh.
“Tidak ada yang namanya cashback, fee atau potongan apapun, karena bantuan ini langsung perintah Presiden ke Menteri BUMN saat pengurus PWI bertemu dengan Presiden di Istana Negara, 7 November 2023,” kata Sasongko dalam keterangannya.
Terkait hal itu, menurut Sasongko, beberapa pengurus PWI yang terlibat dalam permasalahan ini sudah dimintai klarifikasi dalam rapat Dewan Kehormatan.
Mereka yang sudah dipanggil untuk klarifikasi dugaan korupsi dan atau penggelapan dana BUMN itu antara lain Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, dan Sekretaris Jenderalnya, Sayid Iskandarsyah.
Sementara itu, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, mengecam keras perbuatan oknum pengurus PWI yang diduga melakukan korupsi dana UKW tersebut.
Tokoh Pers Nasional itu bahkan meminta agar tidak hanya para pihak yang terlibat korupsi itu diproses hukum, namun juga organisasi wartawan anak emas Dewan Pers itu dibubarkan sesegera mungkin.
“Organisasi pers bernama Persatuan Wartawan Indonesia harus dan mendesak untuk dibubarkan. Bagaimana mungkin lembaga peternak koruptor, Hendri Bangun dan gerombolannya itu bisa mengontrol dan mengkritisi pejabat dan aparat korup, sementara mereka juga adalah pelaku korupsi!?,” tegas tokoh pers nasional yang dikenal sangat vokal ini dalam postingan WhatsApp-nya, Jum’at, 12 April 2024. Dikutif kembali.
Ramainya masalah uang bantuan dari Pemerintah kepada organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) alasan untuk mendanai UKW Gratis, sedangkan para Wartawan Pemula, Madya dan Utama didaerah yang bergabung kedalam PWI Cabang daerah masing-masing, ada kesan hanya membuka “pundi-pundi sumber uang bagi para oknum pengurus/ Panitia Tes UKW didaerah.
Dan ironisnya para peserta UKW yang diberikan sertifikat tanda kelulusan, ada yang tidak “mengerti penulis berita” karena mereka hanya ikut tes dan tidak diberi pembekalan sebelumnya baik oleh redaksi tempat bekerja maupun di organisasi wartawan tempat mereka bergabung, yang penting bayar uang UKW sesuai tingkatannya mayoritas mereka diluluskan.
Dan yang tidak lulus, dibolehkan ikut tes lanjutan dan bayar lagi, pada umumnya diluluskan. Dan yang menggugah perhatian masyarakat luas, mereka yang memiliki sertifikat UKW berani mengatakan merekalah Wartawan yang sah dan diakui.
Dan bagi oknum pejabat daerah yang tidak mendalami secara spesifik, apa itu jurnalistik (Wartawan), ikut-ikutan mengatakan yang bisa diterima dikantor-kantor adalah wartawan yang sudah UKW.
Dan kenyataannya dilapangan, khususnya Propinsi Bengkulu dan Jambi, banyak para oknum yang menyebar luaskan isu tersebut, justru yang tidak mengerti peran dan fungsi pers ditengah masyarakat, mereka hanya batas mengantongi sertifikat, kartu Pers dan surat tugas redaksi.
Dampak negative yang timbul didaerah, justru sering terjadi ribut antar oknum Wartawan dilapangan. Dan banyak wartawan Non UKW, punya kemampuan luar biasa, karena mereka diberi pelatihan ditingkat redaksi masing-masing, kendati tidak ikut Tes UKW.
Mereka jujur, berani mengungkapkan praktik KKN para kepala daerah yang tidak terjangkau hukum?. Dan mereka bertanggungjawab dengan berita yang diturunkan.
Sedang yang telah UKW, hanya mendaftarkan diri di Komifo setempat, hanya untuk mendapatkan Iklan, dan berita yang baik-baik didaerah, sesungguhnya masih sangat banyak daerah kabupaten/ kota yang tertinggal pembangunannya, dan media tertentu ditulis berhasil?. Jauh tidak sesuai fakta sebenarnya dilapangan.
Kita bukan tidak sependapat di UKW, tapi perlu dibenahi. Pantaskah para oknum yang tidak pernah diberi pembekalan/ pelatihan Jurnalistik lalu ikut atau di ikutkan tes UKW, yang penting memiliki sertifikat, bukan Karya Jurnalistik.
Disini, juga terjebaknya oknum pejabat didaerah, setelah memberikan keterangan kepada oknum wartawan beritanya tidak muncul-muncul, sedangkan mereka sudah punya sertifikat UKW.
Kedepannya kita perlu berbenah diri, baik ditingkat redaksi maupun di organisasi Wartawan masing-masing didimana dalam buku UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, masih tercatat 28 oraganisasi Wartawan terdaftar di Kemendagri dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Ditambah para organisasi lainnya, juga sudah terdaftar di Kementerian Dalam Negeri / Dan Hak Asasi Manusia (HAM), tentu punya hak yang sama.
Kita perlu melakukan perbaikan sehingga kompetensi wartawan berjalan dengan baik, Independen dan Profesional, bukan batas memiliki sertifikat?
Jikapun pemerintah memberikan bantuan untuk peningkatan kualitas para jurnalist dari Pemula, Madya dan Utama.
Bantuan untuk peningkatan kualitas harus ada pedoman resmi berdasarkan Undang-Undang, dan UKW bukan diciptakan kelompok tertentu, bisa menimbulkan perpecahan antar lembaga Penerbitan Pers, para Jurnalist.
Karena UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, tidak meng-amanatkan wajib UKW. Disahkan di Jakarta, 23 September 1999, dan ditanda tangani Presiden Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie dan di undangkan pada tanggal yang sama di Jakarta oleh Menteri Negara Sekretaris Negara Republik Indonesia Muladi.
Disusul dengan 11 Point Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia, yang harus dipatuhi sebagai etika moral Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugasnya.
Sepanjang belum ada perubahan UU dan KEJ, kita harus sepakat melaksanakan yang ada, terutama amanat 11 poin KEJ, agar tidak terjadi hoax (berita bohong).
Karena masyarakat Pers Indonesia payung hukum (dasar) adalah UU No.40 tahun 1999 tentang Pers. Berlaku sama, dan Dewan Pers, serta menjaga/ merawat dan menangani sengketa masyarakat pers dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan (pembacanya).
Dan Dewan Pers harus menjadi pelindung bagi Kemerdekaan Pers Nasional membangun dan menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa, dan mengutamakan kepentingan umum, bukan kelompok.
Dalam pelaksanaannya tetap dilandasi kejujuran untuk kebenaran. Sebagaimana dimanatkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dan Etika profesi dengan 11 Poin KEJ Wartawan Indonesia.
Mulai terungkapnya dugaan Korupsi dana bantuan hibah dari BUMN itu, diduga melibatkan oknum-oknum tokoh pers, baik ditingkat ketua organisasi dan pengurus kita perlu berbenah diri dan bersatu padu antar organisasi Wartawan, tidak saling merendah dan menjatuhkan satu dan lainnya.
Suka tidak suka, kita berada dalam UU yang sama, yang disahkan Negara sebagai dasar hukum (Payung hukum) nya Pers Nasional.
Jika selama ini masyarakat Pers getol menulis dan mengungkapkan praktik KKN ditengah pemerintahan, yang diduga tersandung para tokoh organisasi Wartawan, sangat wajar kita menerima kritik pedas dari masyarakat Indonesia.
Seperti yang disampaikan banyak pihak termasuk anggota DPD-RI, berikut petikannya dikutif kembali.
Dari lingkungan Parlemen, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Fachrul Razi, menyampaikan bahwa kasus tersebut harus ditindak-lanjuti oleh aparat terkait.
“Kita sangat menyayangkan jika organisasi pers sudah terkontaminasi perilaku koruptif. Hal ini pasti memperburuk penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi di tanah air. Siapa lagi yang akan menjadi pengontrol tingkah laku para pejabat dan aparat jika pilar keempat demokrasi sudah ikut menjadi pelaku korupsi?” ujar Senator dari daerah pemilihan Aceh ini, Senin, 15 April 2024.
Sejak kasus itu bergulir ke permukaan, berbagai pihak telah memberikan pernyataan sikap yang umumnya mengecam keras perilaku korupsi yang dilakukan oleh para terduga koruptor di organisasi yang semestinya menjadi contoh bagi para wartawan di tanah air ini.
Saat ini, publik menunggu sikap dari pihak BUMN dan aparat penegak hukum atas kasus yang amat memalukan itu. Dikutif kembali.
Ketua PWI Pusat, Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, dan Sekretaris Jenderalnya, Sayid Iskandarsyah. Sampai tulisan Opini ini diturunkan belum diperoleh konfirmasinya, sejauh mana dugaan keterlibatan para oknum dijajarannya. (***)
Penulis/ Penanggungjawab: Gafar Uyub Depati Intan, Putra Asli Bumi Sakti Alam Kerinci, Jambi, Pempred BEO.co.id / Ketua DPD-KWRI Bengkulu tinggal di Kota Curup.