spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wartawan Digugat Masyarakat Menegakan Kebenaran, Bukan Pembenaran

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Indonesia berkembang pembangunannya secara fisik, namun secara demokrasi banyak pihak menilai kebebasan itu dan kemerdekaan ditenggelamkan kedalam sistem diktator oleh penguasa, sesuai sifat dan kepentingannya, “praktik penjajah itu, memang sengaja diwariskan kepada bangsa, bangsa yang besar dan tangguh, yang tidak mau dijajah dikampung sendiri.

Era pemerintahan orba, kebebasan menyampaikan pendapat didepan umum tertulis dan lisan, kendati dijamin oleh UUD 1945 pasal 27 dan Pasal 28, hurup (F), terasa sangat berat oleh ormas, OKP, Pers dan aktivis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Namun, kita tidak boleh menjastis (semua buruk), banyak nilai poitif dibalik semua itu, karena ingin cepat memajukan pembangunan fisik dan non fisik secara nasional. Dan harus mendukung percepatan pembangunan yang positif bagi kepentingan masyarakat Indonesia, disemua lapisan mulai dari kepentingan kaum miskin pedesaan dan kaum marjinal diperkotaan, harus dibangun oleh Pemerintah RI yang tengah berkuasa. Dan tanpa membedakan “ras, suku, agama dan antar golongan” semua harus diberlakukan sama, berdasarkan Panca Sila dan UUD 1945.

Perubahan terjadi setelah Presiden Soeharto, turun dari jabatannya dengan cara mengundurkan diri atas desakan dan tekanan mahasiswa / Mahasiswi dan masyarakat Indonesia mei 1998, yang digantikan H. Baharuddin Jusuf Habibie.

Dimasa BJ Habibie, lah terjadi perombakan besar-besaran atas tuntutan reformasi masyarakat Indonesia, termasuk perubahan mendasar UU Pokok Pers, menjadi Kemerdekaan Pers. Dan lahirnya UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.

Yang disiasati puluhan organisasi Wartawan Indonesia, termasuk Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), yang lahir (berdiri) kokoh 22 Mei 1998 silam. Kini bagaimana generasinya (kader) nya melanjutkan perjuangan, “ruh dan marwahnya” secara benar dan bertanggungjawab, bagi kepentingan bangsa, Negara, rakyat dan organisasi KWRI itu sendiri. Kita (masyarakat pers) perlu mengingat jasa-jasa pemerintahan Presiden RI ke 3 BJ Habibie dengan Menteri Penerangannya Yunus Yosfiah, asal tanah Bugis itu. Dengan tetap menghargai pendapat yang lainnya.

Perubahan ini, oleh Presiden RI dan DPR-RI (saat itu), pantas dicatat sebagai Tinta Emas, bagi Kemerdekaan Pers secara Nasional.

Seiring berjalannya waktu, Presiden BJ Habibie digantikan Abdurrahman Wahid (Gusdur), dan Gusdur digantikan oleh Wakilnya Megawati Soekarno Putri, yang menjabat cukup pendek dua dan tiga tahun, (Gusdur-Mega).

Kisah Singkat Jurnalis Gudi Podcast Kemenag Rejang Lebong

Tabut Bengkulu (Dokumentasi Yopoyo)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org