Mafia berita lainnya, ada di sejumlah oknum wartawan menjadi pemborong bayangan, secara faktual tidak ada nama oknum wartawan, menanda tangani kontrak, namun setiap tahun mendapat jatah proyek PL (Pemilihan langsung dan atau Penunjukan langsung), dengan nilai rata-rata dibawah Rp250 juta, juga terjadi di Kerinci, sejak tahun 2014-2019 dan 2019-2024, (dua periode) masa jabatan bupati Kerinci.
Cheknya mudah, media yang disingkat Online’’Smb’’ itu seluruh berita yang dimuat hampir semua berita serimonial, kegiatan ‘’bupati Kerinci tentu yang baik-baik dan indah-indah,’’ bahkan terkesan memuja dan memuji-muji. Jika memang Bupati/ PJ Bupatinya berperstasi, kenapa tidak menjadi harus ditulis berprestasi.
Dan Nyaris tak pernah menyentuh berita kasus dilingkungan Pemdakab Kerinci, semua bersih, seolah tak pernah terjadi, peristiwa dan penyalahgunaan jabatan, apa lagi korupsi dan pembiaran. Tapi, sejak akhir 2023 dan memasuki tahun 2024 kasus dugaan rekasa kelulusan Tes Pegawai Pemerintah Perjanjian Kerja (PPPK), terungkap dan telah resmi di usut Polda Jambi atas laporan korban PPPK melalui DPD-AHN Kabupaten Kerinci, 25 Januari 2024 yang baru lalu, kini prosesnya berlanjut.
Kata mantan pemborong berinisial KS, awal Februari lalu, menjelaskan secara rinci kepada penulis. Kini KS sejak beberapa waktu lampau, memilih mundur dari pekerjaan pemborongan, karena lelah memberikan, ‘’fee’’ sebelum lelang dimulai, kalau mau menang. Jelas KR, kini berada diluar Kerinci.
Kata sumber itu, seraya minta tidak ditulis nama terang dan lengkapnya. Ks, menjelaskan praktik oknum Wartawan jadi pemborong bayangan, sebenarnya bukan hal baru, praktiknya mirip dengan oknum dewan Kerinci, yang jadi pemborong bayangan, tegasnya.
Menurut Ks, siapapun yang menjadi Bupati Kerinci kedepan, jika tidak ditegakan sistem pengawasan yang benar, berani dan konsekuen, tidak tebang pilih ‘’jangan harap mutu pembangunan Kerinci akan membaik sesuai umur rencana bangunan’’
Apa lagi nilai kegiatan proyek miliran rupiah, minimal fee 15 % termasuk untuk oknum di dinas instansi terkait mengelolanya, baik APBD sumber Dana Alokasi Umum (DAU), dan APBN sumber DAK (Dana Alokasi Khusus).
Belum lagi oknum pejabat Negara, yang meminta jatah proyek, praktiknya mirip dengan oknum Wartawan, LSM dan oknum dewan cara kerjanya sama.
Teori praktik yang satu ini, sangat sulit tersentuh aparat penegak hukum? Kalau bukan penyidik yang berpengalaman, memeriksanya.
Karena yang diperiksa saat timbul masalah, pekerjaan terlambat, diduga mencuri volume pekerjaan, fee dan lain sebagainya, penanda tanganan kontrak Direktur atau Kuasa Direktur, sulit melibatkan oknum Wartawan, Pejabat, LSM dan Oknum dewan. Maka tuduhannya fitnah, dan bisa berbalik arah kepada pelapornya yang akan jadi tersangka.
Jadi tantangan menekuni profesi Wartawan sangat berat, selain mendapat tekanan dan ancaman dari pihak-pihak yang diberitakan baik secara fisik, terror mental, keluarga dan lain sebagainya sangat kuat.
Tak heran, banyak oknum Wartawan pilih kompromi dengan menghilangkan pemberitaan terhadap kasus-kasus besar dengan resiko besar pula. Dengan meminjam istilah yang berseleweran dikaki lima, “lebih baik sama-sama berada dalam satu atau dua kaki” asal tidak makan surang (Mansur) ?.
Dan banyak oknum Wartawan, memilih jalan aman, bersahat kental dengan, ‘’Koruptor, Mafia tambang dan oknum Pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya’’
Uang dapat, kawan banyak dan menyenangkan dari sisi vinansialnya, bahkan ada oknum wartawan mengatakan kepada penulis, ‘’masalah yang terjadi, tidak cukup kuat bagi kita untuk mengeremnya, apa lagi menghentikannya, maka lebih baik ‘’memilih jalan dengan istilan saling memahami / saling mengerti’’ nah pilih yang mana, tergantung masing-masing cara oknum wartawan, memilihnya.