Datuk Nurdin Saiko Dirajo, Pejuang Tanah Ulayat Melawan Ketidak Adilan

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Laporan: San Akuan Jurnalist Beo dari Dharmasraya & Sijunjung

SUMBAR, BEO.CO.ID – Nurdin Gelar Datuk Saiko Dirajo, 89 tahun Pejuang hak Ulayat bagi Kaumnya di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Sebagai pejuang melawan ketidak adilan semangatnya tak pernah surut. Untuk Keadilan, kebenaran, bagi kaumnya yang kesulitan hidup dan ekonomi. Akibat tanah Ulayat yang jumlahnya ribuan hektar dikuasai pihak perusahaan PT. BN, yang beroperasi diluar batas waktu selama 7 tahun sejak tahun 2013 silam hingga kini.

            Datuk Nurdin Saiko Dirajo, mantan pejuang yang terpinggirkan malam itu selepas waktu isya, dalam kebersahajaannya bercerita lepas kepada jurnalis media Bidik07Elang Oposisi yang berkunjung kerumah sederhananya.

Bernama lengkap dengan gelarnya sebagai Nurdin Datuk Saiko Dirajo untuk wilayah Belukau Dalam Kampung Surau, yang berada di antara Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung.

Nurdin kemudian menuturkan, bahwa dia dulu merupakan seorang pejuang Veteran Perang Kemerdekaan. Yang kemudian di masa PRRI bergabung bersama pasukan Kolonel Zulkifli Lubis, seorang perwira pembangkang pemerintahan pusat karena menentang Komunisme hidup di Republik yang masih muda kala itu.

Kolonel Zulkifli Lubis terkenal karena dia adalah salah satu pioner intelejen di Indonesia. Di masa Orde Lama kolonel Zulkifli Lubis termasuk sebagai pemberontak dan di penjarakan usai gerakan perlawanannya di hentikan pemerintah pusat kala itu.

Lalu ketika Orde Baru berkuasa, para kolonel pembangkang di bebaskan dan sebagian melanjutkan karier militernya lagi.

Kembali kepada Datuk Nurdin, Ketika Kolonel Lubis sampai di wilayah Sumatera barat, Nurdin bergabung dalam kelompok sang kolonel karena dia juga menentang komunisme, tuturnya lagi.

Veteran perang kemerdekaan tersebut masuk dalam regu kecil berjumlah 11 orang. Nurdin hanya ingat seorang rekan regunya yang bernama Muis yang bertugas sebagai pembawa Bazooka.

Untuk nama rekan-rekan yang lain dia tidak ingat lagi. Namun dia ingat Regunya bernama “Regu Kepujan” Setelah masa PRRI di sumatera barat Nurdin berhenti dari aktivitas militernya dan melanjutkan hidup sebagai petani sampai saat ini, yang di beri amanah oleh sukunya (Suku Melayu) membawahi Ulayat yang puluhan ribu hektar area luasnya.

Nurdin Datuk Saiko Dirajo, ini memng tidak muda lagi. Namun semangatnya untuk menegakkan kebenaran dan keadilan terus berlanjut, kendati dalam lingkup yang kecil pada kaum Suku Melayu, yang tersebar luas antara Kabupaten Dharmasraya dengan Sawah Lunto Sijunjung, disanalah kaumnya yang besar hidup menderita, tidak merdeka ditanah sendiri.

Nurdin meminta tolong kepada jurnalis Bidik07Elang Oposisi, untuk menyampaikan keluhannya perihal beberapa tanah Ulayat yang di bawah pengawasannya yang saat ini mengalami beberapa masalah dengan perusahaan.

Menurut perjanjian dengan PT Bn, Hak Guna Usaha untuk tanah seluas lebih kurang 4000 ha tersebut berakhir di tahun 2013 lalu. Berarti setelah berakhir atau habis waktunya, tanah tersebut kembali pada masyrakat Adat (Ulayat). Namun pihak perusahaan, tidak mau mengembalikannya.

Dan kenyataan yang terjadi hingga detik ini. PT Bn masih beroperasi di sana tanpa perjanjian ulang yang melibatkannya.

Upaya hukum sudah pernah di tempuhnya. Mungkin karena keterbatasan pemahaman dan pengetahuan tentang hukum dan sistem perundang-undangan yang berlaku di NKRI, Nurdin hanya di ombang ambingkan dengan informasi simpang siur yang di terimanya. Pihak perusahaan dengan kukuh mengklaim daerah Ulayat itu jadi milik mereka hingga kini. Dan hak Ulayat masyarakat kaum melayu, menjadi penonton dan terjajah ditanah semdiri.

Di akhir ceritanya malam itu, Nurdin meminta agar ada pihak-pihak yang berkenan membantunya dalam masalah ini. Dengan meminjam istilah, “Benar Ujar Bung Karno, Lebih mudah melawan bangsa asing dari pada melawan bangsa sendiri” ujarnya lirih diujung kalimatnya.

Dari pengamatan Jurnalist Beo.co.id, sebaiknya pihak perusahaan PT. Bn, duduk satu meja, berada pada solusi (jalan kelaur) terbaik untuksemua pihak terkait. Demikian masyarakat Adat Suku Melayu, dalam memperjuangkan Hak Ulayatnya.

Dinama masing-masing pihak sudah tahu dan jelas masalah yang terjadi, dan tanggapan bagi pihak yang dirugikan, sudah merasakan pahit getir, tanpa memiliki usaha sebagai sumber ekonomi. Dan sejauh ini belum diperoleh keterangan dari pihak PT. Bn, sejauh mana penyelesaiannya, sehingga masyarakat setempat sebagai warga Negara kesatuan republic Indonesia (nkri), bisa hidup layak dibuminya sendiri. (***)

 

Laporan                      : Jurnalist Bidik07ElangOposisi Dharmasraya (Sumbar)

Editor/ Penulis          : Gafar Uyub Depati Intan

 

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Headlines

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Latest Posts

https://situs-toto.togel.togetherband.org