Usaha dunia pertambangan menggiurkan, sumber yang mudah menuai rupiah, sebagai salah satu pundi-pundi kekayaan, terutama pertambangan Mineral dan Batu Bara, (Minerba) berupa Pasir/ Batu (Sirtu) dan Batu Bara. Tiga mineral tersebut kini menjadi kebutuhan penting dan strategis dalam membangun kebutuhan masyarakat, lokal, nasional dan dunia.
Misalnya Sirtu (Pasir dan Batu), bahan pokok (utama) dalam pembangunan sarana fisik bagi kepentingan pribadi (rumah), kantor/gedung, jaringan daerah irigasi bangunan pemerintah, kebutuhannya tak pernah terpenuhi dan selalu dalam posisi kekuarangan, karena rutinitas dan meningkatnya kebutuhan penggunanya.
Khusus Pasir dan Batu (Sirtu), sudah cukup lama mengalahkan posisi bahan baku bangunan dari Kayu yang menjadi kebiasaan penggunaannya oleh nenek moyang kita bangsa Indonesia, bahkan dunia. Sesuai masa dan waktunya bersamaan perkembangan / kemajuan teknologi.
Tak heran posisi penggunaan kayu kian menyusut tajam, selain kian sulitnya mendapatkan kayu sejak tahun 1982 dengan dibentuknya Tanaman Nasional Hutan Indonesia, misalnya Tanaman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS), yang berlokasi di 4(empat) Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) meliputi sebagian Propinsi Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Wilayah Ini berada dikepulauan Sumatera, Bagian (Selatan, Tengah, Barat dan Timur) dan sebagian ada di Kepulauan Riau, Sumatera Utara dan Propinsi Nangro Aceh Darussalam.
Selebihnya berada di Kaliman, Sulawesi, Jawa Timur, (Indonesia Bagian Timur), Jawa Tengah dan Jawa Barat (Pulau Jawa), semuanya telah memiliki tanaman dengan kapasitas luas wilayah dan topografi yang berbeda, prinsip penggunaannya untuk menyelamatkan bumi dan segala isinya yang kita tempati saat ini, (Indonesia Tercinta). Yang disebut-sebut paru-paru dunia. Artinya harus dijaga dan diselamatkan.
Terkait kebutuhan rutinitas bagi kebutuhan fisik pembangunan, rumah (tempat tinggal pribadi), dan bangunan sarana pemerintahan perkantoran/ gedung dan jaringan daerah irigasi yang setiap saat dan pertahun anggaran butuh kebutuhan material yang sangat besar (sesuai kebutuhan) masing-masing bangunan yang akan dibangun?.
Maka kebutuhan utamanya tak akan bisa lepas dari Pasir, Batu, Tenah (Batu Bata), Semen dan Besi masuk dalam kebutuhan utamanya. Dalam tulisan ini, penulis menyoroti tiga dulu kebutuhan utamanya bagi bangunan fisik secara umum, Pasir, Batu dan Tanah (Batu Bata), ini alih teknologi dari Kayu.
Untuk memenuhi kebutuhan Pasir dan Batu ini erat kaitannnya dengan Mineral, (Pasir dan Batu) yang sumber pengadaannya dari Pertambangan, dulu disebut GALIAN C, dan kini Galian Batuan.
Untuk mengadakan keperluan kebutuhan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia (RI), telah memberikan kesempatan yang luas bagi setiap orang (warga) Negara/ individu, kelompok/ Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), untuk mendirikan badan hukum usaha, secara sah dan memenuhi syarat.
Seperti mendirikan, PT/CV, yang bergerak dalam bidang usaha Energi dan Sumber Daya Mineral dan Batu Bara. Khusus Minerba (Mineral dan Batu Bara) Non Logam guna memenuhi kebutuhan bagi pembangunan fisik, yang dibutuhkan secara rutinnitas dalam Pembangunan.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Udang No.3 tahun 2020, pengganti / perubahan dari UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba (Mineral dan Batu Bara), semua persyaratan yang ditetapkan pemerintah wajib dipenuhi para pemohon, untuk memperoleh izin yang sah dan boleh beroperasi.
Para pemohon wajib menguruskan Izin: WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan), mulai dari Pemerintahan Desa (Pemdes), Kecamatan, Kabupaten, Kota dan Propinsi sampai keluarnya WIUP.
Dan selajutnya meningkatkan statusnya ke IUP Exsploirasi (Izin Usaha Pertambangan-Exsploirasi), dengan menyiapkan tiga (3) Kolam Endapan untuk setiap lokasi Galian Batuan (Sirtu), yang akan dikelola dan diproduksi.
Sehingga limbah yang dihasilkan para penambang, kembali murni, (telah tersaring bersih) dan murni lewat kolam endapan dengan penyaringan murni, tanpa rekayasa.
Untuk membuat kolam endapan, harus menghadirkan Konsultan ahli dibidang pertambangan. Ahli dibidangnya antara lain, “Limbah, Air, Udara, Tumbuhan, Lingkungan, dan makhluk yang hidup didalam air seperti Ikan dan lainnya.”
Para pemohon Izin untuk mendapatkan IUP Operasional Produksi (IUP-OP), dari status IUP-Eksploirasi, ke IUP-OP (Operasional Produksi), sudah harus terpenuhi petunjuk UKL dan UPL.
Kebanyakan yang terjadi dan temuan penulis dilapangan, para penambang melakukan kegiatan penambangan terlebih dahulu, tanpa melengkapi persyaratan yang sah.
Untuk mendapatkan IUP-OP, yang sah para pemohon wajib memenuhi semua ketentuan yang berlaku berdasarkan UU No.3 tahun 2020, dan ketentuan tentang terjaminnya lingkungan hidup yang sehat tanpa bahaya limbah, dan tidak mengganggu kepentingan umum, lingkungan dan pelestariannya.
KEBERATAN: Keberatan bagi pemohon izin Galian Batuan (penambangan Pasir dan Batu) = Sirtu, belum adanya penjelasan resmi dan rinci nilai kewajiban yang harus dibayar resmi kepada Negara. Dengan harapan jelas kewajiban pemohon izin/ tanggungjawabnya. Selaku pemohon mereka berhak mendapatkan haknya secara sah, tanpa pngutan liar (pungli).
Di mulai dari proses izin: WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan), IUP-Exsploirasi dan IUP-OP, dan para pemohon berharap penjelasan resmi dari pemerintah, sehingga jelas hak dan tanggungjawab.
Ini semua, guna menghindari pungutan liar (pungli) dilakukan para oknum dari dinas dan instansi terkait dalam pengeluaran surat yang dipersyaratkan, untuk melengkapi perizinan yang sah.
Dan guna memperkecil gerakan pungli, trennya kasus ‘’mafia tambang.’’
Yang belakangan ini, diduga banyak melibatkan oknum pejabat Negara, oknum aparat penegak hukum (APH) dari pusat sampai daerah. Dan terjadi kekacauan disejumlah lokasi kegiatan penambangan.
Dan pemerintah wajib menjelaskan mulai dari tingkat kewenangan pemerintah pusat, propinsi, Kabupaten dan Kota.
Dan menjelaskan resmi (Sosialisasi) pada masyarakat mana daerah yang sudah masuk dalam daerah, RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang peruntukannya bukan untuk pertambangan, sehingga tidak satu pihak pun bisa mengeluarkan izin didaerah yang bukan untuk pertambangan, seperti contoh di Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong.
Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda No.8 tahun 2012) vital sebagai daerah RTRW, peruntukannya bukan untuk daerah pertambangan. Dan diperkuat dengan UU No.4 tahun 2009, dan diubah kedalam UU No.3 tahun 2020 tentang Minerba (Mineral dan Batu Bara) Non Logam.
Dengan tegas diamanatkan dalam Perda No.8 tahun 2012-2032, Kecamatan Curup sudah menjadi daerah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), peruntukannya bukan daerah Pertambangan.
Para pemohon perlu memahami dulu; Apa itu Amdal, UKL-UPL dan SPPL?
Sebelum memahami apa itu Amdal, UKL-UPL dan SPPL alangkah baiknya kita melihat definisi istilah-istilah tersebut:
- Amdal merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
- UKL – UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan) adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/ atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
- SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) adalah kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/ atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa Amdal, UKL-UPL dan SPPL merupakan “Dokumen Lingkungan Hidup.” Walaupun SPPL hanya terdiri dari satu sampai dua lembar (karena hanya berupa surat pernyataan) dalam peraturan tersebut tetap disebut sebagai dokumen lingkungan.
Persamaan dari ketiga dokumen tersebut adalah:
1. Waktu penyusunan
Amdal, UKL-UPL dan SPPL disusun sebelum dilaksanakannya suatu usaha dan/ atau kegiatan. Artinya penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan harus memiliki rencana pengelolaan dan pemantauan dampak yang akan ditimbulkan dari usaha/ kegiatan.
2. Tujuan penyusunan
Tujuan disusun dokumen lingkungan (bagi pemrakarsa) adalah agar suatu usaha dan/ atau kegiatan yang dilakukan tidak menimbulkan pencemaran, perusakan, gangguan terhadap lingkungan atau dampak sosial lainnya.
Bahkan dalam amdal dan UKL-UPL telah dikembangkan upaya pengembangan sosial di lingkungan sekitarnya (misalnya Corporate Social Responsibility).
Sedangkan tujuan penyusunan dokumen lingkungan bagi pemerintah (pusat maupun daerah) adalah sebagai bahan pengambilan keputusan apakah rencana usaha dan/ atau kegiatan yang diajukan tersebut laik dilaksanakan atau tidak.
Perbedaan dari ketiga dokumen tersebut adalah:
1. Skala Usaha dan/ atau Kegiatan
misalnya kegiatan pengambilan air sungai sebesar 250 liter/ detik atau lebih, maka kegiatan tersebut harus menyusun amdal. Tetapi jika di bawah 250 liter/ detik, maka cukup dengan UKL-UPL. Atau misalkan direncanakan membangun gedung dengan luas lahan 5 Ha atau lebih, maka wajib menyusun amdal.
Tetapi jika di bawah 5 Ha, maka cukup dengan amdal. Skala usaha dan/ atau kegiatan ini dapat dilihat dari luas lahan/ luas bangunan/ kapasitas produksi/ debit/ tinggi/ panjang/ volume/ tekanan/ besarnya tegangan dan lain-lain disesuaikan dengan jenis usaha dan/ atau kegiatannya.
2. Dampak terhadap lingkungan
Sudah jelas bahwa amdal dikhususkan untuk usaha dan/ atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting. Dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
3. Format dokumen
- Format Amdal mengikuti format yang ada dalam lampiran I, II dan III Permen LH No 16 Tahun 2012
- Format UKL-UPL mengikuti format yang ada dalam lampiran IV Permen LH No. 16 Tahun 2012.
- Format SPPL mengikuti format yang ada dalam lampiran V Permen LH No. 16 Tahun 2012.
4. Penyusun
Amdal disusun oleh penyusun yang telah memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal. Sedangkan UKL-UPL dan SPPL dapat langsung disusun oleh pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan.
5. Mekanisme Penyusunan
Amdal harus melewati tahapan penilaian amdal yang dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal. Sedangkan UKL-UPL, di beberapa daerah mewajibkan presentasi/ ekspose sebelum dikeluarkan surat rekomendasi dan di beberapa daerah tidak mewajibkan ekspose. Sedangkan SPPL hanya mengisi form dan mendaftarkannya ke instansi lingkungan hidup.
Untuk lebih jelasnya, apakah suatu usaha dan/ atau kegiatan tergolong pada wajib amdal, UKL-UPL atau SPPL maka dilakukan penapisan sesuai Permen LH No. 5 Tahun 2012.
Jika usaha dan/ atau kegiatan sesuai dengan kriteria dalam lampiran I Permen LH No. 5 Tahun 2012, maka wajib amdal, selain itu adalah wajib UKL-UPL atau SPPL. Dan untuk menentukan UKL-UPL atau SPPL maka dilakukan penapisan sesuai peraturan gubernur atau bupati/ walikota setempat. Sumber : www.gorisset.com Rate this post (Dikutif kembali).
Dari data dikumpulkan penulis di Propinsi Bengkulu, terdapat puluhan Tambang Batuan, Pasir Batu, (Sirtu) bermasalah antara lain di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu Tengah, Kepahiang dan Kabupaten Rejang Lebong.
Khusus di Kabupaten Rejang Lebong terdapat Kegiatan Tambang Pasir, didalam daerah RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), an. PT. RYU PUTRA PERKASA dengan Izin No. 114/ I/ IUP/ PMDN/ 2022. Ironis, Kecamatan Curup jelas dan terang telah ditetapkan sebagi daerah RTRW, peruntukannya bukan pertambangan. Ini telah dicatat berdasarkan Perda No.8 tahun 2012- untuk masa waktu 2032, sampai saat ini belum ada perubahannya.
Kasus lain hampir serupa tapi tidak sama, Tambang Pasir An. Oktavian Trisandi, berlokasi di Desa Watas Marga, Kecamatan Curup Selatan. Memiliki izin yang sah, namun beroperasi diluar wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), Desa Watas Marga. Itu telah dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dan verifikasi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Propinsi Bengkulu, telah melanggar titik Kordinat 1, 2, 3, 8, 9. Masuk wilayah Desa Watas Marga, sebagaimana diakui Kepala Desa Watas Marga, Jumadi yang dihubungi dikediamannya Selasa, 5 September 2023. (Baca beritanya dihalaman lainnya), BEO.co.id, edisi (5/ 9/ 2023).
Kini kasus Tambang Pasir, an. Oktavian Trisandi, tengah diproses aparat penegak Hukum Polda Bengkulu, atas laporan (Penagduan) LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT GERAKAN REFORMASI INDONESIA (LSM-GERINDO), beberapa waktu lalu.
Drs. Suharto, selaku Pembina LSM Gerindo, kepada penulis di Curup, (6 / 7/ 2023) Rabu, mengatakan ‘’benar telah kita laporkan” kini prosesnya sedang berjalan, ujarnya.
(Bersambung)……Penulis/ Editor & Penanggungjawab: Gafar Uyub Depati Intan/ Ketua Dewan Pimpinan Daerah KOMITE WARTAWAN REFORMASI INDONESIA, (DPD-KWRI) Propinsi Bengkulu/ Pempred BEO.co.id/ Pengamat masalah Kemiskinan di pedesaan. (***).