Yang belakangan ini, katanya era serba canggih, sejumlah oknum Wartawan diberbagai daerah ditanah air kita ini, praktik kerjanya berbalik arah bagaimana “menciptakan uang haram sebanyak mungkin, untuk memperkaya diri, bukan mencetak berita yang benar, sebagai hak masyarakat untuk mengetahuimya”
Karena godaan dan peluang terbuka lebar, bagi oknum wartawan yang mau melakukannya. Istilah suap – menyuap dan terima suap ( Wartawan Amlop) lebih parah dalam proses kinerja Wartawan, karena oknum pejabat Negara yang diduga kena kasus suap – menyuap, penyalahgunaan wewenang jabatan, nepotisme yang tidak professional, oknum pejabatnya minta ditutupi. Praktiknya bak “beti” (beda-beda tipis) dengan profesi atau pekerjaan lainnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat luas (publik).
Kendati telah diamanatkan dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dilengkapi dengan 11 point Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia, harus mentaati KEJ sebagai pedoman dan etika moral Wartawan dalam menjalankan tugas, dengan asas dasarnya diamanatkan untuk mencari kebenaran dari sejumlah peristiwa (kejadian), ditengah masyarakat.
Sebelum disempurnakan KEJ (Kode Etik Jurnalistik) Wartawan Indonesia, namanya KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia), yang dibahas dan disepakati oleh 28 Organisasi Wartawan Indonsia yang sah, saat itu.