Hanya menggunakan kebebasan semata, banyak yang bermuara pada persoalan dugaan pelanggaran Hukum, tak heran pelakunya berurusan dengan pihak berwenang (berwajib), Penyidik Kepolisian RI, dengan dasar Hukumnya UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian, sesuai peran, fungsi dan tugasnya, selaku penyidik utama dan menegakan supremasi Hukum di Indonesia, yang kita cintai ini.
Maka Kemerdekaan Pers, yang diberi payung/ dasar Hukumnya UU No.40 tahun 1999 tentang Pers, dipagari dengan 11 Point Kode Etik Jurnalistik (KEJ) sebagai etika moral, (pedoman) bagi Wartawan dalam menjalankan tugas Jurnalistiknya. Hasil dari sejumlah dari para senior Pers Indonesia, harus kita pedomani dan laksanakan dengan benar.
Dengan UU No.40 tahun 1999 dan KEJ, masih banyak penerbitan Pers dan sejumlah oknum Wartawan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU dan KEJ, seperti melakukan ‘’pemerasan,’’ terima Suap dari penyuap dalam sejumlah kasus, terutama kasus-kasus besar, ‘’Korupsi, Mafia Tambang, dan Kasus penyalahgunaan wewenang oleh pejabat Negara, praktik Nepotisme yang berlebihan’’ agar tidak diberitakan, (pubblist) disiarkan.
Tak heran banyak oknum Wartawan naik daun dari sisi vinansial, baru menjadi Wartawan sudah okb (orang kaya baru), standar kelas bawah, punya mobil sampai tiga, dengan harga dibawah Rp200 juta/ mobil, rumah sampai dua, Kebun Sawit, dan tanah total nilai dibawah Rp 1 M ?. Hanya dugaan memperolehnya dengan cara meredam kasus. Namun itu disinyalir terjadi pada level dan oknum tertentu.
Dan banyak kemudahan diperoleh, jika mau bahkan ada Istri oknum Wartawan masuk Pegawai PNS gratis, alias tanpa Tes. Itu terjadi sekitar 20 tahun silam, di Kabupaten Rejang Lebong, setelah era reformasi.
Dan kerugian terhadap keuangan Negara tidak seberapa, dengan istilah popular di kalangan Pers daerah itu ‘’ uang jin dimakan setan –uang hantu dimakan iblis‘’
Lain lagi di Kabupaten Kerinci, Jambi, kasus serupa tapi tidak sama, Wartawan baru (Pemula), yang sedang semangtnya bekerja, justru dikerjain oleh Pemprednya dan berulang kali mengirimkan berita tambang liar dilengkapi foto dan Videonya, serta pemakaian minyak Non Industri, dan tambang liar yang dikelola PT. KRP, milik RK 54 tahun, kepada Pempred dan Penasehat/ Pembina sebuah media online LAN, tidak dinaikan beritanya tanpa penjelasan.
Itu memang kasusnya kecil, namun dampak yang ditimbulkan dari tambang liar, telah merusak ekosistem dan menghancurkan daerah Sungai Tuak, Siulak Deras Kerinci, Jambi. Peristiwanya tahun 2022 dan 2023, ironisnya redaksinya, keberadaan sang Wartawan tidak diakui lagi sebagai wartawan media online singkatan “LA” dengan adanya perubahan diredaksional media tersebut, berganti Pempred.
Padahal berita dikirimkan Wartawan pemula, Rekardo itu justru dibungkam Pemprednya tanpa penjelasan, kata Rekardo kepada penulis.
Peluang Mafia: Bagi wartawan aktive dan berani membongkar kasus-kasus besar dibidang Pertambangan, Korupsi dan Penyalahgunaan jabatan oleh kepala daerah peluang terbuka lebar, jika ditambang kental dengan sebutan mafia Tambang, dimedia juga kental dengan kasus Maber, ‘’mafia berita’’ tergantung pribadi oknum wartawan masing-masing, menyikapinya.